28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

11 Pendaki Tewas di Radius 1,5 Km dari Kawah

SUMUTPOS.CO – Tim SAR Gabungan masih berupaya mencari dan mengevakuasi para pendaki yang terjebak di Gunung Marapi, Sumatera Barat. Pasca erupsi pada Minggu (3/12), ada 75 pendaki yang terjebak. Sampai kemarin (4/12), masih ada 12 pendaki yang belum ditemukan. Tidak hanya itu, sebelas pendaki yang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia juga belum seluruhnya berhasil dievakuasi ke Posko Lapangan.

Kepala Kantor SAR Padang Abdul Malik menyampaikan, sekitar pukul 07.10 WIB, pihaknya mendapat laporan temuan sebelas pendaki yang sudah meninggal dunia dan tiga pendaki selamat. Laporan itu diterima ketika Tim SAR Gabungan masih mencari 26 pendaki yang masih belum turun dari Gunung Marapi. “Pukul 17.30 WIB, kami menerima info dari Posko Lapangan bahwa tiga korban dari sebelas korban yang meninggal dunia telah berhasil dievakuasi,” ungkapnya, kemarin malam.

Meski operasi SAR sempat terhenti lantaran kembali terjadi erupsi, Tim SAR Gabungan melanjutkan pencarian ketika sudah mendapat lampu hijau. Salah satu fokus mereka adalah mengevakuasi korban selamat dan korban meninggal dunia. Kemarin, para korban itu ditemukan pada titik koordinat 0°23’23.73″S-100°26’57.72″T. Lokasi itu berada dalam radius 1 kilometer – 1,5 kilometer dari kawah puncak Gunung Marapi. Dari Posko Lapangan, para korban langsung dibawa ke RSUD Dr Achmad Mochtar. Lokasi penemuan para korban turut menjadi catatan. Sebab, data itu menunjukkan ada larangan yang diterobos. Yakni larangan masuk dalam radius 3 kilometer dari puncak Gunung Marapi.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menuturkan, Gunung Marapi sudah lama dalam status waspada. Dengan status tersebut pengunjung dan wisatawan tidak diperbolehkan naik dengan jarak radius 5 kilometer. “Namun, larangan dari PVMBG itu sifatnya rekomendasi ke instansi terkait,” paparnya.

Informasi dari sejumlah relawan yang melakukan evakuasi diketahui bahwa para korban meninggal dunia ditemukan berada di jarak antara 1 kilometer hingga 1,5 kilometer dari puncak kawah. “Korban terdampak paling parah di jarak itu,” ujarnya.

Menurutnya, sejak 2011 status Gunung Marapi selalu di level II atau waspada. Status tersebut terus bertahan selama hampir 12 tahun. “Jadi waspada itu sudah begitu lama,” terangnya dalam konferensi pers via daring, kemarin. Dari data statistik PVMBG diketahui bahwa selama ini tidak terdapat dampak sama sekali dari letusan Gunung Marapi di radius lebih dari 3 kilometer. Yang terkena dampak letusan selalu berada di dalam radius 3 kilometer. “Begitu karakter dari Gunung Marapi,” jelasnya.

Karakter lainnya dari erupsi Gunung Marapi didominasi aliran lava dan jatuhan material. Sangat sedikit terjadi awan panas. “Secara visual kawah Gunung Marapi ini tidak terlihat ada apa-apa. Secara kegempaan terjadi sebulan sekali. Inilah yang menjadi dasar dari status waspada,” urainya. Dia mengatakan dari data PVMBG diketahui sejak 2011 hingga 2018 terjadi lima kali erupsi. Erupsi itu terjadi pada 2011, 2012, 2014, 2017, dan 2018.

Baru kemudian terjadi jeda sekitar empat tahun dan erupsi kembali Desember 2023. “Saat tidak meletus itu bukannya aman, malah tidak aman. karena bersifat akumulasi menjadi lebih kuat erupsinya. Akumulasi gas di dasar kawah,” paparnya.

Sementara itu, Ahli Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Eko Teguh menyampaikan, dalam status waspada KRB III atau kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava atau lontaran vulkanik direkomendasikan masyarakat tidak beraktivitas di sana. “Artinya pendakian di radius 3 kilometer tidak dibenarkan,” jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, memang dapat dipastikan terjadi pelanggaran standar operasional prosedur (SOP). Pelanggaran itu bukan hanya dilakukan masyarakat yang naik ke radius 3 kilometer, tapi juga dilakukan oleh para pihak yang tidak memberikan informasi. “Instansi terkait,” terangnya. Dia mengatakan, seharusnya instansi terkait mengingatkan dan memberitahukan saat pembelian tiket. Bahwa dilarang untuk mendaki hingga radius 3 kilometer dari puncak kawah. “Ini yang seharusnya dilakukan,” paparnya.

Diketahui bahwa instansi yang berwenang dalam mengatur pendakian adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dalam hal ini BKSDA Sumatera Barat. Sayangnya, dikonfirmasi terkait mengapa pendaki masih naik hingga radius 3 kilometer, Pelaksana Harian BKSDA Sumatera Barat Eka Damayanti tidak merespon. Panggilan telepon dan pesan singkat dari Jawa Pos tidak dibalas.

Sesuai data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 75 pendaki yang naik ke Gunung Marapi saat terjadi erupsi. Data tersebut berbeda dengan yang disampaikan BKSDA Sumatera Barat. Yakni hanya 70 pendaki. Sesuai data BNPB, dari 75 pendaki itu 54 pendaki masuk dari pintu Batu Palano dan 21 orang masuk dari pintu Koto Baru.

Dari 75 pendaki tersebut telah dievakuasi turun sebanyak 49 orang dalam selamat. Lalu, terdapat dua selamat yang masih dievakuasi, satu orang selamat telah berhasil dievakuasi, tiga orang meninggal dunia sudah dievakuasi, delapan orang meninggal dunia masih dalam proses evakuasi, dan 12 orang masih dalam pencarian. “Untuk sebelas orang yang meninggal dunia masih dalam proses identifikasi,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.

Saat ini Tim BPBD juga tengah memonitor perkembangan erupsi Gunung Marapi. Tujuannya tidak lain agar bisa dilakukan tindakan cepat untuk evakuasi warga bila terjadi aktivitas vulkanik yang lebih besar. “Kami himbau pendaki, wisatawan, pengunjung tidak masuk ke kawasan dengan radius 3 kilometer,” paparnya kepada awak media kemarin. (idr/syn)

SUMUTPOS.CO – Tim SAR Gabungan masih berupaya mencari dan mengevakuasi para pendaki yang terjebak di Gunung Marapi, Sumatera Barat. Pasca erupsi pada Minggu (3/12), ada 75 pendaki yang terjebak. Sampai kemarin (4/12), masih ada 12 pendaki yang belum ditemukan. Tidak hanya itu, sebelas pendaki yang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia juga belum seluruhnya berhasil dievakuasi ke Posko Lapangan.

Kepala Kantor SAR Padang Abdul Malik menyampaikan, sekitar pukul 07.10 WIB, pihaknya mendapat laporan temuan sebelas pendaki yang sudah meninggal dunia dan tiga pendaki selamat. Laporan itu diterima ketika Tim SAR Gabungan masih mencari 26 pendaki yang masih belum turun dari Gunung Marapi. “Pukul 17.30 WIB, kami menerima info dari Posko Lapangan bahwa tiga korban dari sebelas korban yang meninggal dunia telah berhasil dievakuasi,” ungkapnya, kemarin malam.

Meski operasi SAR sempat terhenti lantaran kembali terjadi erupsi, Tim SAR Gabungan melanjutkan pencarian ketika sudah mendapat lampu hijau. Salah satu fokus mereka adalah mengevakuasi korban selamat dan korban meninggal dunia. Kemarin, para korban itu ditemukan pada titik koordinat 0°23’23.73″S-100°26’57.72″T. Lokasi itu berada dalam radius 1 kilometer – 1,5 kilometer dari kawah puncak Gunung Marapi. Dari Posko Lapangan, para korban langsung dibawa ke RSUD Dr Achmad Mochtar. Lokasi penemuan para korban turut menjadi catatan. Sebab, data itu menunjukkan ada larangan yang diterobos. Yakni larangan masuk dalam radius 3 kilometer dari puncak Gunung Marapi.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menuturkan, Gunung Marapi sudah lama dalam status waspada. Dengan status tersebut pengunjung dan wisatawan tidak diperbolehkan naik dengan jarak radius 5 kilometer. “Namun, larangan dari PVMBG itu sifatnya rekomendasi ke instansi terkait,” paparnya.

Informasi dari sejumlah relawan yang melakukan evakuasi diketahui bahwa para korban meninggal dunia ditemukan berada di jarak antara 1 kilometer hingga 1,5 kilometer dari puncak kawah. “Korban terdampak paling parah di jarak itu,” ujarnya.

Menurutnya, sejak 2011 status Gunung Marapi selalu di level II atau waspada. Status tersebut terus bertahan selama hampir 12 tahun. “Jadi waspada itu sudah begitu lama,” terangnya dalam konferensi pers via daring, kemarin. Dari data statistik PVMBG diketahui bahwa selama ini tidak terdapat dampak sama sekali dari letusan Gunung Marapi di radius lebih dari 3 kilometer. Yang terkena dampak letusan selalu berada di dalam radius 3 kilometer. “Begitu karakter dari Gunung Marapi,” jelasnya.

Karakter lainnya dari erupsi Gunung Marapi didominasi aliran lava dan jatuhan material. Sangat sedikit terjadi awan panas. “Secara visual kawah Gunung Marapi ini tidak terlihat ada apa-apa. Secara kegempaan terjadi sebulan sekali. Inilah yang menjadi dasar dari status waspada,” urainya. Dia mengatakan dari data PVMBG diketahui sejak 2011 hingga 2018 terjadi lima kali erupsi. Erupsi itu terjadi pada 2011, 2012, 2014, 2017, dan 2018.

Baru kemudian terjadi jeda sekitar empat tahun dan erupsi kembali Desember 2023. “Saat tidak meletus itu bukannya aman, malah tidak aman. karena bersifat akumulasi menjadi lebih kuat erupsinya. Akumulasi gas di dasar kawah,” paparnya.

Sementara itu, Ahli Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Eko Teguh menyampaikan, dalam status waspada KRB III atau kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava atau lontaran vulkanik direkomendasikan masyarakat tidak beraktivitas di sana. “Artinya pendakian di radius 3 kilometer tidak dibenarkan,” jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, memang dapat dipastikan terjadi pelanggaran standar operasional prosedur (SOP). Pelanggaran itu bukan hanya dilakukan masyarakat yang naik ke radius 3 kilometer, tapi juga dilakukan oleh para pihak yang tidak memberikan informasi. “Instansi terkait,” terangnya. Dia mengatakan, seharusnya instansi terkait mengingatkan dan memberitahukan saat pembelian tiket. Bahwa dilarang untuk mendaki hingga radius 3 kilometer dari puncak kawah. “Ini yang seharusnya dilakukan,” paparnya.

Diketahui bahwa instansi yang berwenang dalam mengatur pendakian adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dalam hal ini BKSDA Sumatera Barat. Sayangnya, dikonfirmasi terkait mengapa pendaki masih naik hingga radius 3 kilometer, Pelaksana Harian BKSDA Sumatera Barat Eka Damayanti tidak merespon. Panggilan telepon dan pesan singkat dari Jawa Pos tidak dibalas.

Sesuai data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 75 pendaki yang naik ke Gunung Marapi saat terjadi erupsi. Data tersebut berbeda dengan yang disampaikan BKSDA Sumatera Barat. Yakni hanya 70 pendaki. Sesuai data BNPB, dari 75 pendaki itu 54 pendaki masuk dari pintu Batu Palano dan 21 orang masuk dari pintu Koto Baru.

Dari 75 pendaki tersebut telah dievakuasi turun sebanyak 49 orang dalam selamat. Lalu, terdapat dua selamat yang masih dievakuasi, satu orang selamat telah berhasil dievakuasi, tiga orang meninggal dunia sudah dievakuasi, delapan orang meninggal dunia masih dalam proses evakuasi, dan 12 orang masih dalam pencarian. “Untuk sebelas orang yang meninggal dunia masih dalam proses identifikasi,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.

Saat ini Tim BPBD juga tengah memonitor perkembangan erupsi Gunung Marapi. Tujuannya tidak lain agar bisa dilakukan tindakan cepat untuk evakuasi warga bila terjadi aktivitas vulkanik yang lebih besar. “Kami himbau pendaki, wisatawan, pengunjung tidak masuk ke kawasan dengan radius 3 kilometer,” paparnya kepada awak media kemarin. (idr/syn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/