JAKARTA- Pasangan Bonaran Situmeang-Syukran Tandjung balik menuding pasangan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara melakukan sejumlah kecurangan. Melalui pengacaranya, Elza Sharief dkk, Bonaran-Syukran menyebut istri Bupati Tapteng Tuani Lumbantobing itu memanfaatkan para PNS untuk menggaet suara.
Saat menyampaikan jawaban atas materi gugatan Dina-Hikmal di persidangan sengketa pemilukada Tapteng di gedung MK, Selasa (29/3), Elza mengatakan, Tuani telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada para kepala dinas, SKPD, dan kepala kantor di lingkungan Pemkab Tapteng, agar melakukan monotoring pelaksanaan pilkada 9 hingga 13 Maret 2011.
Karenanya, Elza membantah tuduhan Dina-Hikmal yang dalam permohonan gugatannya menyebutkan Bonaran-Syukran melakukan pelanggaran sistematis dan terstruktur.
“Pihak terkait (Bonaran-Syukran, Red) itu bukan siapa-siapa, sehingga tidak bisa melakukan sesuatu yang sifatnya sistematis, terstruktur, dan masif. Justru, pemohon (Dina, Red) sebagai istri bupati incumbent, punya berbagai fasilitas untuk melakukan pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif,” ujar Elza, yang namanya melejit sejak menjadi pengacara keluarga Cendana itu.
Dalam persidangan di MK, calon yang dinyatakan menang oleh KPUD, memang disebut sebagai pihak terkait, yang juga didengar keterangannya di persidangan. Bahkan, pihak terkait juga berhak menunjuk pengacara.
Dalam sidang yang dipimpin hakim konstitusi Achmad Sodiki itu, dengan nada tegas Elza juga mengungkapkan anggapan yang selama ini berkembang, bahwa seorang istri bupati bisa lebih berpengaruh dibanding suaminya.
Mengenai gugatan Albiner Sitompul-Steven Simanungkalit, kuasa hukum Bonaran-Syukran menilai, langkah KPU Tapteng sudah tepat. Pasalnya, syarat dukungan partai pengusung memang kurang. “Tak Benar Hanura mendukung Albiner-Steven, tapi mendukung Bonaran-Syukran,” ujar anggota tim Elza Sharief.
Mengenai adanya putusan PTUN Medan 10 Maret 2011 yang mengabulkan gugatan Albiner-Steven, kata tim pengacara Bonaran-Syukran, jika toh para pihak tidak mengajukan banding, maka putusan baru bisa dikatakan berkekuatan hukum tetap pada 24 maret 2011.
Mengenai tuduhan politik uang yang dilakukan Bonaran-Syukran, juga dibantah. Majelis hakim MK diminta menolak gugatan itu, dengan dalih soal politik uang tak termasuk obyek sengketa pemilukada yang bisa dibawa ke MK.
Pada kesempatan tersebut, KPU Tapteng juga menyampaikan jawaban atas materi gugatan kedua pasangan. Melalui kuasa hukumnya, Andre Unuputi dan Arifin Rudy Nababan, KPU Tapteng juga menyebutkan bahwa proses pemilukada sudah berjalan sesuai aturan.
Mengenai pencoretan Albiner-Steven, KPU Tapteng mengatakan, pihaknya tidak bermaksud mengabaikan putusan PTUN Medan yang mengabulkan gugatannya sehingga tahapan pemilukada tetap diteruskan.
“Bukan tidak menghormati putusan PTUN, tapi untuk menghormati masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya sesuai jadwal,” terang Andre Unuputi.
Dari paparan lisan yang disampaikan tim kuasa hukum Bonaran-Syukran, tidak ada disinggung mengenai keterkaitan Bonaran dengan Anggodo Widjojo, sebagaimana tertuang dalam materi gugatan Dina-Hikmal. Selain itu, juga tidak diulas mengenai tuduhan penggugat yang menyebut Bonaran-Syukran memanfaatkan aparat kepolisian untuk proses pemenangannya.
Namun demikian, sanggahan yang disampaikan kuasa hukum Bonaran-Syukran relatif lebih rinci, detil, dan berpanjang lebar, dibanding sanggahan yang disampaikan kuasa hukum KPU Tapteng.
Seperti pada sidang sebelumnya, kemarin Bonaran dan Syukran juga tidak hadir. Bambang Widjojanto, dari tim kuasa hukum Dina-Hikmal, juga tak hadir. Namun, rekannya, Iskandar Sonhaji, menghadiri persidangan yang dimulai sore hingga menjelang petang itu. Sidang berikutnya digelar hari ini (30/3) dengan agenda meminta keterangan saksi-saksi.(samj/pnn)