26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jokowi Resmi Pecat Firli, MAKI Minta Pemecatan Berstatus Tidak Terhormat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo resmi memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan ketua dan pimpinan KPK. Namun, masih muncul persoalan, apakah Firli diberhentikan dengan hormat atau justru pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) siap mengajukan gugatan bila Firli tidak di-PTDH.

Keputusan presiden soal pemberhentian Firli itu bernomor 129/P tahun 2023 yang ditandatangani pada 28 Desember. Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana menyatakan, sesuai dengan keppres tersebut, pemberhentian Firli dari ketua dan anggota KPK berlaku sejak tanggal ditetapkan. “Ada tiga pertimbangan pemberhentian tersebut,” jelasnya.

Tiga pertimbangan tersebut adalah surat pengunduran diri dari Firli, surat keputusan Dewas KPK, dan berdasar Pasal 32 UU 39/2002 tentang KPK yang beberapa kali telah diubah. “Pemberhentian pimpinan KPK harus ditetapkan melalui keppres,” paparnya.

Namun, Ari tidak menjelaskan pemberhentian terhadap Firli itu dilakukan dengan PTDH atau tidak. Padahal, Dewas KPK memutuskan Firli melakukan pelanggaran berat dan diberi sanksi terberat berupa rekomendasi pengunduran diri.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menegaskan, pihaknya akan meminta duplikasi keppres tentang pemberhentian Firli Bahuri tersebut. Tujuannya, memastikan Firli diberhentikan dengan PTDH atau malah dengan hormat. ’’Ini masalah karena tidak jelas,’’ ujarnya.

Sesuai dengan putusan Dewas KPK yang menyatakan Firli melakukan pelanggaran berat dan mendapat sanksi terberat, sudah semestinya dalam keppres itu Firli di-PTDH. ’’Karena kalau tidak di-PTDH, tentunya preseden buruk,’’ katanya.

Dia menyampaikan, sesuai dengan aturan KPK, pimpinan yang mengundurkan diri tanpa alasan itu disanksi lima tahun tidak menjabat. Nah, karena melakukan pelanggaran berat, Firli seharusnya juga disanksi tidak bisa menjabat di pemerintahan seumur hidup. ’’Pimpinan yang mundur itu di-blacklist lho aturannya,’’ terangnya.

PTDH, lanjut Boyamin, penting untuk memberikan efek jera. Terutama terhadap pimpinan KPK yang tidak amanah sekaligus mengkhianati sumpahnya saat menjabat. ’’Selain diproses etik, saya mendorong untuk proses pidana Firli di Polda Metro Jaya segera dituntaskan,’’ tuturnya.

Dia menambahkan, tanpa hukuman berat bagi Firli, akan sulit memperbaiki citra KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Semua perlu menyadari pemberantasan korupsi di Indonesia sedang berada di titik nadir.

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, mereka akan segera mengagendakan pemilihan pimpinan KPK yang baru apabila sudah menerima surat presiden (Surpres) Jokowi. “Tentu kami akan menindaklanjuti pemberhentian Pak Firli secara resmi oleh Pak Jokowi tersebut. Sebagaimana diatur Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bahwa dalam hal terjadi kekosongan pimpinan KPK, maka akan dipilih penggantinya dari calon Pimpinan KPK yang tidak terpilih sebelumnya,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (29/12).

Habiburokhman mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan rapat penggantian Firli secepatnya setelah mendapat surpres tersebut. Namun, kata dia, rapat itu baru akan diagendakan setelah DPR mengakhiri masa reses pada 15 Januari 2024. “Segera setelah kami mendapatkan salinan resmi pemberhentian tersebut, kami akan mengagendakan pemilihan pimpinan KPK pengganti Pak Firli Bahuri,” kata dia. “Saat ini kami sedang reses sampai dengan pertengahan 16 Januari, proses pemilihan baru akan dimulai di masa sidang mendatang,” imbuhnya.

Dengan dipecatnya Firli dari pimpinan KPK oleh Presiden Jokowi, kini ada empat nama yang bisa diajukan ke DPR sebagai calon pengganti Firli. Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, Presiden dapat mengajukan calon anggota pengganti ke DPR saat terjadi kekosongan Pimpinan KPK. Calon yang dapat diajukan Presiden itu berasal dari calon Pimpinan KPK yang tidak terpilih di DPR.

Berdasarkan aturan itu, tersisa empat nama calon Pimpinan KPK yang tak terpilih pada tahun 2019. Keempat nama calon tersebut, yakni Sigit Danang Joyo, Luthfi Jayadi Kurniawan, Nyoman Wara, dan Roby Arya Brata.

Diketahui, Sigit Danang Joyo merupakan calon Pimpinan KPK yang mendapat 19 suara dari Komisi III DPR pada 2019. Sigit Danang Joyo saat ini menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I. Pria kelahiran 7 April 1976 ini sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Bantuan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Sigit terakhir melaporkan LHKPN pada 27 Februari 2023. Total harta kekayaannya sebesar Rp3,5 miliar lebih. Pada 2019, Sigit mengaku ingin ada pembatasan dalam penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK. Dia mengatakan, penerbitan SP3 harus dilakukan dengan sangat selektif.

Sementara Luthfi Jayadi Kurniawan, pada 2019 tercatat sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Malang. Dia juga dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Malang Corruption Watch. Luthfi mendapat tujuh suara dari Komisi III DPR pada tahun 2019. Saat fit and proper test, Lutfhi bicara soal langkah melibatkan organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah dalam pemberantasan korupsi.

Kemudian Nyoman Wara, merupakan Inspektur Utama Badan Pemeriksa Keuangan. Dia pernah diajukan Presiden Jokowi sebagai calon pengganti Lili Pintauli yang mundur dari KPK pada tahun 2022, namun tidak terpilih.

Pada 2019, Nyoman tidak mendapat suara dari Komisi III DPR. Nyoman tercatat melapor LHKPN pada 28 Maret 2023. Dia tercatat memiliki total harta Rp 2.409.218.966 (Rp 2,4 miliar). Sedangkan Roby Arya Brata, merupakan Asisten Deputi pada Deputi Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet. Roby juga merupakan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).

Roby tak mendapat suara pada pemilihan calon Pimpinan KPK tahun 2019. Dia tercatat melapor LHKPN pada 24 Maret 2023. Roby tercatat memiliki total harta Rp 2.993.379.706 (Rp 2,9 miliar). (idr/c14/bay/bbs/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo resmi memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan ketua dan pimpinan KPK. Namun, masih muncul persoalan, apakah Firli diberhentikan dengan hormat atau justru pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) siap mengajukan gugatan bila Firli tidak di-PTDH.

Keputusan presiden soal pemberhentian Firli itu bernomor 129/P tahun 2023 yang ditandatangani pada 28 Desember. Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana menyatakan, sesuai dengan keppres tersebut, pemberhentian Firli dari ketua dan anggota KPK berlaku sejak tanggal ditetapkan. “Ada tiga pertimbangan pemberhentian tersebut,” jelasnya.

Tiga pertimbangan tersebut adalah surat pengunduran diri dari Firli, surat keputusan Dewas KPK, dan berdasar Pasal 32 UU 39/2002 tentang KPK yang beberapa kali telah diubah. “Pemberhentian pimpinan KPK harus ditetapkan melalui keppres,” paparnya.

Namun, Ari tidak menjelaskan pemberhentian terhadap Firli itu dilakukan dengan PTDH atau tidak. Padahal, Dewas KPK memutuskan Firli melakukan pelanggaran berat dan diberi sanksi terberat berupa rekomendasi pengunduran diri.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menegaskan, pihaknya akan meminta duplikasi keppres tentang pemberhentian Firli Bahuri tersebut. Tujuannya, memastikan Firli diberhentikan dengan PTDH atau malah dengan hormat. ’’Ini masalah karena tidak jelas,’’ ujarnya.

Sesuai dengan putusan Dewas KPK yang menyatakan Firli melakukan pelanggaran berat dan mendapat sanksi terberat, sudah semestinya dalam keppres itu Firli di-PTDH. ’’Karena kalau tidak di-PTDH, tentunya preseden buruk,’’ katanya.

Dia menyampaikan, sesuai dengan aturan KPK, pimpinan yang mengundurkan diri tanpa alasan itu disanksi lima tahun tidak menjabat. Nah, karena melakukan pelanggaran berat, Firli seharusnya juga disanksi tidak bisa menjabat di pemerintahan seumur hidup. ’’Pimpinan yang mundur itu di-blacklist lho aturannya,’’ terangnya.

PTDH, lanjut Boyamin, penting untuk memberikan efek jera. Terutama terhadap pimpinan KPK yang tidak amanah sekaligus mengkhianati sumpahnya saat menjabat. ’’Selain diproses etik, saya mendorong untuk proses pidana Firli di Polda Metro Jaya segera dituntaskan,’’ tuturnya.

Dia menambahkan, tanpa hukuman berat bagi Firli, akan sulit memperbaiki citra KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Semua perlu menyadari pemberantasan korupsi di Indonesia sedang berada di titik nadir.

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, mereka akan segera mengagendakan pemilihan pimpinan KPK yang baru apabila sudah menerima surat presiden (Surpres) Jokowi. “Tentu kami akan menindaklanjuti pemberhentian Pak Firli secara resmi oleh Pak Jokowi tersebut. Sebagaimana diatur Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bahwa dalam hal terjadi kekosongan pimpinan KPK, maka akan dipilih penggantinya dari calon Pimpinan KPK yang tidak terpilih sebelumnya,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (29/12).

Habiburokhman mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan rapat penggantian Firli secepatnya setelah mendapat surpres tersebut. Namun, kata dia, rapat itu baru akan diagendakan setelah DPR mengakhiri masa reses pada 15 Januari 2024. “Segera setelah kami mendapatkan salinan resmi pemberhentian tersebut, kami akan mengagendakan pemilihan pimpinan KPK pengganti Pak Firli Bahuri,” kata dia. “Saat ini kami sedang reses sampai dengan pertengahan 16 Januari, proses pemilihan baru akan dimulai di masa sidang mendatang,” imbuhnya.

Dengan dipecatnya Firli dari pimpinan KPK oleh Presiden Jokowi, kini ada empat nama yang bisa diajukan ke DPR sebagai calon pengganti Firli. Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, Presiden dapat mengajukan calon anggota pengganti ke DPR saat terjadi kekosongan Pimpinan KPK. Calon yang dapat diajukan Presiden itu berasal dari calon Pimpinan KPK yang tidak terpilih di DPR.

Berdasarkan aturan itu, tersisa empat nama calon Pimpinan KPK yang tak terpilih pada tahun 2019. Keempat nama calon tersebut, yakni Sigit Danang Joyo, Luthfi Jayadi Kurniawan, Nyoman Wara, dan Roby Arya Brata.

Diketahui, Sigit Danang Joyo merupakan calon Pimpinan KPK yang mendapat 19 suara dari Komisi III DPR pada 2019. Sigit Danang Joyo saat ini menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I. Pria kelahiran 7 April 1976 ini sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Bantuan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Sigit terakhir melaporkan LHKPN pada 27 Februari 2023. Total harta kekayaannya sebesar Rp3,5 miliar lebih. Pada 2019, Sigit mengaku ingin ada pembatasan dalam penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK. Dia mengatakan, penerbitan SP3 harus dilakukan dengan sangat selektif.

Sementara Luthfi Jayadi Kurniawan, pada 2019 tercatat sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Malang. Dia juga dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Malang Corruption Watch. Luthfi mendapat tujuh suara dari Komisi III DPR pada tahun 2019. Saat fit and proper test, Lutfhi bicara soal langkah melibatkan organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah dalam pemberantasan korupsi.

Kemudian Nyoman Wara, merupakan Inspektur Utama Badan Pemeriksa Keuangan. Dia pernah diajukan Presiden Jokowi sebagai calon pengganti Lili Pintauli yang mundur dari KPK pada tahun 2022, namun tidak terpilih.

Pada 2019, Nyoman tidak mendapat suara dari Komisi III DPR. Nyoman tercatat melapor LHKPN pada 28 Maret 2023. Dia tercatat memiliki total harta Rp 2.409.218.966 (Rp 2,4 miliar). Sedangkan Roby Arya Brata, merupakan Asisten Deputi pada Deputi Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet. Roby juga merupakan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).

Roby tak mendapat suara pada pemilihan calon Pimpinan KPK tahun 2019. Dia tercatat melapor LHKPN pada 24 Maret 2023. Roby tercatat memiliki total harta Rp 2.993.379.706 (Rp 2,9 miliar). (idr/c14/bay/bbs/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/