27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Megawati Pasti Bahas Bersama Jokowi, Umumkan Capres Dulu, Baru PDIP Jalin Kerja Sama Parpol

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masa pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) enam bulan lagi. Tepatnya mulai 19 Oktober. Namun, belum ada satu pun parpol atau koalisi parpol yang mendeklarasikan pasangan capres-cawapres.

Sejauh ini, masih sebatas penjajakan koalisi antarparpol sebelum memastikan nama pasangan calon. Demikian juga PDIP. Meski tidak butuh koalisi untuk dapat mengusung calon, toh parpol pemenang Pemilu 2019 itu masih menyimpan rapat sang kandidat.

Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Megawati Soekarnoputri akan memimpin langsung penentuan capres tersebut. “Tentu akan bekerja sama dengan Bapak Jokowi, mengingat beliau berasal dari PDI Perjuangan,” ujarnya kemarin (16/4).

Setelah itu, PDIP akan melakukan kerja sama politik dengan partai lain dalam menghadapi Pemilu 2024. Menurut Hasto, kerja sama politik dibangun dengan asas gotong royong sesuai sari pati dari Pancasila yang telah menjadi kultur bangsa Indonesia.

Hasto mengungkapkan, secara empiris telah ditunjukkan di awal pemerintahan Presiden Jokowi. Saat itu pembangunan sempat terhambat karena manuver kerja sama parpol yang pragmatis di DPR. Karena itu, pihaknya ingin kerja sama tersebut didasarkan pada suatu platform agenda pemerintahan.

Dia mencontohkan kerja sama terkait pangan. PDIP tentu mendorong kedaulatan pangan. Nah, PDIP akan sulit bekerja sama dengan partai yang punya hobi mengimpor pangan. Platform agenda itu sangat penting agar partai yang tergabung koalisi memiliki arah yang sama dalam menjalankan roda pemerintahan. “Kami mendorong platform itu harus menjadi dasar dalam membangun kerja sama politik antarparpol,” tegas politikus asal Jogjakarta tersebut.

Hasto menambahkan, pihaknya memilih untuk mematangkan nama capres sebelum menjalin kerja sama politik. Jika nama Capres sudah ditetapkan, kerja sama baru akan dilakukan. Hal itu juga belajar dari pengalaman pilpres sebelumnya. Setelah PDIP mengumumkan nama capres, terjadi peningkatan frekuensi dalam komunikasi membangun kerja sama politik. “Itu berdasar pengalaman Pemilu 2014 dan 2019,” paparnya.

Pengamat politik Ujang Komarudin menilai Megawati menjadi kunci dalam penentuan capres dan koalisi partai. Sebab, PDIP adalah partai pemenang pemilu dan memiliki tiket untuk mengusung capres sendiri. Namun, Megawati harus berkompromi dengan Jokowi. Sebab, sebagai presiden, Jokowi punya kekuasaan besar dan mengendalikan partai-partai lain. “Tidak lucu kalau Megawati dan Jokowi berbeda sikap politik. Padahal, keduanya satu partai,” kata Ujang.

Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) itu menegaskan, saat ini Jokowi menjadi king maker dalam pembentukan Koalisi Besar yang menggabungkan lima partai. Yakni, Golkar, PPP, PAN, Partai Gerindra, dan PKB, serta diikuti beberapa parpol nonparlemen. (lum/c18/hud/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masa pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) enam bulan lagi. Tepatnya mulai 19 Oktober. Namun, belum ada satu pun parpol atau koalisi parpol yang mendeklarasikan pasangan capres-cawapres.

Sejauh ini, masih sebatas penjajakan koalisi antarparpol sebelum memastikan nama pasangan calon. Demikian juga PDIP. Meski tidak butuh koalisi untuk dapat mengusung calon, toh parpol pemenang Pemilu 2019 itu masih menyimpan rapat sang kandidat.

Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Megawati Soekarnoputri akan memimpin langsung penentuan capres tersebut. “Tentu akan bekerja sama dengan Bapak Jokowi, mengingat beliau berasal dari PDI Perjuangan,” ujarnya kemarin (16/4).

Setelah itu, PDIP akan melakukan kerja sama politik dengan partai lain dalam menghadapi Pemilu 2024. Menurut Hasto, kerja sama politik dibangun dengan asas gotong royong sesuai sari pati dari Pancasila yang telah menjadi kultur bangsa Indonesia.

Hasto mengungkapkan, secara empiris telah ditunjukkan di awal pemerintahan Presiden Jokowi. Saat itu pembangunan sempat terhambat karena manuver kerja sama parpol yang pragmatis di DPR. Karena itu, pihaknya ingin kerja sama tersebut didasarkan pada suatu platform agenda pemerintahan.

Dia mencontohkan kerja sama terkait pangan. PDIP tentu mendorong kedaulatan pangan. Nah, PDIP akan sulit bekerja sama dengan partai yang punya hobi mengimpor pangan. Platform agenda itu sangat penting agar partai yang tergabung koalisi memiliki arah yang sama dalam menjalankan roda pemerintahan. “Kami mendorong platform itu harus menjadi dasar dalam membangun kerja sama politik antarparpol,” tegas politikus asal Jogjakarta tersebut.

Hasto menambahkan, pihaknya memilih untuk mematangkan nama capres sebelum menjalin kerja sama politik. Jika nama Capres sudah ditetapkan, kerja sama baru akan dilakukan. Hal itu juga belajar dari pengalaman pilpres sebelumnya. Setelah PDIP mengumumkan nama capres, terjadi peningkatan frekuensi dalam komunikasi membangun kerja sama politik. “Itu berdasar pengalaman Pemilu 2014 dan 2019,” paparnya.

Pengamat politik Ujang Komarudin menilai Megawati menjadi kunci dalam penentuan capres dan koalisi partai. Sebab, PDIP adalah partai pemenang pemilu dan memiliki tiket untuk mengusung capres sendiri. Namun, Megawati harus berkompromi dengan Jokowi. Sebab, sebagai presiden, Jokowi punya kekuasaan besar dan mengendalikan partai-partai lain. “Tidak lucu kalau Megawati dan Jokowi berbeda sikap politik. Padahal, keduanya satu partai,” kata Ujang.

Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) itu menegaskan, saat ini Jokowi menjadi king maker dalam pembentukan Koalisi Besar yang menggabungkan lima partai. Yakni, Golkar, PPP, PAN, Partai Gerindra, dan PKB, serta diikuti beberapa parpol nonparlemen. (lum/c18/hud/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/