29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

LBH Medan Sulit Dapat Informasi Penyidikan Perambah Hutan Lindung di Langkat

STABAT, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum Medan selaku pendamping masyarakat Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjungpura, kesulitan menerima informasi yang berkaitan proses penyidikan perkara perambahan hutan. Meski status perkara sudah tahap penyidikan, tapi LBH Medan kesulitan dan bahkan harus ‘tegang urat’ dengan penyidik ketika menyoal kasusnya.

Karenanya, LBH Medan menilai, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut tak transparan. “Petugas menyebut, perkara ini atas laporan dari anggota kepolisian (model A), sehingga informasi tidak dapat diberikan. Sikap ini dinilai sebagai sikap tidak siapnya Ditreskrimsus Polda Sumut, untuk diawasi dan dikritik kerjanya oleh masyarakat, sehingga tidak mencerminkan Polri yang profesional, bersih dan transparan, yang akan menimbulkan perspektif negatif dari masyarakat,” ujar Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, akhir pekan kemarin.

Muncul dugaan, terduga pelaku perambahan hutan lindung di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjungpura, masih bebas berkeliaran. Adapun terduga pelaku perambahan hutan dimaksud berinisial SKW, SPD, SS, BS dan MD.

Menurut dia, kerja penyidik cukup lamban. Hal tersebut, ujar dia, membuat masyarakat kecewa.

Sesuai ketentuan pasal 3 dan pasal 44 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 65 dan pasal 70 UU No 32 tahun 2009 tentang PPLH, Ali menambahkan, sangat jelas setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum, akan hak lingkungan yang baik, dan sehat. Juga serta dapat berperan baik dengan penyampaian pengaduan, keberatan, laporan dan berhak untuk mendapatkan akses informasi.

“Maka dari itu jelas LBH Medan atau elemen masyarakat lainnya berhak mengetahui sejauh mana penanganan kasus perambahan hutan di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat ini. Apalagi akibat perambahan hutan, akan berdampak kepada peradaban umat manusia di bumi ini,” ujar Ali.

Dalam hal ini, penyidik pernah mengamankan 1 unit alat berat ekskavator dari dalam hutan pada medio awal Februari 2024. Namun proses perkaranya, sebut Ali, malah tidak menunjukkan progres atau melempem.

Buktinya, penyidik belum ada menetapkan tersangka. “Hingga saat ini belum ada kejelasan adanya penetapan tersangka. Walau saat ini perkaranya sudah pada tahap penyidikan berdasarkan keterangan petugas Unit 4 Ditreskrimsus Polda Sumut kepada Tim LBH Medan,” ujarnya.

Dia juga menyoal pengaduan masyarakat atau Dumas yang disampaikan Ilham Mahmudi pada 16 Februari 2024 terkait hal sama, dugaan perambahan hutan.

Namun diduga tidak pernah diproses oleh Ditreskrimsus Polda Sumut. “Patut diketahui bahwa aktivitas perambahan hutan diduga ilegal ini, telah berlangsung lama yang dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana pasal 78 ayat (2) UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” bebernya.

Konflik berkepanjangan soal perambahan hutan ini, Ali menilai, masyarakat menjadi korbannya. Menurut dia, informasi dan pemantauan LBH Medan di lapangan menyebut terduga pelaku masih bebas berkeliaran. Bahkan menunjukkan sikap seakan-akan tak tersentuh aparat penegak hukum.

“LBH Medan mendesak Kapolda Sumut, agar memerintah Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut untuk segera menetapkan tersangka atas adanya dugaan tindak pidana perambahan hutan di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura. Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka agar tidak melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana dan demi untuk meminimalisir potensi intimidasi terhadap masyarakat yang menentang perambahan hutan ini,” tukasnya. (ted/tri)

STABAT, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum Medan selaku pendamping masyarakat Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjungpura, kesulitan menerima informasi yang berkaitan proses penyidikan perkara perambahan hutan. Meski status perkara sudah tahap penyidikan, tapi LBH Medan kesulitan dan bahkan harus ‘tegang urat’ dengan penyidik ketika menyoal kasusnya.

Karenanya, LBH Medan menilai, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut tak transparan. “Petugas menyebut, perkara ini atas laporan dari anggota kepolisian (model A), sehingga informasi tidak dapat diberikan. Sikap ini dinilai sebagai sikap tidak siapnya Ditreskrimsus Polda Sumut, untuk diawasi dan dikritik kerjanya oleh masyarakat, sehingga tidak mencerminkan Polri yang profesional, bersih dan transparan, yang akan menimbulkan perspektif negatif dari masyarakat,” ujar Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, akhir pekan kemarin.

Muncul dugaan, terduga pelaku perambahan hutan lindung di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjungpura, masih bebas berkeliaran. Adapun terduga pelaku perambahan hutan dimaksud berinisial SKW, SPD, SS, BS dan MD.

Menurut dia, kerja penyidik cukup lamban. Hal tersebut, ujar dia, membuat masyarakat kecewa.

Sesuai ketentuan pasal 3 dan pasal 44 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 65 dan pasal 70 UU No 32 tahun 2009 tentang PPLH, Ali menambahkan, sangat jelas setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum, akan hak lingkungan yang baik, dan sehat. Juga serta dapat berperan baik dengan penyampaian pengaduan, keberatan, laporan dan berhak untuk mendapatkan akses informasi.

“Maka dari itu jelas LBH Medan atau elemen masyarakat lainnya berhak mengetahui sejauh mana penanganan kasus perambahan hutan di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat ini. Apalagi akibat perambahan hutan, akan berdampak kepada peradaban umat manusia di bumi ini,” ujar Ali.

Dalam hal ini, penyidik pernah mengamankan 1 unit alat berat ekskavator dari dalam hutan pada medio awal Februari 2024. Namun proses perkaranya, sebut Ali, malah tidak menunjukkan progres atau melempem.

Buktinya, penyidik belum ada menetapkan tersangka. “Hingga saat ini belum ada kejelasan adanya penetapan tersangka. Walau saat ini perkaranya sudah pada tahap penyidikan berdasarkan keterangan petugas Unit 4 Ditreskrimsus Polda Sumut kepada Tim LBH Medan,” ujarnya.

Dia juga menyoal pengaduan masyarakat atau Dumas yang disampaikan Ilham Mahmudi pada 16 Februari 2024 terkait hal sama, dugaan perambahan hutan.

Namun diduga tidak pernah diproses oleh Ditreskrimsus Polda Sumut. “Patut diketahui bahwa aktivitas perambahan hutan diduga ilegal ini, telah berlangsung lama yang dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana pasal 78 ayat (2) UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” bebernya.

Konflik berkepanjangan soal perambahan hutan ini, Ali menilai, masyarakat menjadi korbannya. Menurut dia, informasi dan pemantauan LBH Medan di lapangan menyebut terduga pelaku masih bebas berkeliaran. Bahkan menunjukkan sikap seakan-akan tak tersentuh aparat penegak hukum.

“LBH Medan mendesak Kapolda Sumut, agar memerintah Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut untuk segera menetapkan tersangka atas adanya dugaan tindak pidana perambahan hutan di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura. Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka agar tidak melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana dan demi untuk meminimalisir potensi intimidasi terhadap masyarakat yang menentang perambahan hutan ini,” tukasnya. (ted/tri)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/