26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tanpa Pancasila, Indonesia Tidak Ada

Pdt Andreas A Yawangoe
Ketua PGI

Bila tidak berlandaskan pada falsafah negara, yakni Pancasila, berarti bukan Indonesia yang dicita-citakan.
Ketua PGI Pdt Andreas A Yawangoe mengemukakan, Indonesia tidak dapat dipahami tanpa Pancasila. “Pancasila adalah identitas bangsa, yang memberikan visualisasi terhadap terhadap masyarakat bangsa dan negara,” kata dia.

Bagi dia, Indonesia bisa saja tetap ada, namun bila tidak berlandaskan pada falsafah negara, yakni Pancasila, berarti bukan Indonesia yang dicita-citakan. Yewangoe pun mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk tidak sekalipun melupakan sejarah, bahwa penemu Pancasila adalah Soekarno.
“Jangan sampai karena kita melupakan sejarah, dan menjadi pengkhianat di depan Mahkamah Sejarah,” tegasnya.

Dia mengapresiasi empat pilar yang sekarang ini dikampanyekan MPR RI. Tapi, lanjut Yewangoe, empat pilar harus direvitalisasi, agar mempunyai visi. “Dalam agama kami, dimana tidak ada visi, rakyat binasa, karenanya perlunya negara memiliki misi, dan itulah Pancasila.”

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak bisa dilepaskan dengan sila-sila lainnya, maka bila dilepaskan, kecenderunganya akan terjadi. “Dari perspektif agama Kristen, ini wujud kasih Allah kepada manusia, dan Pancasila adalah masa depan Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, intoleransi yang marak belakangan ini akibat pemahaman dan pengamalan keliru terhadap Pancasila. “Itulah yang oleh Bung Karno dirumuskan sebagai segenap rakyat Indonesia hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,” ujarnya. Karena itu, iman kita kepada Tuhan tidak boleh membuat kita lupa bahwa kita adalah satu bangsa. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Agil Siradj mengatakan tidak ada tempat lagi di Indonesia bagi aspirasi untuk menjadikan negara Islam. Sebab nilai-nilai Islam sudah terkandung pada Pancasila.

Ia juga menegaskan Pancasila merupakan falsafah dasar tertinggi NKRI dari dulu hingga sampai kapan pun. “Tidak ada lagi tempat bagi organisasi yang memperjuangkan negara Islam, apalagi dengan kekerasan dan teror. Organisasi seperti itu harus dikategorikan sebagai organisasi kriminal dan harus ditindak.  Yang ingin membangun negara Islam pindah saja ke Afghanistan,” kata Said Agil Siradj di gedung MPR.

Sedangkan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, adalah sebuah ironi jika masyarakat Indonesia mengabaikan nilai-nilai Pancasilan, sementara negara lain menyanjung ideologi yang digali Soekarno itu. “Pimpinan rohaniawan Roma Katolik Paus Benediktus XVI, dan tokoh intelektual Katolik mengutarakan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah ideologi yang relevan dan menata dunia baru,” ungkap Din.

Din mengimbau segenap masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai rumah surgawi, dan wadah bersama segenap warga negara. “Pancasila adalah kearifan dan kebijakan yang menginginkan keutuhan bangsa dan negara.”

Namun, dia mengakui, masih ada kelompok yang berupaya memaksakan ideologinya kepada orang lain. “Belum lagi  masih ada persoalan yang perlu diselesaikan, diantaranya korupsi, kolusi,  nepotisme dan manipulasi yang merugikan negara.” “Pancasila bukan hanya suatu pilar, tapi juga telah menjadi bangunan kokoh yang menangungi 240 juta penduduk Indonesia,” tutup dia. (bbs)

Pdt Andreas A Yawangoe
Ketua PGI

Bila tidak berlandaskan pada falsafah negara, yakni Pancasila, berarti bukan Indonesia yang dicita-citakan.
Ketua PGI Pdt Andreas A Yawangoe mengemukakan, Indonesia tidak dapat dipahami tanpa Pancasila. “Pancasila adalah identitas bangsa, yang memberikan visualisasi terhadap terhadap masyarakat bangsa dan negara,” kata dia.

Bagi dia, Indonesia bisa saja tetap ada, namun bila tidak berlandaskan pada falsafah negara, yakni Pancasila, berarti bukan Indonesia yang dicita-citakan. Yewangoe pun mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk tidak sekalipun melupakan sejarah, bahwa penemu Pancasila adalah Soekarno.
“Jangan sampai karena kita melupakan sejarah, dan menjadi pengkhianat di depan Mahkamah Sejarah,” tegasnya.

Dia mengapresiasi empat pilar yang sekarang ini dikampanyekan MPR RI. Tapi, lanjut Yewangoe, empat pilar harus direvitalisasi, agar mempunyai visi. “Dalam agama kami, dimana tidak ada visi, rakyat binasa, karenanya perlunya negara memiliki misi, dan itulah Pancasila.”

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak bisa dilepaskan dengan sila-sila lainnya, maka bila dilepaskan, kecenderunganya akan terjadi. “Dari perspektif agama Kristen, ini wujud kasih Allah kepada manusia, dan Pancasila adalah masa depan Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, intoleransi yang marak belakangan ini akibat pemahaman dan pengamalan keliru terhadap Pancasila. “Itulah yang oleh Bung Karno dirumuskan sebagai segenap rakyat Indonesia hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,” ujarnya. Karena itu, iman kita kepada Tuhan tidak boleh membuat kita lupa bahwa kita adalah satu bangsa. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Agil Siradj mengatakan tidak ada tempat lagi di Indonesia bagi aspirasi untuk menjadikan negara Islam. Sebab nilai-nilai Islam sudah terkandung pada Pancasila.

Ia juga menegaskan Pancasila merupakan falsafah dasar tertinggi NKRI dari dulu hingga sampai kapan pun. “Tidak ada lagi tempat bagi organisasi yang memperjuangkan negara Islam, apalagi dengan kekerasan dan teror. Organisasi seperti itu harus dikategorikan sebagai organisasi kriminal dan harus ditindak.  Yang ingin membangun negara Islam pindah saja ke Afghanistan,” kata Said Agil Siradj di gedung MPR.

Sedangkan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, adalah sebuah ironi jika masyarakat Indonesia mengabaikan nilai-nilai Pancasilan, sementara negara lain menyanjung ideologi yang digali Soekarno itu. “Pimpinan rohaniawan Roma Katolik Paus Benediktus XVI, dan tokoh intelektual Katolik mengutarakan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah ideologi yang relevan dan menata dunia baru,” ungkap Din.

Din mengimbau segenap masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai rumah surgawi, dan wadah bersama segenap warga negara. “Pancasila adalah kearifan dan kebijakan yang menginginkan keutuhan bangsa dan negara.”

Namun, dia mengakui, masih ada kelompok yang berupaya memaksakan ideologinya kepada orang lain. “Belum lagi  masih ada persoalan yang perlu diselesaikan, diantaranya korupsi, kolusi,  nepotisme dan manipulasi yang merugikan negara.” “Pancasila bukan hanya suatu pilar, tapi juga telah menjadi bangunan kokoh yang menangungi 240 juta penduduk Indonesia,” tutup dia. (bbs)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/