JAKARTA-Indonesia kembali kehilangan pahlawan sepak bolanya. Ribut Waidi (50), seorang punggawa tim nasional yang sukses mengantarkan Indonesia meraih emas SEA Games 1987, kini tinggal legenda. Dia tutup usia dalam usia 50 tahun, di kediamannya Jalan Wahyu Asri Dalam IV DD-70 Semarang, Minggu (3/6).
Ribut merupakan salah satu bintang sepak bola nasional pada era 1980 hingga 1990-an. Pria kelahiran 5 Desember 1962 ini mencuatkan namanya sebagai salah satu bintang sepak bola Indonesia setelah berhasil membawa klubnya, PSIS Semarang, menjuarai Liga Perserikatan pada 1987. Dalam laga final yang digelar di Stadion Senayan (kini Gelora Bung Karno) tersebut, PSIS melibas Persebaya Surabaya 1-0. Meski gol kemenangan PSIS dicetak oleh Tugiman, Ribut tetap berjasa hingga dinobatkan sebagai pemain terbaik dalam pertandingan tersebut.
Setelah itu, karier profesionalnya pun melejit. Ia kemudian dipanggil PSSI untuk membela skuad “Merah Putih” di turnamen bergengsi SEA Games 1987. Di turnamen paling bergengsi itu, nama sang legenda pun semakin bersinar setelah mampu mencetak satu-satunya gol kemenangan Indonesia di partai final ketika mengempaskan Malaysia 1-0 pada 20 September 1987 di Stadion Senayan.
Kemenangan atas Malaysia itu sekaligus membawa Indonesia meraih medali emas pertama di cabang sepak bola SEA Games. Walhasil, pemain yang selalu memakai nomor punggung 10 tersebut kemudian selalu menjadi andalan timnas sepanjang 1989-1990 di beberapa kejuaraan internasional, antara lain Piala Kemerdekaan, Kualifikasi Piala Asia, dan Pra-Piala Dunia.
Kini Ribut telah tiada. Setelah disemayamkan di rumah duka, jenazah dimakamkan di tempat pemakaman umum Giriloyo, Ngaliyan, Semarang, sekitar pukul 14.00 kemarin. Tampak hadir kerabat, sahabat, dan anak didiknya mengantar pencetak gol kemenangan Indonesia di SEA Games 1987 itu. Ribut meninggalkan seorang istri Nunik, dan tiga anak Widi Nick Pratama, Varadini Ribut Waidi, dan Sonia Ribut Waidi.
Menurut Supriyanto (40), kerabat almarhum, tidak ada tanda-tanda sakit sebelum Ribut meninggal. Malam sebelumnya, ia masih sempat berolahraga. Namun, Minggu pagi kemarin ketika bangun tidur pukul 05.00, Ribut merasakan sakit dan tubuhnya kaku.
“Bangun tidur, subuh beliau mengaku sakit dan minta dikeroki, katanya badannya sakit dan kaku. Sempat juga mau dipanggilkan dokter, namun dokter belum sempat datang beliau sudah meninggal,” katanya.
Di mata rekannya, Ribut adalah sosok pemain yang sabar dan ramah. Sudaryanto (51), rekan setim di PSIS Semarang era 80-an mengatakan, Ribut juga pandai mencairkan suasana. “Orangnya memang unik dan tidak bisa diduga. Kalau kami sedang bicara serius, dia bisa melawak untuk mencairkan suasana,” kata mantan kapten PSIS tersebut.(jpnn)