Sidang Lanjutan Mantan Wadir Narkoba Poldasu
MEDAN-Sidang lanjutan perkara kepemilikan psikotropika jenis happy five dengan terdakwa Man tan Wadir Narkoba Polda Sumut, AKBP Apriyanto Basuki Rahmad kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (12/6).
Dalam sidang itu dua orang saksi yang meringankan terdakwa dihadirkan diantaranya M Sakti Siregar, PNS Klinik Kemenkumham Medan dan Prof dr Rosita, Dosen di Fakultas Farmasi USU.
Saksi M Sakti Siregar mengatakan, untuk menentukan seseorang menggunakan psikotropika dapat dilakukan melalui tes urine. Pada pengguna baru, 14 hari setelah dikonsumsi maka kandungan psikotropika tersebut sudah hilang.
“Untuk pengguna ganja maksimalnya 1 bulan, heroin 1 bulan. Maka lewat dari batas tersebut, hasil tes urine tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Menurutnya, seseorang yang menggunakan happy five tidak menimbulkan ketergantungan.
“Tanda-tandanya orang tersebut akan terlihat gembira seperti tidak ada masalah. Tapi hasil tes urine tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena akurasi hingga 100 persen tidak ada,” terangnya dihadapan majelis hakim yang diketuai Asban Panjaitan SH MH.
Sementara, saksi dr Rosita dalam keterangannya mengatakan, di dalam pil happy five terkandung nimetazepam yang merupakan psikotropika golongan III. “Setelah dikonsumsi, dalam 30 menit kemudian, kandungannya masih bisa dideteksi melalui tes urine hingga maksimalnya 14 hari setelah obat tersebut dikonsumsi,” urainya.
Pil happy five, katanya, bila dikonsumsi bisa menimbulkan ketergantungan dan membuat seseorang berhalusinasi dan mudah tidur.
“Pil ini sebenarnya untuk penenang dan biasanya digunakan untuk mengobati kecemasan akibat tidak bisa tidur,” jelasnya.
Menurutnya, pil ini tidak bebas diperjualbelikan, karena setiap 6 bulan sekali harus ada laporan ke depkes. “Termasuk obat keras tertentu. Memang bila ingin dibeli di apotek, harus sesuai resep dokter dan sepengetahuan dokter. Jadi tidak sembarangan untuk mendapatkannya,” ucapnya.
Untuk menentukan seseorang menggunakan psikotropika, dapat dilakukan tes darah, urine dan rambut. Dalam pemeriksaan tes urine seseorang yang mengkonsumsi psikotropika, harus diberi label nama. “Jadi, kalau dibotol urine tidak ada nama urine seseorang yang diperiksa, maka itu tidak sah.,” tegasnya.
Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi yang meringankan terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga minggu depan, Rabu (20/6).
Sementara itu, AKBP Aprianto saat dimintai keterangannya usai sidang mengatakan tes urine atas dirinya dilakukan setelah pulang dari Bangkok tepatnya 4 hari pasca penggerebekan.
“Hasilnya dirahasiakan kepada saya, selain itu pada botol tes urine tidak ada label nama saya. Ini berarti ada rekayasa yang dilakukan. Setelah itu, untuk pembanding tes urine ini, pada 17 Februari, saya mendatangi tempat praktek dr Sakti di Jalan Bhayangkara dan ternyata hasilnya negatif,” tegas Aprianto.
PN Medan Didemo
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Pemerhati Hukum Sumatera Utara, melakukan aksi unjuk rasa ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (12/6).
Aksi tersebut nyaris ricuh, sebab massa yang membawa spanduk dan poster berisi tuntutan mereka sempat memaksa untuk masuk ke dalam ruang PN Medan.
Dalam orasinya, Koordinator Aksi, Lucky Nasution mengatakan situasi peradilan Indonesia mengalami banyak permasalahan khususnya menyangkut perangkat Yudisial yang cenderung menjauhkan masyarakat dari rasa keadilan. Sayangnya, kondisi ini tidak diikuti oleh kapasitas hukum dan daya resistensi yang kuat dari masyarakat terhadap proses hukum.
“Untuk itu kami meminta kepada Ketua PN Medan dan majelis hakim yang menangani perkara mantan Wadir Narkoba Poldasu, Aprianto untuk membuka fakta-fakta hukum yang sebenarnya dalam persidangan. Selain itu kami meminta agar permohonan penangguhan penahanan terhadap terdakwa dikabulkan mengingat terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan sangat kooperatif dalam persidangan,” ujarnya.
Massa juga meminta Ketua PN Medan dan majelis hakim dapat memutuskan perkara tersebut dengan adil tanpa intervensi dari pihak manapun.
“Kami juga ingin komisi yudisial agar mengawasi proses persidangan terkait kasus yang menjerat mantan Wadir Narkoba Poldasu, AKBP Aprianto,” ucap Lucky Nasution.
Bahkan, dalam aksi unjuk rasa itu, massa meminta Ketua PN Medan maupun majelis hakim agar menandatangani surat pernyataan yang berisi tidak akan ada intervensi dari siapa pun dalam menangani kasus tersebut.
Massa diterima oleh Nelson Marbun, Humas PN Medan.
“Surat pernyataan ini akan kami sampaikan kepada Kepala PN Medan karena beliau sedang tidak berada ditempat. Tapi kami tidak bisa menandatangani surat pernyataan ini. Karena semua kasus yang disidangkan di pengadilan sesuai fakta di persidangan. Pengadilan tidak akan membeda-bedakan kasus, dan tidak ada intervensi dalam persidangan kasus Aprianto,” tegas Nelson Marbun. (far)