JAKARTA-Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) meraih peringkat ketiga terburuk di Indonesia. Hal ini didasarkan saran dan keluhan masyarakat (SKM) menyangkut perilaku buruk oknum Poldasu yang berjumlah 173 kasus.
Peringkat pertama paling banyak (terburuk) mendapat SKM adalah Polda Metro Jaya dengan 245 kasus. Menyusul setelah itu, Polda Jatim menempati posisi kedua dengan 176 kasus. Seperti diberitakan Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), ranking tersebut mengacu pada Laporan Semester Pertama Tahun 2012 oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
“Sekurang-kurangnya ada 10 SKM masuk ke Kompolnas setiap harinya,” kata Komisionern
Edi Saputra Hasibuan sembari mengatakan pada 2011 lalu, ada 1536 SKM yang diterima Kompolnas.
Dia menyebut, mekanisme pelaporan yang diajukan, beragam. Ada yang disampaikan langsung datang ke Kompolnas, laporan telepon, melalui surat resmi dan surat elektronik, serta pesan singkat alias SMS.
Dia menggambarkan, kasus terbanyak yang diadukan ke Kompolnas, terkait masalah penyalahgunaan wewenang, pelayanan yang buruk, diskriminasi atau penanganan perkara yang berat sebelah, serta diskresi atau pengambilan keputusan yang keliru.
Kemudian, Edi mencatat sekurang-kurangnya ada 800 laporan bersifat tembusan yang masuk ke Kompolnas. Tingginya, SKM yang masuk kantong Kompolnas duganya, dipicu tingginya kesadaran hukum masyarakat serta keinginan personel Polri mereformasi kepolisian.
Lebih jauh, Edi memaparkan, kompetensi Kompolnas menerima dan menindaklanjuti SKM diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2011. Dia menjabarkan upaya menindaklanjuti SKM yang masuk. Setelah menerima laporan, komisioner akan meneliti mana laporan prioritas dan mana yang tidak.
Biasanya, SKM ditembuskan ke internal kepolisian lewat Inspektorat Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan. Apabila sifat laporannya terkait Polda, maka SKM ditembuskan ke jajaran Inspektorat Pengawasan Daerah Polda.
Hari Ini, Kompolnas ke Mapoldasu
Terkait dengan SKM, hari ini dipastikan Kompolnas turun ke Mapoldasu. Mereka akan menindaklanjuti 18 laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Kompolnas. Baik itu terekamnya empat perwira tengah bermain judi di ruang Wakapolres Samosir, hingga dugaan pembunuhan seorang istri yang dilakukan oleh sang suami yang merupakan oknum anggota polisi.
“Saya bersama tim yang berjumlah enam orang, besok (hari ini, Red), akan turun ke Poldasu,” kata Edi kepada Sumut Pos, kemarin di Jakarta.
Menurutnya, langkah ini diambil setelah Kompolnas menerima banyaknya laporan pengaduan dari masyarakat. “Poldasu itu termasuk Polda yang paling banyak mendapat pengaduan dari masyarakat,” jelasnya.
Edi memaparkan, sejak Januari lalu saja setidaknya terdapat 36 laporan pengaduan yang masuk tentang Poldasu. Namun memang ia memastikan, hanya 18 pengaduan kasus yang dapat ditindaklanjuti untuk diklarifikasi. Sementara sisanya 18 pengaduan lain, cukup diselesaikan oleh Polda Sumut.
Beberapa pengaduan yang menjadi fokus Kompolnas kali ini, di antaranya terkait peristiwa terekamnya dalam kamera empat oknum perwira polisi yang tengah bermain judi di ruang Wakapolres Samosir beberapa waktu lalu. Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, mereka masing-masing AKP M Sihombing (Kasat Sabhrasa Polres Samosir), AKP Sutedja (Kasat Intelkam Polres Samosir), AKP L Sihombing (Kasat Binmas Polres Samosir) dan AKP A Sinaga (Kapolsek Pangururan).
Mereka disebut-sebut terekam tengah bermain judi joker antara pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. “Hal ini merupakan bagian yang akan diklarifikasi. Sudah bagaimana dan sampai di mana penanganan pemeriksaannya. Kita pasti minta Polda memberi jawaban soal itu,” ungkap Edi.
Selain itu, hal lain yang menjadi fokus perhatian Kompolnas kali ini, terkait laporan dari keluarga korban di Labusel. Mereka curiga seorang anggota keluarganya yang bernama Nurhalimah Harahap, tewas karena diracun oleh suaminya yang merupakan oknum anggota polisi. “Itu di Labusel. Tentu ini juga akan kita klarifikasi, apakah penanganannya sudah baik. Atau, apa kendala di lapangan. Mereka curiga, pelakunya merupakan suami korban. Dari aduan yang kita terima, menyebutkan korban tewas karena diracun,” urai Edi.
Hanya saja memang diakui Edi kemudian, tidak semua aduan tersebut sudah pasti benar. Untuk itulah mengapa Kompolnas merasa perlu melakukan klarifikasi. “Semua informasi tersebut, harus kita klarifikasi terlebih dahulu kebenarannya. Artinya aduan belum sepenuhnya bisa dipertanggungjawabkan. Makanya harus dicek ke penyidik. Jadi kita datang ke Poldasu dalam rangka pengecekan sejumlah saran dan keluhan masyarakat yang diadukan masyarakat ke kompolnas,” jelasnya.
Selain itu menurutnya, juga dalam rangka sosialisasi Kompolnas di jajaran Polda Sumut. “Nanti jajaran Polda mulai dari pejabat dan anggota akan dikumpulkan untuk mendapat pencerahan soal Kompolnas,” pungkasnya. (gir)