27 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pengusaha Trauma Sengketa Tanah

Terkait Pembangunan KIM 4

SENGKETA: Massa dari Kelompok Tani Mabar Manunggal (KTMM) saat melakukan aksi penolakan pengukuran ulang  lahan sengketa  telah berdiri bangunan perindustrian, beberapa waktu lalu.//fachrul rozi/sumut pos
SENGKETA: Massa dari Kelompok Tani Mabar Manunggal (KTMM) saat melakukan aksi penolakan pengukuran ulang di lahan sengketa yang telah berdiri bangunan perindustrian, beberapa waktu lalu.//fachrul rozi/sumut pos

MEDAN- Kawasan Industri Medan (KIM) 4 yang direncanakan akan dibangun pada tahun 2013 mendatang, diharapkan dapat lebih baik dari pembangunan kawasan industri sebelumnya. Terutama dalam hal legalitas lahan, yang sering membuat para pengusaha trauma.

“Kalau pengusaha hanya butuh legalitas lahan. Jangan sampai lahan ini nantinya bermasalah, padahal pabrik dibangun. Inikan sama saja dengan membuat pengusaha rugi,” ujar Bendahara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adyaksa.

Apalagi di Sumut kecendrungan bersengketa tanah. “Seperti beberapa tahun yang lalu, KIM sengketa dengan tanah PTPN. Ini yang membuat pengusaha trauma,” lanjutnya.

Selain itu, Laksamana menerangkan, untuk Sumatera Utara yang selalu menjadi kendala bagi pengusaha adalah energi. Baik gas maupun listrik. “Masalah kita dari tahun ke tahun kan sama, kekurangan energi. Jadi, setidaknya ada fasilitas lah yang diberikan untuk kita,” lanjutnya. Fasilitas yang dimaksud seperti energi yang tersedia, jalan, dan pelabuhan.

“Kalau pelabuhan, jarak KIM dengan pelabuhan sejatinya sudah dekat. Tapi, energi dan jalannya ini yang masih terkendala. Bayangkan dan lihat saja jalan di KIM 2 dan 3. Berabu dan berbatu,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Minyak dan Gas (Apimigas), Johan Brien menyatakan dirinya bersyukur bila saat ini ada rencana pembangunan KIM 4. Tetapi seharusnya lebih profesional dibandingkan kawasan terdahulu. “Semoga nantinya di sana bukan hanya untuk investasi, tetapi memang yang akan membangun pabrik. Sehingga dapat membuka lapangan kerja,” ujarnya.

Dia mencotohkan pada KIM 2 yang saat ini sedang beroperasi, di mana masih ada bangunan kosong, itu untuk investasi tanah saja. “Kalau begini, sama saja dengan bohong kan. Sama saja tidak membuka lapangan kerja apalagi menaikkan pendapatan penduduk,” ungkapnya.

Seperti ungkapan Laksamana, Johan Brien juga menyatakan bahwa kendala yang akan dihadapi adalah energi. Karena itu, diharapkan nantinya KIM 4 akan memiliki pembangkit listrik cadangan. Walau sudah ada energi terbaru berupa biomassa, tetapi itupun tidak akan menurunkan biaya produksi. “Pembangkit listrik biomassa itu kan terbuat dari cangkang sawit, nah cangkang itupun sekarang sudah diekspor. Jadi, akan rebutan untuk mendapatkan cangkang. Berlakulah hukum ekonomi, mahal lah harga cangkang, jadi tambahlah biaya produksi,” tambahnya.

Karena itu, harapannya ke depan, untuk menyelamatkan industri, pemerintah melarang ekspor sumber energi seperti batubara, gas, cangkang sawit, dan lainnya. “Ini, sikit-sikit ekspor, sikit-sikit ekspor. Kapan kita bisa hidup dengan nyaman? Kalau terus ketakutan tidak ada bahan bakar,” lanjutnya.
Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) PT KIM, Gandhi L Tambunan menjelaskan soal pembangunan KIM 4 tinggal menunggu waktu saja. “Proses KIM 4 sampai saat ini dalam tahap pembebasan lahan. Lahan dimiliki oleh masyarakat. Pihak ketiga masih menego harga karena harganya naik dan turun,” ujarnya.

Cost Tinggi, Produksi Industri Kurang Maksimal

Gandhi Tambunan, mengaku produksi ratusan perusahaan di KIM sampai saat ini masih belum berjalan maksimal. Bahkan cost (beban biaya) produksi terus mengalami kenaikan. Ini diakibatkan belum adanya jaminan pasokan gas untuk memenuhi kuota kebutuhan industri dari Perusahaan Gas Negara (PGN).

“Dampak dari minimnya pasokan gas jelas mengganggu dan menimbulkan cost tinggi bagi kalangan industri, kalau sudah begini produksi industri juga tidak maksimal,” kata Gandhi Tambunan beberapa hari lalu.

Ketersediaan gas bagi kalangan industri memang sangat dibutuhkan, sayangnya hingga saat ini distribusi gas terhadap 336 pelaku usaha di KIM belum terpenuhi, bahkan malah berkurang. “Saya tidak tahu jumlah pastinya kebutuhan pasokan gas untuk industri berapa, tapi kita berharap PGN agar lebih mengutamakan kepentingan industri dan jangan malah mengurangi pasokan gas,” tambahnya.

Di samping ketersediaan gas yang menjadi kendala kata, Gandhi kebutuhan listrik juga dipertanyakan dan menjadi sorotan para pelaku usaha di KIM. Untuk sekarang ini ada sekitar 50 persen industri yang masih menggunakan listrik dari PLN dengan jumlah pasokan 90 MW (megawatt), sedangkan 50 persen lagi perusahaan menggunakan mesin generator sendiri.

“Kalau pasokan listrik yang dibutuhkan secara keseluruhan mencapai 250 MW. Namun begitu, dengan berdiri dan dibanguanya PLTU biomassa 2×15 MW di KIM 3, nantinya dapat menjadi solusi persoalan pasokan krisis listrik yang terjadi saat ini,” ungkap dia.

PLTU biomassa yang dibangun oleh perusahaan Growth Steel Group nantinya akan mendistribusikan tenaga listrik kepada industri-industri yang ada di KIM. Perusahaan listrik tenaga uap menggunakan bahan bakar dari energi terbaru yakni sekam padi, cangkang kelapa sawit, serbuk kayu, dan tungkul jagung tersebut diharapkan dapat memenuhi kekurangan pasokan listrik industri.

“Separuh dari hasil energi produksi PLTU biomassa yang akan dipasok ke industri, mudah-mudahan ini mampu meningkatkan ketahanan energi listrik di KIM. Sedangkan separuhnya lagi dipakai perusahaan Growth Steel Group untuk kebutuhan beberapa industrinya milik perusahaan itu,” pungkasnya. (ram/mag-17)

Terkait Pembangunan KIM 4

SENGKETA: Massa dari Kelompok Tani Mabar Manunggal (KTMM) saat melakukan aksi penolakan pengukuran ulang  lahan sengketa  telah berdiri bangunan perindustrian, beberapa waktu lalu.//fachrul rozi/sumut pos
SENGKETA: Massa dari Kelompok Tani Mabar Manunggal (KTMM) saat melakukan aksi penolakan pengukuran ulang di lahan sengketa yang telah berdiri bangunan perindustrian, beberapa waktu lalu.//fachrul rozi/sumut pos

MEDAN- Kawasan Industri Medan (KIM) 4 yang direncanakan akan dibangun pada tahun 2013 mendatang, diharapkan dapat lebih baik dari pembangunan kawasan industri sebelumnya. Terutama dalam hal legalitas lahan, yang sering membuat para pengusaha trauma.

“Kalau pengusaha hanya butuh legalitas lahan. Jangan sampai lahan ini nantinya bermasalah, padahal pabrik dibangun. Inikan sama saja dengan membuat pengusaha rugi,” ujar Bendahara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adyaksa.

Apalagi di Sumut kecendrungan bersengketa tanah. “Seperti beberapa tahun yang lalu, KIM sengketa dengan tanah PTPN. Ini yang membuat pengusaha trauma,” lanjutnya.

Selain itu, Laksamana menerangkan, untuk Sumatera Utara yang selalu menjadi kendala bagi pengusaha adalah energi. Baik gas maupun listrik. “Masalah kita dari tahun ke tahun kan sama, kekurangan energi. Jadi, setidaknya ada fasilitas lah yang diberikan untuk kita,” lanjutnya. Fasilitas yang dimaksud seperti energi yang tersedia, jalan, dan pelabuhan.

“Kalau pelabuhan, jarak KIM dengan pelabuhan sejatinya sudah dekat. Tapi, energi dan jalannya ini yang masih terkendala. Bayangkan dan lihat saja jalan di KIM 2 dan 3. Berabu dan berbatu,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Minyak dan Gas (Apimigas), Johan Brien menyatakan dirinya bersyukur bila saat ini ada rencana pembangunan KIM 4. Tetapi seharusnya lebih profesional dibandingkan kawasan terdahulu. “Semoga nantinya di sana bukan hanya untuk investasi, tetapi memang yang akan membangun pabrik. Sehingga dapat membuka lapangan kerja,” ujarnya.

Dia mencotohkan pada KIM 2 yang saat ini sedang beroperasi, di mana masih ada bangunan kosong, itu untuk investasi tanah saja. “Kalau begini, sama saja dengan bohong kan. Sama saja tidak membuka lapangan kerja apalagi menaikkan pendapatan penduduk,” ungkapnya.

Seperti ungkapan Laksamana, Johan Brien juga menyatakan bahwa kendala yang akan dihadapi adalah energi. Karena itu, diharapkan nantinya KIM 4 akan memiliki pembangkit listrik cadangan. Walau sudah ada energi terbaru berupa biomassa, tetapi itupun tidak akan menurunkan biaya produksi. “Pembangkit listrik biomassa itu kan terbuat dari cangkang sawit, nah cangkang itupun sekarang sudah diekspor. Jadi, akan rebutan untuk mendapatkan cangkang. Berlakulah hukum ekonomi, mahal lah harga cangkang, jadi tambahlah biaya produksi,” tambahnya.

Karena itu, harapannya ke depan, untuk menyelamatkan industri, pemerintah melarang ekspor sumber energi seperti batubara, gas, cangkang sawit, dan lainnya. “Ini, sikit-sikit ekspor, sikit-sikit ekspor. Kapan kita bisa hidup dengan nyaman? Kalau terus ketakutan tidak ada bahan bakar,” lanjutnya.
Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) PT KIM, Gandhi L Tambunan menjelaskan soal pembangunan KIM 4 tinggal menunggu waktu saja. “Proses KIM 4 sampai saat ini dalam tahap pembebasan lahan. Lahan dimiliki oleh masyarakat. Pihak ketiga masih menego harga karena harganya naik dan turun,” ujarnya.

Cost Tinggi, Produksi Industri Kurang Maksimal

Gandhi Tambunan, mengaku produksi ratusan perusahaan di KIM sampai saat ini masih belum berjalan maksimal. Bahkan cost (beban biaya) produksi terus mengalami kenaikan. Ini diakibatkan belum adanya jaminan pasokan gas untuk memenuhi kuota kebutuhan industri dari Perusahaan Gas Negara (PGN).

“Dampak dari minimnya pasokan gas jelas mengganggu dan menimbulkan cost tinggi bagi kalangan industri, kalau sudah begini produksi industri juga tidak maksimal,” kata Gandhi Tambunan beberapa hari lalu.

Ketersediaan gas bagi kalangan industri memang sangat dibutuhkan, sayangnya hingga saat ini distribusi gas terhadap 336 pelaku usaha di KIM belum terpenuhi, bahkan malah berkurang. “Saya tidak tahu jumlah pastinya kebutuhan pasokan gas untuk industri berapa, tapi kita berharap PGN agar lebih mengutamakan kepentingan industri dan jangan malah mengurangi pasokan gas,” tambahnya.

Di samping ketersediaan gas yang menjadi kendala kata, Gandhi kebutuhan listrik juga dipertanyakan dan menjadi sorotan para pelaku usaha di KIM. Untuk sekarang ini ada sekitar 50 persen industri yang masih menggunakan listrik dari PLN dengan jumlah pasokan 90 MW (megawatt), sedangkan 50 persen lagi perusahaan menggunakan mesin generator sendiri.

“Kalau pasokan listrik yang dibutuhkan secara keseluruhan mencapai 250 MW. Namun begitu, dengan berdiri dan dibanguanya PLTU biomassa 2×15 MW di KIM 3, nantinya dapat menjadi solusi persoalan pasokan krisis listrik yang terjadi saat ini,” ungkap dia.

PLTU biomassa yang dibangun oleh perusahaan Growth Steel Group nantinya akan mendistribusikan tenaga listrik kepada industri-industri yang ada di KIM. Perusahaan listrik tenaga uap menggunakan bahan bakar dari energi terbaru yakni sekam padi, cangkang kelapa sawit, serbuk kayu, dan tungkul jagung tersebut diharapkan dapat memenuhi kekurangan pasokan listrik industri.

“Separuh dari hasil energi produksi PLTU biomassa yang akan dipasok ke industri, mudah-mudahan ini mampu meningkatkan ketahanan energi listrik di KIM. Sedangkan separuhnya lagi dipakai perusahaan Growth Steel Group untuk kebutuhan beberapa industrinya milik perusahaan itu,” pungkasnya. (ram/mag-17)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/