27.8 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Tak Lolos Seleksi Cakim Ad Hoc, 5 Hakim Sumut Gigit Jari

JAKARTA- Tampaknya, sudah mulai benar-benar sulit mencari hakim yang memiliki integritas untuk memberantas korupsi. Buktinya, lihat saja seleksi calon hakim (cakim) ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) tahun ini. Dari 89 cakim yang lolos, hanya empat orang yang dinyatakan layak menjadi hakim ad hoc.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, di Gedung Mahkamah Agung (MA) mengatakan kalau itulah hasil dari seleksi tahun ini. Rekam jejak dari Komisi Yudisial (KY), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan masyarakat membuat borok para hakim terlihat dengan jelas.

“Ada yang nilai tesnya bagus, tapi dapat laporan (rekam jejak) tidak bagus,” ujarnya.

Beberapa masalah yang terungkap di antaranya, para hakim tersebut pernah membela tersangka korupsi. Ada juga yang tercatat pernah berkelahi, hingga urusan keluarga. Bahkan, ada satu calon yang laporan rekam jejaknya merah sehalaman.
Siapa saja yang lolos? Dia mengatakan kalau para hakim itu terdiri dari tiga hakim tingkat pertama dan satu hakim dari pengadilan tingkat banding. Keempat hakim itu adalah Rudi, M Agus Salim ikut seleksi di wilayah PT Jakarta. Dia kelahiran Surabaya dan Nofalinda Arianti ikut seleksi PT Banten untuk tingkat pertama, kelahiran Pekan Baru. Sedangkan tingkat banding diwakili oleh Sazili. Sedang Rudi kelahiran Aceh Tenggara, ikut seleksi PT Yogyakarta.
Dari empat calon hakim ad hoc  pengadilan tindak pidana korupsi itu, tidak satu pun berasal dari wilayah Sumut. Berdasar wilayah seleksi, dari PT Medan yang masuk 50 besar sebelumnya adalah Ina Moriza,SH dan Daldiri, SH,MH. Daldiri pria kelahiran Pontianak, sedang ina kelahiran Dusun Hulu, Kalsel.

Sedang dari tempat kelahiran, Irwan, SH. Pria kelahiran Medan 14 Mei 1965 itu ikut seleksi wilayah PT Bengkulu. Estopet MD Sormen, SH,MH, pria kelahiran Tapanuli, 10 Maret 1958 juga gagal dari willayah seleksi PT Jakarta.
Jon Makmur Saragih, calon kelahiran Dolok Maria, Padang Lawas utara juga gagal. Dia ikut seleksi untuk wilayah PT Pontianak. Satu lagi calon Harapan Silalahi. Pria keahiran Tapanuli Utara 4 Mei 1965 ini ikut seleksi wilayah PT Yogyakarta, juga hanya masuk 50 besar.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan kalau pihaknya memang sangat berupaya mendapatkan hakim terbaik. Oleh sebab itu, dalam seleksi kali ini MA melototi cakim yang memiliki integritas paling baik. Bagi institusi pimpinan Hatta Ali itu, urusan kepemimpinan dalam bersidang bisa diajari, sedangkan integritas harus dari orangnya.

Meski tidak mengakui kalau tertangkapnya hakim Tipikor Semarang oleh KPK beberapa waktu lalu, MA sepertinya lebih hati-hati dalam menjaring hakim. Mereka terkesan tidak ingin tertampar dua kali oleh perilaku hakim berintegritas rendah. “Integritas yang kurang baik sudah terlihat dari kesehariannya,” jelasnya.

Itulah kenapa panitia seleksi melihat benar bagaimana latar belakang para hakim itu selama ini. Ada juga hakim integritasnya rendah karena melamar jadi hakim ad hoc hanya untuk mencari pekerjaan semata. Makin buruk karena ada beberapa cakim yang kemampuan dibidang hukum tipikor terbatas.

Meski demikian, dia menyangkal kalau pola penyaringan hakim ad hoc lemah.

Dia berdalih kalau pola sudah tepat, tinggal para cakimnya saja yang memang integritasnya rendah. Lantas, apakah akan membuka pelamar lagi? Ridwan mengaku belum tahu pasti. Dia hanya membenarkan kalau masih butuh hakim ad hoc lagi.Ditempat yang sama, Wakil Ketua Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc 2012, Suhadi, mengatakan kalau tahun ini sudah tidak ada seleksi lagi. Kalaupun nanti kekurangan, dia menyebut opsi pengalihan hakim menjadi solusi. Jadi, hakim daerah tertentu bisa pindah ke tempat lain yang kasusnya lebih banyak.

“Personil memang kurang, tapi seleksi kali ini hanya untuk menambah yang ada. Karena sementara kedepannya belum ada pengadilan Tipikor yang didirikan lagi,” jelasnya. Dia juga berdalih minimnya hakim yang lulus tidak jadi soal karena MA memang tidak ada target berapa hakim baru. (dim/sam/jpnn)

JAKARTA- Tampaknya, sudah mulai benar-benar sulit mencari hakim yang memiliki integritas untuk memberantas korupsi. Buktinya, lihat saja seleksi calon hakim (cakim) ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) tahun ini. Dari 89 cakim yang lolos, hanya empat orang yang dinyatakan layak menjadi hakim ad hoc.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, di Gedung Mahkamah Agung (MA) mengatakan kalau itulah hasil dari seleksi tahun ini. Rekam jejak dari Komisi Yudisial (KY), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan masyarakat membuat borok para hakim terlihat dengan jelas.

“Ada yang nilai tesnya bagus, tapi dapat laporan (rekam jejak) tidak bagus,” ujarnya.

Beberapa masalah yang terungkap di antaranya, para hakim tersebut pernah membela tersangka korupsi. Ada juga yang tercatat pernah berkelahi, hingga urusan keluarga. Bahkan, ada satu calon yang laporan rekam jejaknya merah sehalaman.
Siapa saja yang lolos? Dia mengatakan kalau para hakim itu terdiri dari tiga hakim tingkat pertama dan satu hakim dari pengadilan tingkat banding. Keempat hakim itu adalah Rudi, M Agus Salim ikut seleksi di wilayah PT Jakarta. Dia kelahiran Surabaya dan Nofalinda Arianti ikut seleksi PT Banten untuk tingkat pertama, kelahiran Pekan Baru. Sedangkan tingkat banding diwakili oleh Sazili. Sedang Rudi kelahiran Aceh Tenggara, ikut seleksi PT Yogyakarta.
Dari empat calon hakim ad hoc  pengadilan tindak pidana korupsi itu, tidak satu pun berasal dari wilayah Sumut. Berdasar wilayah seleksi, dari PT Medan yang masuk 50 besar sebelumnya adalah Ina Moriza,SH dan Daldiri, SH,MH. Daldiri pria kelahiran Pontianak, sedang ina kelahiran Dusun Hulu, Kalsel.

Sedang dari tempat kelahiran, Irwan, SH. Pria kelahiran Medan 14 Mei 1965 itu ikut seleksi wilayah PT Bengkulu. Estopet MD Sormen, SH,MH, pria kelahiran Tapanuli, 10 Maret 1958 juga gagal dari willayah seleksi PT Jakarta.
Jon Makmur Saragih, calon kelahiran Dolok Maria, Padang Lawas utara juga gagal. Dia ikut seleksi untuk wilayah PT Pontianak. Satu lagi calon Harapan Silalahi. Pria keahiran Tapanuli Utara 4 Mei 1965 ini ikut seleksi wilayah PT Yogyakarta, juga hanya masuk 50 besar.

Lebih lanjut Ridwan menjelaskan kalau pihaknya memang sangat berupaya mendapatkan hakim terbaik. Oleh sebab itu, dalam seleksi kali ini MA melototi cakim yang memiliki integritas paling baik. Bagi institusi pimpinan Hatta Ali itu, urusan kepemimpinan dalam bersidang bisa diajari, sedangkan integritas harus dari orangnya.

Meski tidak mengakui kalau tertangkapnya hakim Tipikor Semarang oleh KPK beberapa waktu lalu, MA sepertinya lebih hati-hati dalam menjaring hakim. Mereka terkesan tidak ingin tertampar dua kali oleh perilaku hakim berintegritas rendah. “Integritas yang kurang baik sudah terlihat dari kesehariannya,” jelasnya.

Itulah kenapa panitia seleksi melihat benar bagaimana latar belakang para hakim itu selama ini. Ada juga hakim integritasnya rendah karena melamar jadi hakim ad hoc hanya untuk mencari pekerjaan semata. Makin buruk karena ada beberapa cakim yang kemampuan dibidang hukum tipikor terbatas.

Meski demikian, dia menyangkal kalau pola penyaringan hakim ad hoc lemah.

Dia berdalih kalau pola sudah tepat, tinggal para cakimnya saja yang memang integritasnya rendah. Lantas, apakah akan membuka pelamar lagi? Ridwan mengaku belum tahu pasti. Dia hanya membenarkan kalau masih butuh hakim ad hoc lagi.Ditempat yang sama, Wakil Ketua Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc 2012, Suhadi, mengatakan kalau tahun ini sudah tidak ada seleksi lagi. Kalaupun nanti kekurangan, dia menyebut opsi pengalihan hakim menjadi solusi. Jadi, hakim daerah tertentu bisa pindah ke tempat lain yang kasusnya lebih banyak.

“Personil memang kurang, tapi seleksi kali ini hanya untuk menambah yang ada. Karena sementara kedepannya belum ada pengadilan Tipikor yang didirikan lagi,” jelasnya. Dia juga berdalih minimnya hakim yang lulus tidak jadi soal karena MA memang tidak ada target berapa hakim baru. (dim/sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/