Ir. Nurlisa Ginting, MSc, Tokoh Wanita Serba Bisa
Nurlisa Ginting, pantas disebut sebagai sosok wanita mandiri yang serba bisa. Berlatar belakang pendidikan sarjana teknik arsitektur dan perencana kota, Nurlisa berkiprah di banyak bidang. Sebagai teknokrat dengan menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara (USU), pernah menjadi birokrat di pemerintahan provinsi Sumut, dan tentu saja sebagai profesional.
Sejak dua tahun lalu, Nurlisa undur diri dari birokrasi dan kian jarang tersentuh publikasi. Apa yang dilakukannya saat ini? Berikut petikan wawancara dengan Nurlisa, Kamis, 19 Juli 2012 di rumahnya di Komplek Perumahan Dosen USU, Jalan Tridarma No 136.
Kegiatan Anda saat ini?
Di kampus, ngajar, bimbing mahasiswa, baik S-1 maupun S-2 di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Sekarang lebih banyak di kampus, sekaligus menyiapan sekolah saya (kandidat doktor) di USM.
Anda terkesan membatasi kegiatan di luar kampus, benarkah demikian?
Tidak juga. Cuma memang selama ini saya punya kegiatan di SKPD, sekarang tidak lagi. Dua tahun terakhir kegiatan-kegiatan itu jauh berkurang.
Selama 25 tahun lebih saya punya kegiatan di luar (kampus), kemudian dikasih waktu melihat apa yang sudah dilakukan. Saya sangat senang, dikasih kesempatan melihat apa yang sudah saya buat dan bisa melihat apa yang akan saya lakukan.
Saya masih selalu ikut ke acara-acara internasional di kedutaan dan konsul AS, Jepang dan acara lain. Kalau diundang, saya pasti datang. Asal tidak sedang ada tugas atau sedang ke luar kota atau luar negeri.
Bila ada yang meminta agar Anda kembali ke birokrat atau ke panggung politik lagi?
Selama ini saya memang diminta (berkecimpung di birokrasi dan politik). Selagi saya diminta, saya pertimbangkan. (Nurlisa kemudian menceritakan proses dipinang Partai Keadilan Sejahtera, PKS, untuk diduetkan menjadi wakil Sigit Pramono Asri dalam Pemilihan Wali Kota Medan periode 2010-2015). Banyak teman yang meminta saya kembali berkiprah di luar kampus. Kata mereka sayang SDM-nya.
Anda menikmati kondisi saat ini?
Itu semua sudah diatur Tuhan. Kalau saya bekerja, tidak pernah 70 persen, harus total. (Nurlisa lalu menceritakan bagaimana ia bekerja maksimal sewaktu menjadi panitia Pesta Danau Toba)
Dalam kehidupan ini, kalau kita mengerjakan sesuatu harus total dan harus ada prioritas, kita harus paham apa yang kita kerjakan.
Lihat para pengusaha, mereka sukses karena total dan mencintai dunia mereka. Semua harus begitu, total dan fokus dalam bekerja dan menjalani hidup. Tetapi jangan sampai kehilangan arah.
Bisa dipaparkan apa saja rencana-rencana ke depan?
Setelah ini (mendapat doktor), sudah jelas ada langkah-langkah yang akan saya ambil. Semua ada perkembangan. Terlepas saya berkontribusi di Sumut, kampus, bisa di mana saja. Sekarang ini pasti beda dengan dua tahun lalu. Dalam mencapai suatu tingkatan, ukurannya berbeda-beda, saya sendiri sudah tau tingkatan saya. Ke depan, pasti berkontribusi lagi di luar kampus.
Anda pernah aktif di dunia pariwisata dan pernah menjabat sebagai kepala dinas di Pemprov. Masih mengikuti perkembangannya?
Sampai sekarang tetap aktif mengamati perkembangan kepariwisataan. Sangat banyak hal yang bisa dikerjakan untuk kemajuan pariwisata kita.
Saya sangat kepengen memberi masukan dan dorongan untuk kemajuan pariwisata kita. Kebetulan saya akademisi, kita biasa berinteraksi, dialog dan diskusi
Bisa diberikan contoh kegiatan pariwisata yang realistis digarap?
Banyak potensi yang bisa kita gali di Sumut untuk pembangunan pariwisata. Sumut sangat kuat di bidang agroindustri. Ada perkebunan dan insutri pengolahan kelapa sawit, kakao, karet dan kopi. Itu bisa dikembangkan jadi agrotourisme.
Perlu dicatat, arah pariwisata di dunia bukan lagi distinasi, mengandalkan lokasi wisata alam, tetapi activity base. Orang (wisatawan) tidak lagi datang hanya untuk lihat pemandangan, tapi kegiatan, even. (Pariwisata) kita mesti ngejar meeting, intensive, convention dan exebition (MICE) agar pariwisata kembali berkembang. Dampaknya sangat besar, multiplier effect.
Seperti Anda dan wartawan lain. Buat acara wartawan, undang peserta dari mana-mana dan kemas dengan baik. Itu sudah membantu kegiatan pariwisata. Itu lagi contohnya, IMT-GT luar biasa dampaknya.
Contoh lain, sekarang ini suasana Ramadan. Momen ini bisa digarap untuk pariwisata, seperti Ramadhan Fair itu. Bayangkan kalau di sana ada wisata kuliner, dampak ekonominya sangat terasa bagi masyarakat, memberi sumbangan pembangunan bagi Medan dan Sumut. Mulai dari petani, seniman, tukang salon, pemilik warung, EO, tukang parkir, dapat duit.
Kesannya sepele, tapi itu kan duit. Uang bergerak di situ sangat banyak dengan pola sangat sederhana. Tidak perlu orang hebat untuk melaksanakannnya. Dan tak harus pemerintah yang melaksanakannya, swasta juga bisa.
Selain itu, kegiatan sejenis bisa dilakukan dengan waktu yang tidak terlalu panjang, secara rutin sehingga bisa jadi kalender tetap.
Selama menjabat, apa yang sudah Anda lakukan untuk kemajuan pariwisata Sumut?
Apa yang sudah kita buat, saya rasa sudah bagus. Banyak acara yang kita lakukan selama satu tahun saya menjabat mulai awal 2009 hingga awal 2010.
Waktu saya jadi kadis, saya minta Sumut Expo bertemakan pariwisata sehingga menjadi agenda pariwisata disamping juga Danau Toba dan kegiatan lain yang menjadi agenda tetap dan program andalan pariwisata. Kita harapkan Sumut Expoterselenggara lagi di tahun-tahun mendatang.
Saya juga buat Sumut Gempar (Gema Pariwisata), dengan acara parade wisata dan budaya, orang keliling kota berpakaian tradisional. Tari Serampang 12 bahkan memecahkan rekor MURI. Saya berharap kegiatan-kegiatan ini bisa dijadikan agenda tetap.
Program MICE, pariwisata kita terlihat di sana. Benar demikian?
Sebenarnya kita sudah bergerak. Saya juga diminta beberapa pihak untuk membantu memberi ide-ide. Saya bilang, nantilah saya bantu. Kalau ada yang minta, saya kasih masukan. Kalau dia wellcome, ya kita lakukan.(tms)
Nikmati Kesendirian
Satu pertanyaan yang spontan memancing tawa Nurlisa Ginting adalah, masihkah Anda betah sendiri?
“Ha ha ha ha…,” tawa Nurlisa spontan pecah. Setelah lebih tenang, wanita berjilbab ini melanjutkan, “Itu pertanyaan yang salah, karena jodoh itu di tangan Tuhan, manusia cuma usaha.”
Wanita aktif ini mengaku tetap bahagia meski hidup tanpa pasangan dan mengisi hidup. Kesendirian sekarang ini, sebutnya, tak lepas dari apa yang dilakukannya tahun-tahun sebelumnya. “Macam mana orang mau dekat, sibuk kerja,” ujarnya.
Disadarinya, tidak mungkin bisa begitu saja mengubah kesendirian dalam waktu yang cepat. Apakah banyak pria yang menggoda? “Nggak ada. Ha… ha… ha…,” tawanya renyah, tetap santai.
Bila ada pria yang tertarik dan ingin berkomitmen dengannya, Nurlisa tidak menutup pintu. “Yah, enggak apa apa. Yang penting seiman dan single,” ucapnya memberi syarat.
Gadis dengan tinggi sekitar 165 centimeter ini tidak terlalu mementingkan kemapanan atau latar belakang ekonomi dari pria yang tertarik padanya. “Engak terlalu pentinglah itu. Yang penting cocok diskusi, bertanggungjawab,” katanya kembali menegaskan.
“Kebetulan saya sudah 50, tahun ini. ABG, anak baru gocap. Ha… ha… ha…. Saya sudah seperti saat ini. Ngapain pula terlalu pusing memikirkan itu.”
Meski tetap membuka diri, bukan hal yang mudah untuk merebut hatinya. “Saya pikir, saya pun tidak akan gegabah memilih,” tegasnya.
Diakuinya, kemandirian yang diperolehnya saat ini tak lepas dari kearifan orangtuanya mendidik, hingga ia bisa mandiri sejak belia. “Saya bersyukur memiliki orangtua yang memberi kesempatan saya mengembangkan diri dan diridhoi Allah. Saya bangga dan hormat sama orangtua.”
Anak kedua dari 7 bersaudara ini mengaku diberi kebebasan orangtuanya. Mau jadi apa, tak ada batasan. Yang penting bertanggungjawab. “Makanya, urusan perjodohan mereka enggak campuri.”
Melihat kiprah, integritas dan karakter Nurlisa, dia kembali tersenyum saat disebut pria bule lah yang cocok untuk mendampinginya. “Nenek saya (dari ibu) orang Belanda, beliau memang bilang begitu. Katanya, saya engak cocok dengan orang Indonesia,” kata pengkoleksi hiasan kura-kura ini.
Tetapi ayah Nurlisa, alm. Prof. Dr. H. Bachtiar Ginting, MPH, memberi isyarat anak gadisnya itu tidak menikah dengan orang asing. “Waktu kuliah magister di Amerika, ayah lihat teman-teman wanitanya Indonesia menikah dengan orang sana, dengan pria baik-baik. Mereka rata-rata punya problem,” sebutnya menjelaskan alasan ayahnya.
Hambatan paling besar adalah ketidaksesuaian budaya antara adat barat dengan istiadat ketimuran. “Kecuali kalau menikah dengan bule dan tinggalnya di Indonesia. Jadi bulenya yang menyesuaikan dengan budaya Indonesia,” sebut mantan atlet softball ini.
Bicara hobi baru, Nurlisa sedang gemar-gemarnya bersepeda. Tiap Minggu pagi, Nurlisa berolahraga sepeda dari rumah sampai lapangan Merdeka. Biasanya ia ditemani kakak, adik, ipar dan kemenakan. Rutinitas olahraga yang dilakoni sejak 2011 itu bermakna ganda, rileks sekaligus reuni keluarga dengan keluarga.
“Habis bersepeda, kami makan lontong warung Bang Man di Kampung Keling. Lontongnya enak,” ujar Ketua Ikatan Alumni ITB Sumatera Utara ini.
Sayangnya, Bang Man keburu pindah dan membuka usaha di Jakarta. Nurlisa tak bisa menutupi kehilangannya sejak warung Bang Man tutup. “Bang man pindah ke Jakarta. Palak kali awak nengoknya,” katanya spontan.
Meski demikian, mereka tak terlalu sulit mencari warung lontong tempat mereka mengumpul. “Sekarang anak buahnya buka gerai di situ, persis di depan bekas warung Bang Man.” (tms)
[table caption=”Tentang Nurlisa Ginting”]
Kkelahiran ,”Medan, 9 Januari 1962″
Orangtua, ” Prof. Dr. H. Bachtiar Ginting, MPH, Hj. Sally Bangun”
Alamat, Komplek Perumahan Dosen Universitas Sumatera Utara (USU)
Riwayat Pendidikan[attr colspan=”2″]
1986, : Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB)
1989, “: Magister Perencanaan Pembangunan Kota, University College London, London, Inggris”
2012 ,”: Kandidat Doktor dari University Sains Malaysia (USM), Penang, Malaysia”
[/table]
Sisi Lain Nurlisa
- Nurlisa Ginting piawai sebagai penghubung dengan dunia internasional. Beberapa kali wanita ini dipercaya sebagai perwakilan pihak pemprov dengan dunia luar. Dia juga menjadi laison officer (LO) untuk bantuan asing untuk korban tsunami di NAD dan Nias.
- Setelah masa tanggap darurat usai, masuk tahap rehabilitasi. Pak Kuntoro Mangkusubroto masuk sebagai Ketua BRR, Nurlisa ikut di sekretariat bersama untuk Nias.
- Satu kelebihan yang dimiliki wanita ini, luwes, ramah, cerdas dan mahir berkomunikasi dengan bahasa Inggris, kemampuan yang sangat sedikit dimiliki birokrat di Sumut. (*)