26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Peningkatan Produksi Kedelai Terkendala Lahan

JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut menyoroti kenaikan harga kedelai yang berimbas pada perajin tahu dan tempe. SBY mengatakan, pembebasan bea masuk impor kedelai sebesar lima persen, langkah jangka panjang juga perlu disiapkan sebagai upaya stabilisasi harga. Salah satunya adalah melakukan revitalisasi Bulog.

“Bulog itu harus kita revitalisasi dan fungsikan kembali seperti dalam sejarah didirikannya Bulog dulu untuk stabilisasi harga,” kata SBY dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis  (26/7).

Menurutnya, beberapa komoditas utama perlu dijaga kestabilan harganya. Nah, saat ini sudah ada tim pengkaji yang dibentuk. “Kita serahkan kepada tim, jangan terlalu lama, komoditas mana yang harus dijaga, seperti beras, kedelai, jagung,” katanya.

Selain itu, SBY mengatakan, untuk kedelai, perlu ada peningkatan produksi dalam negeri. Saat ini, produksi dalam negeri hanya berkisar 800 hingga 850 ribu ton, sementara kebutuhan nasional 2,6 juta ton. “Sudah saatnya BUMN pangan, dengan lahan yang cukup untuk bisa memproduksi,” ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi Jusuf Gunawan mengatakan, memang perlu ada instrumen dari pemerintah untuk menekan pasar oligopolistik dan stabilisasi harga bisa berguna untuk konsumen dan produsen. “Keseimbangan itu harus dibangun sedemikian rupa supaya harmonis. Jadi, Bulog lah instrumen yang paling tepat,” kata dia.

Jusuf mengatakan, dalam jangka waktu satu-dua bulan ini, tim yang di antaranya terdiri atas kementerian keuangan, kementerian perdagangan, dan kementerian pertanian, serta instansi terkait akan merampungkan kajiannya. “Output pengkajian adalah bahan masukan untuk presiden guna menentukan perubahan pada PP,” katanya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengakui, kebutuhan terhadap impor kedelai memang besar. Sementara pembebasan bea masuk sebesar 5 persen, meski berpengaruh namun tidak signifikan. “Ke depannya yang harus disikapi adalah peningkatan produksi,” katanya. Namun dia mengakui hal itu tidak bisa dalam waktu dekat karena persoalan lahan.(fal/jpnn)

JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut menyoroti kenaikan harga kedelai yang berimbas pada perajin tahu dan tempe. SBY mengatakan, pembebasan bea masuk impor kedelai sebesar lima persen, langkah jangka panjang juga perlu disiapkan sebagai upaya stabilisasi harga. Salah satunya adalah melakukan revitalisasi Bulog.

“Bulog itu harus kita revitalisasi dan fungsikan kembali seperti dalam sejarah didirikannya Bulog dulu untuk stabilisasi harga,” kata SBY dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis  (26/7).

Menurutnya, beberapa komoditas utama perlu dijaga kestabilan harganya. Nah, saat ini sudah ada tim pengkaji yang dibentuk. “Kita serahkan kepada tim, jangan terlalu lama, komoditas mana yang harus dijaga, seperti beras, kedelai, jagung,” katanya.

Selain itu, SBY mengatakan, untuk kedelai, perlu ada peningkatan produksi dalam negeri. Saat ini, produksi dalam negeri hanya berkisar 800 hingga 850 ribu ton, sementara kebutuhan nasional 2,6 juta ton. “Sudah saatnya BUMN pangan, dengan lahan yang cukup untuk bisa memproduksi,” ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi Jusuf Gunawan mengatakan, memang perlu ada instrumen dari pemerintah untuk menekan pasar oligopolistik dan stabilisasi harga bisa berguna untuk konsumen dan produsen. “Keseimbangan itu harus dibangun sedemikian rupa supaya harmonis. Jadi, Bulog lah instrumen yang paling tepat,” kata dia.

Jusuf mengatakan, dalam jangka waktu satu-dua bulan ini, tim yang di antaranya terdiri atas kementerian keuangan, kementerian perdagangan, dan kementerian pertanian, serta instansi terkait akan merampungkan kajiannya. “Output pengkajian adalah bahan masukan untuk presiden guna menentukan perubahan pada PP,” katanya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengakui, kebutuhan terhadap impor kedelai memang besar. Sementara pembebasan bea masuk sebesar 5 persen, meski berpengaruh namun tidak signifikan. “Ke depannya yang harus disikapi adalah peningkatan produksi,” katanya. Namun dia mengakui hal itu tidak bisa dalam waktu dekat karena persoalan lahan.(fal/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/