JAKARTA- Penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam sosialisasi calon kepala daerah merupakan perkembangan buruk dalam pilkada.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menekankan, pilkada putaran pertama telah dilewati dengan relatif bagus, justru memburuk menjelang masuk putaran kedua.
“Salah satunya adalah maraknya isu SARA yang dilakukan bahkan secara terang-terangan. Jelas, perkembangan ini sangat berbahaya bagi demokrasi,” kata Ray, Jumat (17/8).
Menurut Ray, sekalipun penggunaan isu SARA menguat, sayangnya institusi penyelenggara pemilu masih saja menangani isu tersebut dengan cara biasa. Tak ada penindakan aktif, menyeluruh, dari aparat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) atau Panwaslu, termasuk di dalamnya melacak sumber isu SARA itu.
“Bahkan, telah kami sarankan agar bukan hanya Panwas, tapi elemen masyarakat lain juga harus turun tangan. Mereka harus cepat menjalin kerja sama dengan pihak kepolisian untuk melacak sumber isu SARA serta memberi sanksi bagi para pelakunya,” kata Ray.
Di lain sisi, merebaknya isu SARA, menurut Ketua Koordinasi Nasional Gerakan Peduli Pluralisme Damien Dematra, mengindikasikan lemahnya kreativitas dalam berpolitik.
“Isu SARA memang komoditas yang murah, sensitif, dan mudah disebarkan dalam sebuah masyarakat plural seperti di Jakarta. Namun, kampanye hitam dengan menebarkan hal-hal yang berbau SARA menunjukkan hilangnya kreativitas dalam berpolitik. Masih banyak cara lain untuk berkampanye, misalnya lewat pemaparan program, beradu visi, dan mengedepankan solusi. Bukan malah menyebarkan isu-isu SARA,” ungkapnya saat dihubungi, kemarin.
Damien juga menegaskan, terbuka kemungkinan isu SARA menjelang pilkada putaran kedua ini disebarkan oleh pihak ketiga, bukan dari kedua kubu calon gubernur. Sebab, isu SARA dapat bersifat kontraproduktif, belum tentu menguntungkan pihak yang menyebarkan isu tersebut.
“Bisa saja ada pihak ketiga yang sedang mancing di air keruh. Sebab, bagi kedua cagub, isu ini kontraproduktif. Dalam hal ini berlaku psikologi terbalik, semakin isu ini dimainkan, korban bisa saja beruntung,” terangnya.
Akan tetapi, Damien yakin isu SARA tidak akan berdampak signifikan. Pasalnya, publik pemilih saat ini merupakan pemilih dengan tingkat rasionalitas yang tinggi.
Damien memprediksi pemilih belakangan sulit sekali dipengaruhi oleh sentimen SARA karena karakternya yang melek politik dan well-educated. (bay/jpnn)