JAKARTA – Kerjasama penegak hukum antara Kejaksaan Agung Indonesia dan Malaysia membuahkan hasil. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Andhi Nirwanto menyatakan bahwa hukuman mati terhadap 17 TKI di Malaysia ditunda. Selain itu, kedua lembaga penegak hukum menyepakati kerjasama penindakan illegal fishing dari kedua warga negara yang sering melanggar batas perairan.
“Ada 17 WNI yang hukuman matinya ditunda. Ini akan memberi ruang untuk upaya hukum lainnya. Bahkan TKI M. Bakri Belaho pada 7 September lalu seharusnya dieksekusi tapi bisa ditunda setelah kita upayakan dalam pertemuan dengan Kejagung Malaysia,” kata Andhi di Kejagung kemarin (7/9).
Mantan Sesjampidsus itu menuturkan, sebagian besar TKI terpidana mati tersebut karena tersangkut perkara narkoba dan pembunuhan.
“Di Malaysia amat sangat tegas menghukum terpidana narkoba. Tapi meskipun begitu, kita pasti akan diberitahu kalau ada TKI yang dipidana mati. Sejak awal akan diberitahukan ke kita,” katanya.
Andhi menambahkan, Kejagung Malaysia dan Indonesia saat ini memang sedang intens bertemu sebagai tindak lanjut kerjasama Indonesia-Malaysia. Dalam pertemuan bertitel second round working group di Bandung, Andhi memimpin delegasi Indonesia.
Kata Andhi, pertemuan tersebut membahas enam topik. Yakni, hukuman mati, illegal fishing, human trafficking, multual legal assistance, dan lingkungan hidup. “Semuanya menyangkut warga Indonesia yang tersangkut masalah hukum di Malaysia dan sebaliknya,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia berjumlah 12 orang dari Kejagung, Kemenlu, Bareskrim, BNP2TKI, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Khusus untuk pertemuan di Bandung, kata dia, kedua negara sepakat untuk menyamakan persepsi soal illegal fishing. Malaysia memprotes mengapa banyak nelayan mereka yang dipidanakan gara-gara mengambil ikan di perairan Bengkalis, Riau. “Kami jelaskan kepada mereka dan mereka bisa menerima,” katanya.
Andhi mengakui, nelayan Indonesia juga kerap melanggar wilayah peraiaran Malaysia. Namun, nelayan Indonesia dan Malaysia tidak selevel. Sebab, nelayan Malaysia umumnya menggunakan kapal besar dan menggunakan trawl alias pukat harimau. Itu tidak bisa dibandingkan dengan nelayan Indonesia yang hanya menggunakan jaring biasa.
“Pertemuan selanjutnya di Malaysia akan kita bicarakan tentang itu,” katanya. (aga/jpnn)