MEDAN-Petani terpaksa menjual kopi walau saat ini harga kopi masih rendah. Padahal, sebentar lagi, Sumut akan memasuki musim panen. Saat ini, harga jual biji kopi berkisar Rp15.500 per kilogram, padahal sebelumnya harga kopi ini berkisar Rp23.000 per kilogram. Turunnya harga ini, dikarenakan pihak pabrikan yang menurunkan pembelian dikarenakan permintaan ekspor yang turun juga.
“Saat ini memang harga beli kita turun. Tapi harus tetap dijual, mengingat sebentar lagi musim panen. Jadi, mau tidak mau harus dijual,” ungkap petani kopi asal Sidikalang, R Sembiring.Dijelaskannya, walau harga biji kopi turun dan tidak memberikan keuntungan pada petani, tetapi biji kopi tersebut harus dijual. Karena, Oktober mendatang Sumut akan memasuki musim panen. “Kalau biji kopi ditahan sekarang, Oktober mendatang stok kita akan makin banyak, akan menambah kerugian kita,” lanjutnya.
Bukan hanya itu, saat ini pabrikan juga mengurangi permintaan biji kopi, karena permintaan ekspor juga menurun. Sehingga secara tidak langsung mengurangi permintaan biji kopi petani.
“Selama ini kita selalu jual biji kopi ke pabrikan. Nah, saat ini permintaan mereka juga menurun. Jadi, ya beginilah nasib kita,” ungkap pria yang telah bertanam kopi sejak 10 tahun lalu itu.
Saat ini, permintaan ekspor dan harga kopi biji dari Indonesia semakin melemah dengan dalih importir terkena dampak krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa.
“Permintaan yang sepi dan tawaran harga jual yang melemah membuat ekspor biji kopi nyaris stagnan,” kata Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut, Andryanus Simarmata.
Harga ekspor biji kopi arabika diminta importir sekitar Rp46.000 per kilogram, sementara harga di lokal sudah Rp43.000 per kilogram. “Dengan kondisi itu bagaimana mau mengekspor,” katanya.
Eksportir semakin tidak berani bertransaksi khususnya mengikat kontrak baru, karena harga di pasar internasional sangat fluktuatif cepat.
Wakil Ketua Bidang Speciality Industri Kopi AEKI Sumut, Saidul Alam, menyebutkan, eksportir memlih ‘wait and see’ karena takut merugi dengan harga yang berluktuasi cepat dan tren melemah. Importir sendiri menilai harga kopi biji khususnya asal Sumatera terlalu tinggi. Harga ideal pembeli di kisaran US$5-5,2 per kilogram, sedangkan harga kopi asalan di Medan sudah Rp40 ribu-Rp41 ribu per kilogram.
Menurut Saidul, harga jual yang bertahan mahal di pasar lokal sendiri merupakan dampak dari produksi yang belum memadai meski masa panen mulai masuk.
Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Bidang Perdagangan Luar Negeri Disperindag Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan ekspor biji kopi arabika hingga Agustus 2012 ini berdasarkan data surat keterangan asal (SKA) masih bertumbuh 8,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Volume ekspor kopi arabika sebanyak 42, 240 juta kilogram senilai US$263,832 juta.
“Memang ekspor tren melemah, tapi masih ada peningkatan dibanding tahun lalu meski sedikit,” katanya.
Ekspor kopi Sumut ditujukan ke AS, Singapura, Kanada, Jerman, Jepang, Australia dan Belgia. (ram)