25 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Siapa Marketer Terbaik Masa Depan?

MARKETING SERIES (42)

Komunitas apa yang akan menjadi penentu masa depan? Ada tiga. Yaitu, komunitas anak muda (youth), perempuan (women), dan kaum techie (netizen). Anak muda selalu berpikir akan masa depan (future). Sedangkan para senior selalu berpikir masa lalu (past). Anak muda tidak punya beban masa lalu sehingga merasa lebih bebas melakukan apa pun yang mereka mau. Sedangkan para senior selalu penuh pertimbangan dan menganggap pengalaman merupakan pelajaran yang amat berguna. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan. Padahal, masa depan adalah sesuatu yang berbeda dengan masa lalu.

Pengalaman masa lalu sering merupakan hambatan untuk berubah. Karena itu, senior janganlah gampang menggurui generasi muda. Anak muda ingin cepat dewasa supaya dianggap senior. Banyak senior yang ingin tampil layaknya anak muda. Karena itu, kalau Anda seorang senior, lebih baik berpikir ke depan saja.

Perempuan? By nature, perempuan lebih berpegang pada prinsip dalam perilaku sehari-hari. Sedangkan laki-laki sering “menghalalkan” segala cara untuk mencapai tujuan. Money, sex, and power cenderung melekat pada diri laki-laki.
Sedangkan film Eat Pray Love lebih dekat di diri kaum perempuan: makan ketika stres, berdoa, dan mencari cinta yang sebenarnya. Bukan seks.

Selain itu, perempuan memang multitasking karena by nature. Jadi, setinggi apa pun kesuksesan, seorang perempuan tidak akan kehilangan care-nya kepada keluarga, terutama anak.

Era internet adalah era human spirit yang lebih memerlukan prinsip. Era internet juga era multitasking karena begitu banyaknya informasi yang ada. Dengan demikian, perempuan lebih punya peluang Nah, laki-laki berusahalah jadi metroseksual dalam makna sejatinya: benar-benar bisa lebih sensitif seperti perempuan supaya bisa cepat mengenali perubahan lanskap. Lebih sensitif terhadap people dan planet sehingga pada waktu mencapai profit ingat akan kedua ‘P’ lain.

Yang terakhir adalah netizen. Sepuluh tahun dari sekarang, semua citizen ya jadi netizen. Artinya, harus bisa hidup di internet. Mulai cari informasi, cari berita, hingga cari pilihan brand, semuanya di internet. Bahkan, pembelian pun, termasuk payment, ada di situ. Web yang tingkat trust-nya kurang tinggi akan hilang dengan sendirinya. Selain itu, netizen, terutama yang digital native, bukan yang digital immigrant, akan sangat inklusif. Sudah biasa berinteraksi dengan netizen lain tanpa memperhatikan suku, bangsa, agama, warna kulit, dan sebagainya. Saya sendiri sering gaptek dan tidak tahu memaksimalkan penggunaan gadget terbaru. Tapi, ya terpaksa, mau tidak mau membiasakan diri jadi netizen.

Kalau komunitas-komunitas youth, women, dan netizen itu dimanfaatkan oleh sebuah brand, jaminannya adalah sebuah keberlangsungan hidup brand itu. Saya bertaruh, the best marketer di masa mendatang adalah yang muda, yang perempuan, dan yang tidak gaptek. Bagaimana pendapat Anda? (*)

MARKETING SERIES (42)

Komunitas apa yang akan menjadi penentu masa depan? Ada tiga. Yaitu, komunitas anak muda (youth), perempuan (women), dan kaum techie (netizen). Anak muda selalu berpikir akan masa depan (future). Sedangkan para senior selalu berpikir masa lalu (past). Anak muda tidak punya beban masa lalu sehingga merasa lebih bebas melakukan apa pun yang mereka mau. Sedangkan para senior selalu penuh pertimbangan dan menganggap pengalaman merupakan pelajaran yang amat berguna. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan. Padahal, masa depan adalah sesuatu yang berbeda dengan masa lalu.

Pengalaman masa lalu sering merupakan hambatan untuk berubah. Karena itu, senior janganlah gampang menggurui generasi muda. Anak muda ingin cepat dewasa supaya dianggap senior. Banyak senior yang ingin tampil layaknya anak muda. Karena itu, kalau Anda seorang senior, lebih baik berpikir ke depan saja.

Perempuan? By nature, perempuan lebih berpegang pada prinsip dalam perilaku sehari-hari. Sedangkan laki-laki sering “menghalalkan” segala cara untuk mencapai tujuan. Money, sex, and power cenderung melekat pada diri laki-laki.
Sedangkan film Eat Pray Love lebih dekat di diri kaum perempuan: makan ketika stres, berdoa, dan mencari cinta yang sebenarnya. Bukan seks.

Selain itu, perempuan memang multitasking karena by nature. Jadi, setinggi apa pun kesuksesan, seorang perempuan tidak akan kehilangan care-nya kepada keluarga, terutama anak.

Era internet adalah era human spirit yang lebih memerlukan prinsip. Era internet juga era multitasking karena begitu banyaknya informasi yang ada. Dengan demikian, perempuan lebih punya peluang Nah, laki-laki berusahalah jadi metroseksual dalam makna sejatinya: benar-benar bisa lebih sensitif seperti perempuan supaya bisa cepat mengenali perubahan lanskap. Lebih sensitif terhadap people dan planet sehingga pada waktu mencapai profit ingat akan kedua ‘P’ lain.

Yang terakhir adalah netizen. Sepuluh tahun dari sekarang, semua citizen ya jadi netizen. Artinya, harus bisa hidup di internet. Mulai cari informasi, cari berita, hingga cari pilihan brand, semuanya di internet. Bahkan, pembelian pun, termasuk payment, ada di situ. Web yang tingkat trust-nya kurang tinggi akan hilang dengan sendirinya. Selain itu, netizen, terutama yang digital native, bukan yang digital immigrant, akan sangat inklusif. Sudah biasa berinteraksi dengan netizen lain tanpa memperhatikan suku, bangsa, agama, warna kulit, dan sebagainya. Saya sendiri sering gaptek dan tidak tahu memaksimalkan penggunaan gadget terbaru. Tapi, ya terpaksa, mau tidak mau membiasakan diri jadi netizen.

Kalau komunitas-komunitas youth, women, dan netizen itu dimanfaatkan oleh sebuah brand, jaminannya adalah sebuah keberlangsungan hidup brand itu. Saya bertaruh, the best marketer di masa mendatang adalah yang muda, yang perempuan, dan yang tidak gaptek. Bagaimana pendapat Anda? (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/