Kisah mengoleksi telinga korban dalam ternyata bukan dongeng semata. Tindakan yang dilakuan Ahmad Banjar dan kawan-kawan itu adalah kisah nyata. Dan, hal ini dipastikan oleh Amran Yusuf atau lebih akrab dengan panggilan Amran YS.
Amran YS saat itu menjabat sebagai Sekjen atau orang kedua di tubuh organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila (PP) yang diketuai (Alm) MY Effendy Nasution alias Fendi Keling. Selain turut terlibat langsung dalam pemberantasan PKI, Amran juga memiliki wewenang yang besar dalam mengambil keputusan.
Saat Sumut Pos temui, Amran dalam kondisi kurang sehat. Meski begitu, pria kelahiran Meureudu Aceh Pidie 1944 silam ini tampak antusias. Ya, walau untuk keluar dari ruang pribadi mengarah ke sofa empuk di ruangan tamu, Amran harus dibantu oleh anak bungsunya. “Saya dulu masih tegap dan kekar. Bahkan sebagai orang kesayangan Bang Fendy (Ketua PP). Saya sering memimpin pasukan perang dalam pemberantasan PKI,” ucap Amran dengan kalimat yang kurang fasih karena riwayat stroke yang pernah dialaminya.
Namun, meskipun sering memimpin pasukan dalam pemberantasan PKI, dia mengaku tidak pernah terlibat langsung untuk menghabisi nyawa para komunis. Bahkan, tak jarang dia membebaskan anggota PKI yang akan diserahkan untuk menjalani masa tahanan.
“Seandainya ada anggota PKI yang menyerahkan diri, kita membawa mereka (PKI) ke Koramil. Tapi di tengah jalan kadang saya sering menyuruh mereka untuk lari sejauh-jauhnya,” ujar pria yang mengaku pernah menjalani tujuh kali masa tahanan terkait isu politik dan kepemilikan tiga senjata api.
Amran tidak menampik praktik eksekusi anggota PKI yang dilakukan anggotanya. Tak jarang eksekusi penggorokan dilakukan di beberapa lokasi. Satu lokasi yang diingatnya terjadi di dalam sebuah mobil kodok (VW) dengan menggunakan alat senjata tajam berbentuk segitiga. “Jadi kalau menghabisi nyawa para PKI biasanya ada alat segitiga yang sekali tebas saja kepala akan terpisah dari badan. Sementara jenazahnya kita kuburkan di satu tempat atau biasanya dihanyutkan di Sungai Ular,” ucapnya.
Beberapa nama yang masih diingatnya sebagai tim eksekusi di antaranya adalah Ahmad Banjar dan Ampun Rayeuk. Kedua nama inilah yang selalu mengumpulkan telinga para komunis dalam sebuah toples untuk membuktikan telah menghabisi sejumlah anggota komunis. Kini seluruh kisah itu, bagi Amran YS adalah sebuah sejarah yang tak bisa dilupakan. Begitupun dengan tragedi pembantaian dua kader PP oleh PKI yang kini selalu dikenang setiap tahunnya, hingga berimbas kepada pembantaian terhadap anggota PKI dan nepen-nepennya. (*)
Kisah mengoleksi telinga korban dalam ternyata bukan dongeng semata. Tindakan yang dilakuan Ahmad Banjar dan kawan-kawan itu adalah kisah nyata. Dan, hal ini dipastikan oleh Amran Yusuf atau lebih akrab dengan panggilan Amran YS.
Amran YS saat itu menjabat sebagai Sekjen atau orang kedua di tubuh organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila (PP) yang diketuai (Alm) MY Effendy Nasution alias Fendi Keling. Selain turut terlibat langsung dalam pemberantasan PKI, Amran juga memiliki wewenang yang besar dalam mengambil keputusan.
Saat Sumut Pos temui, Amran dalam kondisi kurang sehat. Meski begitu, pria kelahiran Meureudu Aceh Pidie 1944 silam ini tampak antusias. Ya, walau untuk keluar dari ruang pribadi mengarah ke sofa empuk di ruangan tamu, Amran harus dibantu oleh anak bungsunya. “Saya dulu masih tegap dan kekar. Bahkan sebagai orang kesayangan Bang Fendy (Ketua PP). Saya sering memimpin pasukan perang dalam pemberantasan PKI,” ucap Amran dengan kalimat yang kurang fasih karena riwayat stroke yang pernah dialaminya.
Namun, meskipun sering memimpin pasukan dalam pemberantasan PKI, dia mengaku tidak pernah terlibat langsung untuk menghabisi nyawa para komunis. Bahkan, tak jarang dia membebaskan anggota PKI yang akan diserahkan untuk menjalani masa tahanan.
“Seandainya ada anggota PKI yang menyerahkan diri, kita membawa mereka (PKI) ke Koramil. Tapi di tengah jalan kadang saya sering menyuruh mereka untuk lari sejauh-jauhnya,” ujar pria yang mengaku pernah menjalani tujuh kali masa tahanan terkait isu politik dan kepemilikan tiga senjata api.
Amran tidak menampik praktik eksekusi anggota PKI yang dilakukan anggotanya. Tak jarang eksekusi penggorokan dilakukan di beberapa lokasi. Satu lokasi yang diingatnya terjadi di dalam sebuah mobil kodok (VW) dengan menggunakan alat senjata tajam berbentuk segitiga. “Jadi kalau menghabisi nyawa para PKI biasanya ada alat segitiga yang sekali tebas saja kepala akan terpisah dari badan. Sementara jenazahnya kita kuburkan di satu tempat atau biasanya dihanyutkan di Sungai Ular,” ucapnya.
Beberapa nama yang masih diingatnya sebagai tim eksekusi di antaranya adalah Ahmad Banjar dan Ampun Rayeuk. Kedua nama inilah yang selalu mengumpulkan telinga para komunis dalam sebuah toples untuk membuktikan telah menghabisi sejumlah anggota komunis. Kini seluruh kisah itu, bagi Amran YS adalah sebuah sejarah yang tak bisa dilupakan. Begitupun dengan tragedi pembantaian dua kader PP oleh PKI yang kini selalu dikenang setiap tahunnya, hingga berimbas kepada pembantaian terhadap anggota PKI dan nepen-nepennya. (*)