2 Kapal Malaysia dan Awaknya Masih Ditahan
BELAWAN- TNI AL belum memberikan sikap apapun terhadap insiden penghadangan Kapal Patroli (KP) HIU 001, terkait penangkapan dua kapal nelayan Malaysia di 25 mil laut perbatasan Malaysia-Indonesia dan 45 mil laut barat daya oleh empat helikopter milik Malaysia.
“Kami belum bisa memberikan keterangan, belum ada perintah dari komandan,” kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Angkatan Laut Belawan, Kapten Jeffri Irwandi, Senin (11/4).
Tapi, katanya, dua kapal nelayan Malaysia yang ditangkap sudah diserahkan kepada pihaknya untuk dititipkan dan disandarkan di Mako Angkatan Laut. “Kapal beserta awak kapal diserahkan kepada kami, namun proses lebih lanjut dari pihak Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) belum kami terima,” tambahnya.
Kasipidsus Kejari Belawan, Hendra mengaku, pemerintah harus mengambil tindakan yang tegas agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. “Artinya harus ada efek jera yang diberikan pemerintah,” sebutnya.
Sementara itu, sejak ditangkap Jumat (8/4) lalu, dua kapal nelayan Malaysia hingga kini masih ditahan di Pelabuhan Belawan. Awak kapal yang merupakan warga negara Thailand dan Myanmar masih berada di atas kapal. Kedua kapal nelayan yang ditangkap itu bernomor KF 5325 GT 7580 dan KF 5195 GT 6580. Awak kapal merupakan warga negara Thailand dan Myanmar.
Pemerintah Malaysia bukan hanya mengerahkan tiga helikopter tempur untuk membawa balik nelayan mereka dari Indonesia. Surat protes pun melayang ke pemerintah Indonesia agar nelayan Malaysia bisa kembali ke negeri Jiran.
“KKP sudah terima,” kata Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Yulistyo Mudho di Jakarta, Senin (11/4).
Menurutnya, hal itu sah-sah saja diajukan. Namun secara hukum internasional, tindakan nelayan-nelayan Malaysia ini telah melanggar karena masuk wilayah Indonesia tanpa izin.
Kemarin, Pemerintah Diraja Malaysia melalui Konsulat Jenderal (Konjen) Malaysia, Norlin Othman, kepada wartawan di kantor Konjen Malaysia di Medan, Senin (11/4) mengatakan, dua helikopter jenis AW139 dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dan dua helikopter jenis Super Lynk dan Fennec milik Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) hanya mengikuti dua kapal nelayan yang ditarik kapal patroli petugas Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Indonesia, hingga batas perairan selat Malaka, Malaysia, pada koordinat 0447,0 Utara dan 9932,0 Timur.
Selain itu, Norlin membantah empat helikopter Diraja Malaysia melakukan ancaman tembak kepada petugas Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Indonesia.
Sebelumnya, seperti dilansir The Star edisi Minggu (10/4), Malaysia bersikeras menyebut nelayan itu berada di perairan negeri tersebut, tidak melanggar batas.
Kementerian Pertahanan Malaysia menuturkan dua perahu nelayan itu berada sekitar 25 mil laut dari perbatasan Malaysia-Indonesia ketika mereka ditangkap oleh aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia yang sedang berpatroli.
“Begitu mendapatkan laporan (penangkapan itu), empat helikopter Angkatan Laut Kerajaan Malaysia dan Badan Penegakan Maritim Malaysia (APMM) dikirim ke laut untuk mencari perahu nelayan itu,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Malaysia.
Aparat APMM menggunakan pengeras suara menginstruksikan otoritas Indonesia untuk melepaskan perahu-perahu itu karena mereka masih berada di perairan Malaysia namun perintah itu diabaikan. Malah aparat RI mengarahkan senjatanya ke heli-heli itu. Otoritas Malaysia tidak melakukan tindakan lebih lanjut untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. (mag-11/ril)
—
Fakta sejarah hubungan Indonesia-Malaysia Memanas
- Hubungan buruk bermula dari semangat anti kolonialisme dan imperialisme Presiden RI Ir Soekarno. Rasa nasionalisme yang tinggi, membuat Soekarno marah ketika Malaysia berencana membentuk federasi Malaysia. Karena bisa mengancam kemerdekaan Indonesia, khususnya di Kalimantan Utara.
- Kemarahannya memuncak akibat tindakan para demonstran anti Indonesia di Kuala Lumpur pada 18 September 1963 dua hari setelah pembentukan Federasi Malaysia oleh Inggris pada 16 September 1963. Ketika itu, masa merobek-robek gambarnya dan memaksa Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, menginjak-injak gambar Garuda Pancasila. Lahirlah semangat memerangi Malaysia dengan “Ganyang Malaysia” kemudian menjadi sebuah peperangan, konfrontasi terhadap Malaysia berlangsung hingga akhir jabatannya.
- 21 Mei 1998 Presiden Soeharto lengser dari kekuasaannya, Lengsernya Soeharto menandai berakhirnya era kekuasaan Orde Baru dan memasuki era Reformasi. Perlu diperhatikan konfrontasi terhadap Malaysia berakhir ketika Jenderal Soeharto berkuasa, selanjutnya hubungan baik dengan Malaysia terus dibina antara Soeharto dengan Mahathir Mohammad sebagai Perdana Menteri Malaysia pada waktu itu. Tercatat pembentukan ASEAN (South East Asian Nation diprakarsai kedua pemimpin ini.
- 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia, di mana kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969. Tidak lama berselang, pada 1969, Malaysia kembali membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) ke dalam wilayahnya. Akhirnya Indonesia dan Singapura bingung, pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
- 17 Maret 1970 kembali ditandatangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia, tetapi pada 1979 pihak Malaysia kembali membuat peta baru yakni memasukkan Pulau Ambalat dengan memajukan koordinat 4 derajat 10′ arah utara melewati pulau Sebatik. Peta ini sama nasibnya dengan terbitan Malaysia pada tahun 1969 yang tak diakui Indonesia.
- Tindakan Malaysia berlanjut dengan aksi-aksi menangkap dan mengusir nelayan Indonesia dari wilayah Ambalat, dan Malaysia memberikan hak menambang kepada perusahaan asing di Ambalat.
- Puncaknya keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda dalam sidangnya pada 17 Desember 2002 memutuskan dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, Indonesia dinyatakan kalah dari Malaysia.
- Istilah “Ganyang Malaysia” kembali mencuat setelah adanya aksi pemukulan wasit karate asal Indonesia Donald Peter Luther Kolobita, di Kuala lumpur pada 24 Agustus 2007.
- Penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. TKI bermaksud mencari rezeki di negeri orang ini, akhirnya pulang dengan penderitaan, diperkosa, dianiaya, dan bahkan sampai meninggal dunia.
- Adanya klaim objek seni dan budaya Indonesia oleh pihak-pihak di Malaysia. Dari klaim lagu Rasa Sayange, seni Batik, musik Gamelan, tari Reog Ponorogo, seni tari Pendet dari Bali dalam iklan promosi pariwisata mereka dna beberapa hal lainnya.
- April 2011 dua helikopter milik Maritim Malaysia dan satu buah helikopter tempur Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) menghalang-halangi kapal patroli HIU 001 milik Indonesia yang menangkap dua kapal negeri jiran atas tuduhan melakukan illegal fishing alias mencuri ikan.
Sumber: Berbagai Sumber/net.