Menelusuri ‘Markas’ Para Pengemis di Medan (3)
Sambungan dari: Mencemarkan Nama Kampung, tak Mau Alih Pekerjaan
Tak mudah mengungkap aktivitas maupun identitas Famili 100 alias para pengemis yang berdomisili di Kompleks Vetpur A. Bahkan risikonya, Sumut Pos sempat ‘diincar’ untuk dipukuli.
M Sahbainy Nasution, Medan
Penelusuran wartawan koran ini dilakukan pada malam hari, tepatnya Senin malam (9/10). Malam itu hujan turun rintik-rintik karena sudah beberapa pekan ini Kota Medan terus diguyur hujan.
Kompleks tempat tinggal para pengemis ini memang harus melewati Rumah Sakit Haji Medan. Nah, setelah melewati rumah sakit tersebut, lalu didapat sebuah jalan kecil menuju masuk ke kompleks. Tapi, untuk masuk ke kompleks Vetpur, Sumut Pos harus melintasi lima lorong jalan yang sepi.
Malam itu, di tengah rintik hujan, sepeda motor dipacu dengan sedikit kencang. Maklum saja, lima jalan lorong yang harus dilewati semuanya tanpa penerang lampu jalan. Belum lagi, rumah di lorong itu jaraknya masih berjauhan dan ditambah lagi masih banyak hamparan lalang di bagian kanan dan kiri jalan lorong.
Akhirnya, tiba di kompleks Vetpur yang dituju, tepatnya masuk ke dalam lorong V dengan jalan berbatu. Dari jalan lorong V ini, pemandangan rumah para pengemis sudah terhampar. Beberapa bagian pintu rumah tampak terkuak. Terlihat isi rumah mereka. Tampak penghuni rumah ada yang menonton televisi, sedangkan beberapa anak mereka yang kelihatan masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) sedang asyik mengutak-atik ponselnya.
Saat masuk lorong V, Sumut Pos bertemu dengan lima pemuda yang sedang berkumpul dan bercengkrama di pinggir jalan tersebut, tepatnya di sebuah warung. Tanpa membuang waktu, berinteraksi dengan mereka pun jadi pilihan. Perbincangan mengalir. Sesaat cukup menyenangkan. Sayangnya, kelima pemuda itu ketika perbincangan menyerempet ke arah Famili 100, mereka langsung menutup diri. Bahkan, menunjukkan tingkah tidak bersahabat. “Tak tahu kami,” ujar salah satu dari mereka sembari meninggalkan warung yang kemudian diikuti rekan-rekannya.
Ya, sudah, Sumut Pos pun meninggalkan warung itu. Penelusuran harus terus dilakukan. Memasuki lorong V, ada lagi warung. Sepertti kata orang, warung adalah pusat informasi, Sumut Pos pun kembali singgah.
Nasib baik, di warung ada Kepala Dusun, Pribadi Sitepu. Masih ingat dengan Pribadi Sitepu? Ya, dia adalah narasumber yang sempat dijumpai. “Datang lagi kau Dek?” sambutnya begitu melihat Sumut Pos memasuki warung.
Setelah berbasa-basi, Pribadi Sitepu memberikan informasi yang mengejutkan. “Kau tahu Dek, mereka (warga pengemis) minta izin sama aku untuk memukulimu,” katanya.
Ternyata kehadiran di lorong V itu tercium dengan warga. Buktinya, belum sampai lima belas menit Sumut Pos duduk di warung itu, masing-masing rumah di kompleks Vetpur itu kompak menutup pintu. Padahal, menurut Pribadi Sitepu, warga di situ tak biasanya menutup pintu saat masih pukul 21.00 WIB.
“Tuh lihat, mereka tutup pintu semua. Itu karena mereka tahu kalau kau wartawan. Mereka tak mau profesinya terbongkar sebagai pengemis,” kata Pribadi Sitepu.
Tak mau celaka, Sumut Pos pun langsung meninggalkan lokasi itu. Namun, kejadian itu tak akan menyurutkan niat untuk kembali ke kompleks ini dan melakukan penelusuran.
Besoknya, Sumut Pos kembali lagi ke daerah itu. Nekat, sebuah rumah didatangi. Entah kenapa, rasanya tak puas jika tidak bisa berbincang dengan anggota Famili 100.
Sayangnya, kehadiran Sumut Pos malam sebelumnya telah membuat warga terusik. Mereka menutup diri. “Lebih baik Abang pulang, nanti Abang dipukuli. Mereka itu brutal Bang,” kata seorang warga setempat, seorang pria berkulit sawo matang dan berbadan tegap. (bersambung)