Oleh: Benni Sinaga
Kata pendidikan merupakan kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh negara yang langsung ditangani oleh instansi negara ataupun instansi swasta.
Ada banyak defenisi pendidikan menurut para ahli. Menurut Jhon Dewey pendidikan adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang. Paulo Freire mengatakan, pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, damana melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
Dalam UU NO 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekutan spritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyrakat, bangsa, dan negara.
Merujuk dari definisi pendidikan diatas maka pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara terpadu dan terencana untuk membantu manusia dalam mengenali, menggali dan mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang seutuhnya.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu maka oleh negara dibentuk sebuah institusi resmi yang bertugas untuk melaksanakan pandidikan nasional. Dalam UU NO 23 tahun 2005 pasal 4 ayat (4)pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Untuk menunjang kegiatan pendidikan itu maka diperlukan pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana pendidikan yang bagus dan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Tenaga kependidikan adalah tenaga administratif yang mengelola pendidikan dan pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas untuk merncanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (UU NO 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat(2))sarana dan prasaran menjadi modal yang penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang kan dicapai.
Sarana dan prasarana pendidikan sering disebut sebagai fasilitas pendidikan. Secara bebasnya pengertian dari sarana dan prasarana adalah sebagai berikut sarana pendidikan adalah sesuatu yang memudahkan penyampaian materi pembelajaran sedangkan prasaran pendidikan adalah alat untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.
Dalam pasal 45 ayat (1) UU NO 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa setiap satuan pendidikan formal maupun nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memnuhi kependidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
Sementara standar sarana dan prasarana pendidikan diatur dalam PP NO 19 tahun 2005 pasal 42 setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan, pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruangan pimpinan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Namun, realita yang terjadi di lapangan masih jauh panggang dari api. Potret buruk sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia masih dapat ditemukan dimana-mana. Seperti dilansir pada http://kompas.com/ pada tanggal 13 Maret 2012, SD 061 Maccera, Kecamatan Binuang, yang hanya berjarak belasan kilometer dari Kota Polewali Mandar, Sulawesi Barat hanya memiliki sekitar 25 kursi dan meja belajar untuk 100 siswa.
Para siswa yang datang terlambat pun harus rela tidak kebagian kursi dan terpaksa berdiri atau duduk di lantai saat belajar. Kondisi meja dan kursi yang tersedia juga jauh dari layak untuk digunakan. Tidak sedikit kursi dan meja yang ditopang kayu dan sebilah bambu agar tetap dapat dimanfaatkan.
Kondisi demikian pun dapat ditemukan di Kota Medan.
Potret buruk sarana dan pra sarana yang ada masih turut memprihatinkan. Harian Waspada (22/01/2012) mengatakan bahwa sekitar 30 persen bangunan SD di Kota Medan dalam keadaan tidak baik serta tidak mendukung kegiatan belajar mengajar.
Sekolah juga tidak memberikan kenyamanan kepada para siswa dan guru dalam hal fasilitas. Pada umumnya sekolah tersebut adalah sekolah negeri. Lebih jauh dikatakan bahwa kondisi ini tidak berbanding lurus dengan anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang telah dialokasikan dari APBN/APBD.
Sarana dan prasarana sebagaimana kita ketahui adalah salah satu penunjang kegiatan belajar mengajar,kondisi sarana dan prasarana mempengaruhi kualitas pendidikan seorang anak didik. Apalagi anak didik yang masih dijenjang sekolah dasar.
Anak pada usia sekolah dasar mengalami pertumbuhan karakter awal yang akan membentuk jati diri anak sebagai generasi baru suatu bangsa, maka dikarenakan hal itu kondisi pendidikan anak di sekolah dasar perlu mendapatkan perhatian yang serius dan menjadi fokus pemerintah untuk perbaikan sarana dan prasarana, sehingga para siswa, guru, kepala sekolah dan komponen pendidikan lainnya bisa mengerjakan tanggung jawabnya dengan baik untuk peningkatan kualitas pendidikan kita.(*)
Penulis adalah Dosen STIE IBMI Medan aktif
di Campus-Concern Medan (CC Medan)
Sekjen Komunitas Air Mata Guru (KAMG)