Wali Kota Berkomitmen Jauhi Tindakan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara menggelar seminar Pencegahan Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan APBD di Kantor Wali Kota Medan, Rabu (24/10). Seminar itu digelar dalam upaya pencegahan korupsi dengan mewujudkan tata kelola pemerintahan di Pemko Medan.
Wali Kota Medan Drs H Rahudman Harahap MM dalam sambutannya mengatakan semua yang hadir untuk memasang niat dan memiliki komitmen serta meningkatkan integritas untuk menjajauhi tindakan atau perilaku korupsi. Untuk itu yang diperlukan saat ini adalah kebijakan/langkah sistematis pencegahan dan penindakannya yang semakin optimal, tapi bukan untuk menafikan atau mendegradasi semua keberhasilan dan kemajuan bangsa secara keseluruhan atas nama korupsi.
Orang nomor satu di Pemko Medan itu menerangkan, pencegahan korupsi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan APBD di Kota Medan dimulai dari niat bersama.
“Pencegahan korupsi dimulai dari kesepakatan yang tercermin dari cara berfikir, bersikap dan berperilaku birokrasi. Jadi harus ada berfikir, bersikap dan berprilaku melayani tanpa imbalan bukan berfikir, bersikap dan berprilaku melayani dengan imbalan,” paparnya.
Kualitas pelayanan umum dan kualitas pengelolaanm APBD, menurut Wali Kota Medan, sesungguhnya berkorelasi negatif dengan potensi korupsi. Artinya, bila kualitas pelayanan umum dan pengelolaan APBD semakin baik, maka potensi korupsi cenderung akan semakin menurun.
Seminar itu menghadirkan moderator Kepala Bappeda Kota Medan Drs Zulkarnain MSi menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Imam Bustari M Acc.
Dikatakannya, sekitar 285 pejabat saat ini berurusan dengan KPK terkait korupsi. Tentunya harus menjadi cambuk dan perhatian bagi semua, sehingga kasus tersebut tak terjadi di Kota Medan.
Imam memaparkan, pencegahan korupsi bukan dari KPK, kejaksaan maupun kepolisian melainkan harus dari diri sendiri. “Untuk itu dalam pengelolaan keuangan daerah, harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dan akuntabel. Karenanya, satu rupiah pun uang dari Negara harus bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya,” ungkapnya.
Sementara itu Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia, M Sitorus memaparkan pelayanan publik yang ada saat ini masih jauh dari harapan. Kondisi ini terjadi akibat sistem birokrasi masih gemuk dan belum professional, sehingga tidak mampu memberikan pelayanan publik yang baik.
Mewakili Ombudsman Republik Indonesia, Kartini Istiqomah mengatakan bagi masyarakat yang merasa dirugikan, bisa mengadukannya kepada Ombudsman. Dipastikannya, pengaduan masyarakat yang disampaikan akan ditindaklanjuti.
Pasalnya, ombudsman dibentuk dengan tugas menerima dan menindaklanjuti laporan atas dugaan mal administrasi yakni perbuatan melawan hukum seperti penundaan, tak kompeten, tidak melayani, meminta imbalan, penyimpangan prosedur, melalaikan kewajiban, bertindak tak patut serta melakukan intervensi. (gus)