Lubukpakam- Pemerintah Kabupaten Deliserdang gagal dalam mengelola manajemen keuangan pemerintahan. Bahkan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) keuangan, BPK-RI menyatakan disclaimer opinion, (menolak memberikan pendapat) terhadap Pemerintah Kabupaten Deliserdang, sebanyak 4 kali sejak tahun 2008. 2009, 2010, 2011.
Hal ini disebabkan, Pemkab Deliserdang selaku penyelenggara pemerintahan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan APBD.
Untuk itu bupati dan wakil bupati Deliserdang dapat diimpeachment (diberhentikan) dengan tidak hormat. Pernyataan tersebut ditegaskan, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan Kabupaten Deliserdang, Apoan Simanungkalit, SE didampingi tenaga ahlinya Ir Bukti Rajagukguk MSi, pada wartawan Senin (12/11 ) kemarin.
‘’Saat ini pemerintah pusat pun sedang mengusulkan punisment(sanksi) pada kepala daerah yang buruk dalam mengelola keuangan berdasarkan penilaian BPK RI,’’ tegas Apoan.
Apoan juga kuatir dengan kepemimpinan Kepala Daerah Kabupaten Deliserdang Amri Tambunan, karena DPR RI saat ini sedang membahas revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. ‘’Didalam pembahasan DPR-RI tersebut mengusulkan kepala daerah di Impeachment, apabila pemerintah daerah tiga kali berturut-urut atau lebih menerima LHP dengan opini BPK, Adverse atau Disclaimer,’’ tegas Apoan Simanungkalit.
Lanjut Apoan, Pemkab Deliserdang sendiri tidak memiliki pengendalian intern yang handal untuk mendukung pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan dan tidak taat azas dalam menerapkan cut off (pisah batas 1 Januari-31 Desember). Sebagaimana diatur dalam PP No 24 Tahun 2005 tentang Standard Akuntansi Pemerintahan terutama pos hutang kontruksi dalam penyusunan neraca.
‘’Terjadi pengeluaran yang tidak tersedia anggarannya. Ini jelas melanggar UU No 01 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, sesuai pasal 3 ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD. Jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia,’’ beber Apoan.
Dicontohkan Apoan, seperti hutang kontruksi di Dinas PU Deliserdang, yang dibayar pada tahun 2011 sebesar Rp8.095.336.362. Karena Pemka Deliserdang tidak menjelaskan dari pos mana, anggaran pembayaran dilakukan karena didalam APBD 2011 tidak ada Penganggaran Pembayaran Hutang Kontruksi.
‘’Adanya beberapa pekerjaan yang telah selesai namun tidak berfungsi. Sebaliknya ada pula beberapa pekerjaan yang belum/tidak selesai dikerjakan namun terkesan di terlantarkan. Jelas, ini menggambarkan Perencanaan dan Pengawasan di Pemkab Deliserdang sangat lemah,’’ tegas Apoan.
Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Deliserdang TA 2011 sebesar Rp2.763.224.387.589. Aset tetap Pemkab Deliserdang tidak didukung rincian inventaris aset.
‘’Pekerjaan di Dinas PU juga dinilai tumpang tindih antara kontraktual dan swakelola. Akibatnya belum adanya nama-nama jalan, sehingga BPK-RI terkendala dalam melakukan audit investigasi. Dinas PU tidak bersedia menyerahkan buku catatan, yang memuat tanda terima cek kepada pihak ketiga, sehingga BPK-RI tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan untuk menyakini nilai belanja, kewajiban lancar serta dapat mempengaruhi SILPA.
Kegagalan ini, sambung Apoan Simanungkalit, sangat serius dan mencoreng kewibawaan pemkab dan DPRD Deliserdang. (btr )