Banyuwangi Tour de Ijen 2012
BANYUWANGI- Rute Kalibaru menuju Gunung Ijen sejauh 147,04 km pada etape kedua Banyuwangi Tour de Ijen (BTDI) 2012 layak disebut tanjakan paling maut di Indonesia. Baik pembalap asing maupun lokal sampai geleng-geleng dengan siksaan tanjakan.
Di manual race, gradien alias kemiringan tanjakan kategori 1 sepanjang sekitar 30 km menjelang finis disebutkan memiliki rata-rata 6,1 persen. Nyatanya, yang dirasakan para pembalap jauh lebih berat dari itu. Mencapai 13 persen bahkan 15 persen.
Seperti halnya tingkat kesulitan tanjakan, pemenang etape kedua juga sedikit di luar perhitungan. Climber tim Hongkong Choi Ki Ho mengungguli para climber internasional maupun Indonesia. Dia mencatatkan waktu tercepat 4 jam 23 menit 59 detik.
Salah satu unggulan utama di etape tanjakan, Oscar Pujol Munoz hanya mampu menduduki posisi runner-up. Pembalap asal Spanyol yang membela Polygon Sweet Nice (PSN) Surabaya itu tertinggal delapan detik dari Choi Ki Ho.
“Tanjakannya benar-benar berat. Saya seperti tertipu, karena sepertinya tidak akan sampai ke finis,” kata Choi usai lomba.
Choi sukses merebut kemenangan berkat keunggulannya yang cukup jauh menjelang memasuki tanjakan. Sementara, Pujol Munoz dan para climber lainnya terjebak di rombongan besar dengan gap mencapai 6 menit.
“Saya jelas membidik kemenangan. Namun, ini adalah hasil yang bagus karena tanjakannya begitu berat,” kata Pujol.
Pujol mengakui, rute tanjakan merupakan favoritnya. Namun, tanjakan di kawasan Gunung Ijen jauh di luar perkiraannya. Keganasan tanjakan terutama pada 20 km terakhir menjelang finis benar-benar menyiksanya. Dia merasa tenaganya masih kuat, tapi tak mampu mengayuh sepeda untuk mencapai kecepatan yang diinginkan.
“Saat saya melihat Garmin (alat penunjuk kecepatan dan sudut kemiringan) gradien mencapai 13 persen. Itu saat saya tidak terlalu ngotot dan bisa melihat angka-angka di Garmin dengan jelas. Saat saya sedang mengeluarkan seluruh tenaga, itu berarti tanjakannya lebih miring lagi, mungkin sampai 15 persen,” ucap Pujol yang pernah membela tim World Tour Cervelo Test team dan Omega Pharma-Lotto.
Pembalap Spanyol itu mengakui, tanjakan dengan ketinggian mencapai 2.000 meter dpl seperti di Gunung Ijen sebenarnya banyak di Eropa. Tapi, sudut kemiringan tanjakan di Ijen sangat sulit ditemui. Di Eropa, kebanyakan tanjakan dilalui dengan jalan yang berkelok. Sementara di Gunung Ijen, tikungannya lebih sedikit sehingga lebih menukik.
Pembalap lokal yang menjadi unggulan, Tonton Susanto juga kesulitan menembus tanjakan itu. Latihan beberapa kali di kawasan itu tak menjamin mereka melalui lomba dengan mulus.
“Kami sudah menghabiskan banyak tenaga di persaingan sejak start. Ketinggalan dari rombongan depan tak bisa kami kejar,” katanya.
Banyak di antara pembalap yang sampai harus menuntun sepedanya di kemiringan paling terjal sekitar 10 km dari finis. Bahkan, banyak yang sampai menyerah tak menyentuh garis finis. Tercatat ada sembilan pembalap yang tak menyelesaikan etape kedua kemarin.
Sementara, pembalap Indonesia yang paling cepat mencapai finis adalah pembalap dari tim lokal Banyuwangi Road Cycling Club (BRCC) Warseno. Dia di posisi keempat, tertinggal 8 menit 14 detik dari Choi. Pembalap Indonesia berikutnya berada di posisi keenam, yaitu Hari Fitrianto (Tangerang Selatan).(ady/ang/jpnn)