30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Tiga Karyawan BNI Siap Lanjutkan Sidang

Putusan Sela Majelis Hakim Kasus BNI SKM Medan

MEDAN-Majelis Hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau memutuskan, pengadilan tetap berwenang melanjutkan pemeriksaan perkara. Sebaliknya, majelis tidak bisa menerima dari tim penasehat hukum tiga karyawan BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan dalam sidang lanjutan di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (10/12).

Dalam Putusan Sela tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa berkas yang diuraikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah tepat, dan memenuhi syarat untuk dasar memeriksa dan mengadili perkara tiga karyawan BNI SKM Medan, yaitu Radiyasto selaku Pimpinan SKM BNI Pemuda Medan, Darul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan.

“Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi oleh tim penasehat hukum saudara Radiyasto, Darul Azli, dan Titin Indriani, tidak dapat diterima. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum memenuhi syarat untuk dasar pemeriksaan. Menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, berwenang memeriksa dan mengadili perkara,” ujarnya.

Erwin Mangatas Malau menyatakan pula bahwa BPKP berwenang melakukan audit dan melakukan pengawasan dalam hal perhitungan negara sebab BPKP berperan sebagai pengawas internal. Keputusan Majelis Hakim tersebut, mementahkan eksepsi penasehat hukum yang sebelumnya mengatakan bahwa BPK lah yang berwenang melakukan audit perhitungan kerugian negara.

Selain itu, majelis juga berpendapat kesalahan penulisan oleh penuntut umum yang menyatakan ketiga karyawan adalah pegawai pada Bank Nasional Indonesia, hanyalah salah ketik, dan tidak mengurangi isi substansial dakwaan. Majelis Hakim juga mengatakan, penuntut umum sudah menguraikan isi dakwaan dengat tepat dari pasal yang dilanggar.

Atas putusan sela tersebut, tiga karyawan BNI SKM Medan ini tetap menerima putusan sela. “Kami terima majelis,” ujar ketiga karyawan itu satu per satu yang juga diikuti oleh tim penasehat hukumnya.
Sidang berikutnya akan dilaksanakan Senin, 17 Desember 2012 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU. Majelis Hakim pun mengatakan, pada persidangan ke depan akan dicari kesepakatan untuk menjadwalkan persidangan dua kali dalam satu minggu.

Usai persidangan, tim penasehat hukum tiga karyawan BNI SKM Medan, Baso Fakhruddin, yang dimintai keterangannya mengatakan pada persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi nanti, M Aka selaku Direktur Utama PT Atakana Company Group, seharusnya dapat dihadirkan. Sebab keterangan M Aka sangat penting dalam penelusuran kasus tersebut. “Kami harapkan MA dapat dihadirkan sebagai saksi. Dari dia penelurusan kasus ini dapat dilakukan,” jelasnya.
Terpisah, JPU Robinson Sitorus menjelaskan pihaknya akan menghadirkan sekitar 26 orang saksi untuk perkara tersebut, termasuk M Aka. “Saksi ada sekitar 26 orang. Berkasnya tidak saya bawa tetapi semua pihak yang berkaitan dengan perkara ini akan dijadikan saksi, termasuk perusahaan, konsultan dan M Aka,” urainya.

Sebelumnya Baso Fakhruddin dari Sip Law Firm Attorney and Counselors At Law Jakarta menjelaskan pihaknya telah mempertanyakan perihal pemblokiran yang dilakukan oleh MA atas jaminan kredit terpasang PT BDL di BNI SKM Medan. Namun jawaban yang diterima tidak jelas. Bahkan saat ini MA sangat sulit dihubungi. “MA yang bertanggung jawab atas pemblokiran jaminan kredit itu. Sebab, pemilik saham PT Atakana Company Group lainnya (tiga orang lagi) justru membantah MA,” ujarnya.

Dipaparkannya, dakwaan jaksa pada sidang minggu lalu yang menyebutkan ketiga terdakwa telah melanggar ketentuan BNI melalui mekanisme pemberian kredit, sebenarnya tidak terbukti. “Saya juga sampai hari ini belum menerima salinan audit BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara. Saya hanya melihatnya melalui surat dakwaan jaksa. Katanya klien kami merugikan negara Rp117,5 milar. Padahal Rp117,5 miliar itu ’kan jumlah nominal uang yang dicairkan BNI. Sementara ’kan ada jaminan dipasang, antara lain Hak Tanggungan atas SHGB No.02, fidusia-fidusia atas mesin, peralatan, persedian, inventory maupun Personal Guarantee dan Company Guarantee yang telah dibuat,” katanya.
Menurutnya, jika HGU 102 yang total nilainya Rp69 miliar dikeluarkan dari daftar jaminan kredit PT BDL, harusnya perhitungan kerugian negara hanya Rp69 miliar. Karena 48,5 miliar lagi ada jaminan terpasangnya. “Kalau begitu perhitungannya baru saya percaya BPKP. Tetapi kalau begini, hitungannya dari mana?” ungkapnya.

Selain itu, dakwaan Jaksa juga ada error in persona. Jaksa menuliskan ketiga karyawan tersebut sebagai pegawai Bank Nasional Indonesia. Padahal BNI adalah Bank Negara Indonesia. “Meskipun sepele, tetapi secara hukum bisa membuat kesalahan dalam penuntutan,” jelasnya.

Karena pokok perkara ini adalah murni perkara perdata, yang dapat diselesaikan secara keperdataan, menurut Baso, kasus ini seharusnya tidak masuk ranah pidana apalagi tipikor (tindak pidana korupsi). Apalagi gugatan perdata di Aceh telah memenangkan BNI.

“Sudah ada putusan perdata yang memenangkan BNI di Aceh untuk penjaminan HGU 102. Kalau sudah tereksekusi semua jaminan terpasang dan memenuhi total kredit, terus apanya yang bermasalah dan dianggap kerugian negara? Memang ini kasus perdata, dan sudah putus di Pengadilan Tinggi. Tinggal menunggu saja ini putusan kasasinya,” ungkapnya. (far)

Putusan Sela Majelis Hakim Kasus BNI SKM Medan

MEDAN-Majelis Hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau memutuskan, pengadilan tetap berwenang melanjutkan pemeriksaan perkara. Sebaliknya, majelis tidak bisa menerima dari tim penasehat hukum tiga karyawan BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan dalam sidang lanjutan di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (10/12).

Dalam Putusan Sela tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa berkas yang diuraikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah tepat, dan memenuhi syarat untuk dasar memeriksa dan mengadili perkara tiga karyawan BNI SKM Medan, yaitu Radiyasto selaku Pimpinan SKM BNI Pemuda Medan, Darul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan.

“Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi oleh tim penasehat hukum saudara Radiyasto, Darul Azli, dan Titin Indriani, tidak dapat diterima. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum memenuhi syarat untuk dasar pemeriksaan. Menyatakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, berwenang memeriksa dan mengadili perkara,” ujarnya.

Erwin Mangatas Malau menyatakan pula bahwa BPKP berwenang melakukan audit dan melakukan pengawasan dalam hal perhitungan negara sebab BPKP berperan sebagai pengawas internal. Keputusan Majelis Hakim tersebut, mementahkan eksepsi penasehat hukum yang sebelumnya mengatakan bahwa BPK lah yang berwenang melakukan audit perhitungan kerugian negara.

Selain itu, majelis juga berpendapat kesalahan penulisan oleh penuntut umum yang menyatakan ketiga karyawan adalah pegawai pada Bank Nasional Indonesia, hanyalah salah ketik, dan tidak mengurangi isi substansial dakwaan. Majelis Hakim juga mengatakan, penuntut umum sudah menguraikan isi dakwaan dengat tepat dari pasal yang dilanggar.

Atas putusan sela tersebut, tiga karyawan BNI SKM Medan ini tetap menerima putusan sela. “Kami terima majelis,” ujar ketiga karyawan itu satu per satu yang juga diikuti oleh tim penasehat hukumnya.
Sidang berikutnya akan dilaksanakan Senin, 17 Desember 2012 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU. Majelis Hakim pun mengatakan, pada persidangan ke depan akan dicari kesepakatan untuk menjadwalkan persidangan dua kali dalam satu minggu.

Usai persidangan, tim penasehat hukum tiga karyawan BNI SKM Medan, Baso Fakhruddin, yang dimintai keterangannya mengatakan pada persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi nanti, M Aka selaku Direktur Utama PT Atakana Company Group, seharusnya dapat dihadirkan. Sebab keterangan M Aka sangat penting dalam penelusuran kasus tersebut. “Kami harapkan MA dapat dihadirkan sebagai saksi. Dari dia penelurusan kasus ini dapat dilakukan,” jelasnya.
Terpisah, JPU Robinson Sitorus menjelaskan pihaknya akan menghadirkan sekitar 26 orang saksi untuk perkara tersebut, termasuk M Aka. “Saksi ada sekitar 26 orang. Berkasnya tidak saya bawa tetapi semua pihak yang berkaitan dengan perkara ini akan dijadikan saksi, termasuk perusahaan, konsultan dan M Aka,” urainya.

Sebelumnya Baso Fakhruddin dari Sip Law Firm Attorney and Counselors At Law Jakarta menjelaskan pihaknya telah mempertanyakan perihal pemblokiran yang dilakukan oleh MA atas jaminan kredit terpasang PT BDL di BNI SKM Medan. Namun jawaban yang diterima tidak jelas. Bahkan saat ini MA sangat sulit dihubungi. “MA yang bertanggung jawab atas pemblokiran jaminan kredit itu. Sebab, pemilik saham PT Atakana Company Group lainnya (tiga orang lagi) justru membantah MA,” ujarnya.

Dipaparkannya, dakwaan jaksa pada sidang minggu lalu yang menyebutkan ketiga terdakwa telah melanggar ketentuan BNI melalui mekanisme pemberian kredit, sebenarnya tidak terbukti. “Saya juga sampai hari ini belum menerima salinan audit BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara. Saya hanya melihatnya melalui surat dakwaan jaksa. Katanya klien kami merugikan negara Rp117,5 milar. Padahal Rp117,5 miliar itu ’kan jumlah nominal uang yang dicairkan BNI. Sementara ’kan ada jaminan dipasang, antara lain Hak Tanggungan atas SHGB No.02, fidusia-fidusia atas mesin, peralatan, persedian, inventory maupun Personal Guarantee dan Company Guarantee yang telah dibuat,” katanya.
Menurutnya, jika HGU 102 yang total nilainya Rp69 miliar dikeluarkan dari daftar jaminan kredit PT BDL, harusnya perhitungan kerugian negara hanya Rp69 miliar. Karena 48,5 miliar lagi ada jaminan terpasangnya. “Kalau begitu perhitungannya baru saya percaya BPKP. Tetapi kalau begini, hitungannya dari mana?” ungkapnya.

Selain itu, dakwaan Jaksa juga ada error in persona. Jaksa menuliskan ketiga karyawan tersebut sebagai pegawai Bank Nasional Indonesia. Padahal BNI adalah Bank Negara Indonesia. “Meskipun sepele, tetapi secara hukum bisa membuat kesalahan dalam penuntutan,” jelasnya.

Karena pokok perkara ini adalah murni perkara perdata, yang dapat diselesaikan secara keperdataan, menurut Baso, kasus ini seharusnya tidak masuk ranah pidana apalagi tipikor (tindak pidana korupsi). Apalagi gugatan perdata di Aceh telah memenangkan BNI.

“Sudah ada putusan perdata yang memenangkan BNI di Aceh untuk penjaminan HGU 102. Kalau sudah tereksekusi semua jaminan terpasang dan memenuhi total kredit, terus apanya yang bermasalah dan dianggap kerugian negara? Memang ini kasus perdata, dan sudah putus di Pengadilan Tinggi. Tinggal menunggu saja ini putusan kasasinya,” ungkapnya. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/