Salah satu serikat buruh terbesar di Indonesia adalah Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI). Untuk di Sumatera Utara sendiri, ada sekitar 117 ribu anggota. Di mana ada 398 sebagai pengurus komisariat atau yang diletakkan di berbagai perusahaan sebagai wakil SBSI.
Kenyataannya hingga Senin (10/12) kemarin, serikat buruh ini sama sekali belum melakukan aksi. Padahal banyak yang mencatok nama dari serikat ini. “Kita belum melakukan aksi sama sekali. Kita akan melakukan aksi nanti, Rabu (12/12) besok. Dan kita akui, kita kecolongan beberapa hari ini karena nama kita dicatut dalam melakukan aksi. Dan kita sadar, sebagian besar anggota kita diperalat untuk demo ini. Karena itu, kita pastikan akan menindak 2 DPC kita, yaitu 2 titik yang di Deliserdang, dan 1 titik yang di Medan,” ujar Ketua SBSI Sumut, Edward Pakpahan.
Dijelaskannya, pilihan SBSI Sumut tidak melakukan aksi karena menyadari bahwa tidak mungkin upah yang diharapkan buruh sama seperti di Jawa. Selain karena perbedaan KHL di Jawa yang lebih tinggi sebesar 50 persen bila dibandingkan di Sumut. “Misalnya saja tempat tinggal. Di Jakarta, Rp500 ribu per bulan itu kecil. Kalau di Medan, harga kos segitu dengan kamar mandi di dalam. Kalau di Sumut, bisa sekalian makan itu,” ungkapnya.
“Kita sudah mengotak atik angka. Memang tidak mungkin mendapatkan gaji sebesar itu. Lagian, kalau mau bicara jujur, yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp1.375.000 per bulan itu sudah mencukupi. Karena belum lagi masuk UMSP (Upah Minimum Sektor Provinsi) yang bisa mencapai Rp1.400.000-an. Dan kemudian masuk UMSK (upah minimum sektor kota) yang bisa mencapai Rp1.600.000-an. Dan itu untuk usia kerja 0-1 tahun,” lanjutnya.
Dengan tidak ikut melakukan aksi bersama serikat buruh lainnya, diakuinya ini menimbulkan berbagai omongan negatif. Misalnya, SBSI mendukung pemerintahan, atau SBSI telah dibayar oleh satu partai. “Itu tidak benar, karena kita murni untuk buruh. Yang penting sama kita adalah kondisi usaha aman kondusif. Jangan campurkan usaha dengan politik,” ujarnya.
Terkait dengan demo yang terus berlangsung sehingga membuat kondisi usaha tidak berjalan normal, Edward menyatakan pihak kepolisian yang seharusnya bertanggung jawab. “Bagaimana bisa, dalam 1 hari para buruh disweeping hingga ke tempat kerjanya. Sudah itu, didiami pula. Malah terkesan dibiari. Dan parahnya, mereka menjaga aksi sweeping itu. Hasilnya, kawasan industri medan star rusak pintunya. Ini sama saja merugikan kita para buruh yang tidak mau terlibat,” lanjutnya.
Karena itu, untuk mengembalikan keadaan ini, rencananya Rabu (12/12) mendatang, SBSI Sumut akan melakukan aksi dengan tuntutan agar UMK dan UMSK se-Sumatera Utara ditetapkan. Mengingat, tanggal 1 Januari harus sudah ditandatangani, sementara tanggal tersebut tinggal beberapa hari lagi. (ram)