Dari Doa Bersama hingga Menangis di Kuburan
26 Desember 2004. Itulah hari paling bersejarah dan tragedi yang tak bisa dilupakan oleh masyarakat Aceh. Rabu kemarin (26/12), tsunami genap berusia 8 tahun. Seluruh warga gampong (kampung) pun bercucuran air mata larut dalam zikir mengenang peristiwa tersebut.
Seperti gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh, mereka melakukan zikir bersama di komplek PLTD Apung. Ratusan warga memenuhi halaman komplek tersebut yang berdatangan dari berbagai tempat. Sementara zikir berlangsung, tempat wisata tsunami ini ditutup hingga acara doa dan zikir tersebut selesai.
Dalam acara mengenang 8 tahun tsunami yang dilaksanakan oleh pemuda gampong Blang Cut, terlihat ratusan warga baik kaum laki-laki dan perempuan larut dalam zikir dan doa “Tujuan mengenang 8 tahun tsunami ini untuk menyampaikan doa kepada para arwah syuhada dan keluarga kita,” kata ketua pelaksana Ramzahri.
Pemuda gampong ini berinisiatif menggelar peringatan 8 tahun tsunami karena mengingat warga yang tak dapat hadir pada pusat acara yang diselenggarakan oleh pemerintah Aceh yang berpusat di Pelabuhan Malahayati.
Zikir yang dipimpin oleh Tgk Honey Zulfan ini berlangsung khusyuk, yang terdengar isak tangis dari beberapa ibu-ibu yang hadir. Setelah zikir dan doa bersama warga mendengarkan tausiah yang menjadi rangkaian acara sewindu memperingati gempa dan tsunami.
Tidak hanya itu, sejak malam Selasa (25/12) warga telah melakukan zikir bersama seperti yang dilakukan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banda Aceh. Sedangkan warga gampong yang berada di kecamatan Meuraxa seperti gampong Lampulo kecamatan Baiturrahman juga melaksanakan zikir di masjid gampong. Sedangkan gampong Pie dan Cot Lamkuweuh kecamatan Meuraxa mengadakan zikir pada malam hari, Rabu (26/12) di meunasah masing-masing.
Sementara, mengenang delapan tahun bencana gempa dan tsunami, ribuan masyarakat Kabupaten Aceh Barat memanjatkan doa bersama di kuburan massal Ujung Karang, Meulaboh. Ramai peserta doa bersama larut dalam suasana pilu dan sedih saat memanjatkan doa bagi para syuhada tsunami.
Larut dalam suasana duka demikian, juga terlihat di Kupiah Meukutop Teuku Umar, Desa Ujung Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan. Di batu putih tersebut, juga terlihat ratusan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Pejuang Korban Tsunami (GPRS), memanjatkan doa dan zikir bagi para korban tsunami.
Sementara Bupati Aceh Barat, HT Alaidinsyah (Haji Tito), menuturkan, kegiatan doa bersama tersebut sebagai memunajatkan kepada Allah SWT, agar saudara-saudara yang gugur dalam musibah bencana tsunami pada 2004 lalu, mendapatkan ampunan dosa serta mendapatkan tempat yang layak disisi Allah SWT. “Hari ini (kemarin, Red), genap delapan tahun berlalunya bencana tsunami yang memporak-porandakan pesisir Aceh. Kita harus mengenang peristiwa itu, sebagai bentuk intropeksi diri,” pintanya.
Peristiwa pada Minggu pagi itu, tambah Haji Tito, diawali dengan gempa dahsyat, serta beberapa saat kemudian diikuti oleh naiknya gelombang air laut ke daratan Bumi Teuku Umar.”Jeritan dan tagis pilu terdengar disana-sini, saat itu,” kenangnya.
Delapan tahun berlalunya bencana tsunami itu, dapat memotivasi agar dapat bangkit dari porak-poranda delapan tahun lalu. Kelak ke depan, Aceh Barat dapat bangkit menjadi daerah yang makmur dan sejahtera. “Rakyat Aceh Barat harus rukun dan kompak untuk membangun daerah ini,” pintanya.
Sedangkan di Bireuen, memperingati 8 tahun tsunami, pemerintah kabupatennya mengelar doa bersama, diikuti seluruh pegawai negeri sipil dan pihak terkait dari instansi vertikal serta masyarakat, Rabu (26/12) pagi, di Masjid Agung, Kota Bireuen. Sementara itu, petugas terkait, melalui pengeras suara baik secara berkeliling di pusat kota dan di beberapa Meunasah juga mengumumkan Sebagai bentuk memperingati peristiwa itu. Masyarakat Bireuen, dihimbau untuk menaikkan bendera merah putih, setengah tiang, mulai Rabu (26/12) sampai beberapa hari ke depan.(*)