Penjual Lemang Turun Temurun
Penjual lemang malam di Jalan Gatot Subroto (Gatus) Medan, tepatnya di dekat bundaran Mayestik, merupakan penjual lemang turun temurun. Tapi siapa sangka, pembeli yang pernah datang mulai darti turis mancanegara hingga mantan Gubsu Rudolf Pardede.
M Sahbainy Nasution, Medan
Keberadaan para penjual lemang ini muncul pada sore hari. Belasan gerobak berciri warna kuning berukuran 1×1,5 meter berjejeran di tempat ini untuk memasarkan dagangannya.
Salah satu penjual lemang Jasrimar (50), warga Sekip, Medan.
Jasrimar tampak sibuk menyiapkan dagangan lemangnya. Puluhan batang lemang kuning ditatanya dengan rapi. Kepulan asap dari pembangkaran lemang tampak bertengger di sela-sela gerobaknya. Lemang tersaji hangat untuk pembeli.
Sebentar saja, lemang-lemang yang dihidangkan oleh Jasrimar di buru oleh pengendara baik mobil maupun sepeda motor yang lalu lalang di tempat inin
Tak heran kalau penjual lemang ini banyak di buru oleh pembeli selain sudah turun temurun.
Jasrimar mengisahkan, dalam penjual lemangnya sudah turun temurun, sejak tahun 1889. Sejak tahun itu orang tuanya sudah berjualan di tempat tersebut. “Saat itu orang tua saya yang berjualan, dan saya saat itu hanya membantu saja,” ujar wanita yang memakai jilbab hitam dan jaket ini.
Setelah orangtuanya tak mampu lagi bejualan, dirinya lantas meneruskan usaha lemang orangtuanya. Hingga saat ini lemangnya sudah banyak dinikmati para pembeli. Pembeli yang pernah datang mulai dari Binjai, Sibolga, Labuhan Batu, Tanjung Balai dan daerah lainnya. Bukan itu saja, kata Jasrimar, pembeli dari Jakarta, Aceh dan Pekan Baru bila berwisata di Medan pernah membeli lemangnya. “Pernah juga Pak Rudolf Pardede membeli lemang dagangan saya, pernah juga turis dari Malaysia dan Hongkong juga membeli lemang saya,” akunya.
Sebelum menyajikan dagangannya, Jasrimar dan para-para penjual lemang lainnya memasak pada pagi hari. Biasanya mereka selesai mengolah lemang pada siang pukul 14.00 Wib. Jasrimar bukan hanya menjual lemag semata, tapi juga menjual tape, kue basah dan juga gorengan. Untuk harga lemang sendiri Rp18 ribu per batangnya.
Setiap harinya Jasrimar berjualan lemang di tempat itu untuk menyambung pekerjaan orang tuanya. Dari hasil berjualan lemangnya, ia mampu membantu ekonomi keluarganya. “Suami saya hanya penarik beca,” tuturnya.
Tiap harinya ia mampu menjual 17 batang lemang atau penghasilannya Rp200 ribu. “Tapi, tidak tentu terkadang lemang ini habis terkadang sedikit pembelinya,” ucapnya.
Meski penghasilannya tak cukup banyak, ia bersama penjual lemang lainnya sering ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Ya, inilah hidup, harus berjuang,” ujarnya tersenyum. (*)