Perguruan Tinggi Alakadar Marak di Medan
Memilih perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Medan harus selektif, jangan terpaku dengan namanya yang menarik melainkan lihat fasilitas kampus dan ruang belajarnya.
Penelusuran di Kota Medan, dalam dua tahun terakhir ini banyak PTS bermunculan. Bahkan, ada beberapa kampus yang gedungnya cuma satu pintu rumah toko (ruko) tiga lantai.
Kampus ruko satu pintu itu diisi fasilitas sama seperti kampus lainnya, ada laboratorium komputer, ruang administrasi, dosen dan ruang kelas. Hanya saja, untuk belajar, ruangnya relatif cukup sempit dibandingkan kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (Unimed) atau kampus besar lainnya di Kota Medan.
Untuk membuktikan kampus yang hanya satu pintu ruko, Sumut Pos menemukannya di Jalan Sisingamangaraja dekat Simpang Amplas. Kampus tersebut, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer Pelita Nusantara. Di atas pintu kampusnya tertulis SK Mendiknas RI No. 132/D/O/2003.
Di gedung satu pintu dan seperti tak terurus itu memasang spanduk yang diikat pakai paku dan bertuliskan: Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Pelita Nusantara menyediakan S-1 Teknik nformatika dan D 3 Manajemen Informatika Komputer.
Saat ditelusuri melalui search engine google, muncul STMIK Pelita Nusantara ada di Jogjakarta didirikan tahun 2002 dengan SK Mendiknas RI No. 291/D/0/2002. Kampus itu memiliki dua program studi atau jurusan, yakni Teknik Informatika (terakreditasi dengan nilai C pada tahun 2010), Sistem Informasi (dalam Proses Akreditasi).
Ketika Sumut Pos mendatangi gedung STMIK Pelita Nusantara di Medan Amplas, Senin (7/1), kampus tersebut terkunci rapat. Bahkan, ketika ditanyakan ke warga sekitar kampus libur tahun baru. “Dua atau tiga hari lagi buka, ini libur tahun baru,” kata ibu berkacamata pemilik warung tepat di sebelah Kampus STMIK Pelita Nusantara, Medan.
Ibu berkacamata yang namanya enggan disebutkan menyatakan, bagi orang yang mau mendaftar sebagai mahasiswa masih bisa untuk mengikuti perkuliahan. “Sama saya saja bisa kalau mau mendaftar, nanti saya temukan dengan pihak manajemen kampus. Tapi, dua atau tiga hari lagi,” ujarnya. “Ini kampusnya masih baru, sekarang ini belum ada mahasiswanya,” tambahnya.
Sumut Pos terus menanyakan orang yang bisa dihubungi via telpon, namun ibu berkacamata tak mengetahuinya. Bahkan, saat dilihat di spanduk juga tak ada kontak person atau nomor telepon kampusnya. Termasuk email kampus juga tidak ada.
Usai mengunjungi Kampus Pelita Nusantara, Sumut Pos menelusuri Jalan Iskandar Muda. Di jalan tersebut ditemukan Kantor Perwakilan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) dan Sekolah Tinggi Tehnik (STT).
Staf informasi di kantor perwakilan Pelita Bangsa, Marlop Pardede mengatakan, di tempat ini semata-mata hanya sebagai kantor perwakilan saja. “Kampus utamanya di Binjai. Kalau di sini selain mendaftar juga sebagai traning (pelatihan, Red) untuk menuju meja hijau saja,”sebutnya.
Di PTS ini, kata Marolop status programnya seperti Manajemen, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Bimbingan-Konseling. Untuk STIE Manajemen biaya SPP Rp3, 5 juta per tahun, sedangkan STIKP dengan semua jurusan Rp3 juta per tahun.
Menyikapi ditemukannya kampus hanya satu pintu ruko, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemendikbud) Djoko Santoso tidak mau buru-buru langsung menyatakan bahwa hal tersebut melanggar aturan.
“Aturannya sudah jelas. Baca aturannya saja ya,” ujar Djoko Santoso singkat kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
Aturan yang dimaksud Djoko adalah Keputusan Mendiknas Nomor 234/U/2000 tentang pedoman pendirian perguruan tinggi. Di sana dijelaskan secara gamblang dan detil prosedur pendirian perguruan tinggi, termasuk PTS.
Setidaknya ada sembilan persyaratan yang harus terpenuhi agar usulan pendirian PTS bisa disetujui Ditjen Dikti. Yakni harus punya rencana induk pengembangan (RIP), kurikulum, tenaga kependidikan, calon mahasiswa, statuta, kode etik sivitas akademika, sumber pernbiayaan, sarana dan prasarana, dan terakhir penyelenggara perguruan tinggi.
Masing-masing poin persyaratan diuraikan secara mendetil. RIP merupakan pedoman dasar pengembangan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya lima tahun, yang memuat materi pokok program kegiatan, organisasi penyelenggaraan, tenaga pendidik, sarana akademik, prasarana kampus, dan sejumlah hal lain.
Nah, di Pasal 6 Kepmen tersebut, juga disyaratkan mengenai tanah yang dimiliki/dikuasai untuk pembangunan kampus, daya tampung mahasiswa dalam lima tahun mendatang, serta fasilitas fisik yang ada seperti ruang kuliah, ruang dosen, ruang laboratorium, studio, ruang unit pelaksana teknis, ruang instalasi dan ruang kantor serta rencana pengembangannya.
Nah, mengenai mengenai sarana dan prasarana, di Kepmen Nomor 234 itu tidak disebutkan pengusul pendirian PTS harus memiliki tanah sendiri yang akan dijadikan lokasi kampus. Dengan kata lain, ruangan boleh ngontrak, tapi minimal sudah teken kontrak 20 tahun.
Juga tidak diatur berapa luas tanah yang harus dijadikan kampus pusat. Yang diatur hanya ruang kuliah, yang per mahasiswanya minimal 0,5 meter persegi. Juga ruang untuk dosen dan administrator.
Sementara itu, pengamat Prof Syaiful Sagala mengatakan, bila dipandang dari kelayakannya dengan rincian lebar empat meter dan panjang dua puluh meter seperti satu pintu ruko, sangat tidak ideal menjadi gedung kampus. Walaupun gedungnya berlantai tiga.
“Saya heran kenapa pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengeluarkan izin kepada PTS dengan kondisi bangunan yang tidak layak dijadikan kampus. Ini sangat memprihatinkan,” sebutnya.
Guru besar Unimed ini mengimbau agar selektif memilih PTS. Jika dinilai gedungnya tidak layak dan tidak cocok untuk bangunan perguruan tinggi, hendaknya tidak memilih sebagai tempat kuliah. (mag-19/sam)