Manggadong dan Buah Lokal Menu Wajib Pemprovsu
Setahun terakhir buah-buahan impor dilarang sebagai sajian seremonial di lingkungan Pemprovsu. Kendati awalnya ditentang, tapi program ini diyakini akan berefek positif, terutama melindungi para petani lokal.
“TAK boleh lagi ada buah impor. Sudah setahun ini berjalan. Hal itu ditegaskan pak Gubernur (Gatot, Red) dalam surat edaran kepada kami,” ujar Kepala Biro Umum Pemprov Sumut Nurlela, Rabu (16/1/).
Tak hanya melarang buah impor masuk kantornya, Gatot juga menginstruksikan agar untuk snack mereka menggunakan bahan non-beras, alias dari umbi-umbian (manggadong).
Dalam setiap kegiatan Pemprovsu memang sudah tak tampak lagi apel Washington, anggur, atau jeruk impor. Sebagai gantinya, para tamu disuguhi pisang barangan, klengkeng, salak Sidempuan, dan jeruk Berastagi. Semua produksi petani lokal. Untuk kue kotak, Bagian Rumah Tangga Pemprovsu menyajikan kue-kue berbahan umbi-umbian. Kue getuk, nagasari pisang, sagu, dan kue jagung paling sering jadi sajian dalam kue kotak. Tak lupa di kotak itu diberi kertas bertulis: ‘Mari Sukseskan Gerakan Manggadong’.
Sajian buah lokal dan kue berbahan dasar non-beras ini tak hanya disajikan untuk tamu-tamu lokal, melainkan ikut dihidangkan dalam acara seremoni bagi tamu dari Jakarta dan luar negeri.
Program Manggadong yang dimaksud Gatot, lanjut Nurlela, bukan sebatas penganan umbi-umbian, melainkan berbagai makanan olahan dari jagung, pisang, dan kacang-kacangan.
Kebijakan itu dibuat bukan tanpa alasan. Menghidupkan petani lokal dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Sumut adalah tujuan utama. Pasalnya, manggadong dan membeli buah-buahan lokal akan mendongkrak penghasilan pengusaha pertanian lokal. Kebijakan yang diterbitkan sejak Agustus 2011 ini, menurut Nurlela, awalnya mendapat banyak kritikan. Sebab sejumlah SKPD terbiasa menyajikan makan moderen dan buah impor. (adv)