29 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Satpol PP Harus Diberi Pelatihan

Terkait Bentrok di Lahan Cadika dan Balai Kota Medan

MEDAN-Bentrok Satpol PP dan kader PDIP beberapa hari lalu mendapat tanggapan praktisi hukum di Medan. Satpol PP bisa dianggap tidak salah jika yang diamankan adalah aset Pemko Medan karena itu adalah tugasnya. Namun, tindakan semenan-mena adalah tidak dibenarkan. Balasan Kader PDIP dengan menyerang Balai Kota pun tidak bisa dikatakan benar.

PENERTIBAN: Puluhan petugas Satpol PP merubuhkan sebuah rumahdi Lapangan Cadika Jalan karya Wisata Medan, Senin (21/1) lalu.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
PENERTIBAN: Puluhan petugas Satpol PP merubuhkan sebuah rumahdi Lapangan Cadika Jalan karya Wisata Medan, Senin (21/1) lalu.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Hal ini diungkapkan praktisi hukum dari UMSU Abdul Hakim Siagian SH Mhum.

Dia menilai menilai, agar persoalan ini tidak terus berkembang dan menjadi polemik di masyarakat, Pemko Medan harus menjelaskan ke publik terkait kapasitas Satpol PP ke Lapangan Cadika. Apakah untuk melakukan eksekusi atau pengamanan aset milik Pemko.

“Karena jika melakukan ekskusi, itu memang harus melalui putusan pengadilan. Namun jika untuk pengamanan aset, itu memang tugasnya Satpol PP. Namun jangan pula pengamanan aset dilakukan dengan cara-cara yang tidak beradat,” kata Abdul Hakim Siagian, Rabu (23/1).

Mantan anggota DPRD Sumut dari PAN ini juga menilai, kehadiran Satpol PP memang sangat dibutuhkan dalam penegakan perda Kota Medan. Namun begitu, menurut Hakim, cara-cara arogan yang dipertontonkan Satpol PP dan kader PDIP dengan melakukan penyerangan ke kantor Wali Kota Medan harus dihindari. “Cara-cara seperti itu tidak dibenarkan dan dapat melanggar hukum. Apalagi masing-masing bermartabat,” ungkapnya.

Karenanya, lanjut Hakim, personel Satpol PP ini perlu diberikan pelatihan agar mereka dapat bertindak lebih profesional dan tidak arogan. Hakim juga memberi apresiasi kepada Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang secara terang-terangan di media massa meminta maaf dan berjanji akan menindak tegas anggota Satpol PP yang terbukti anarkis. “Langkah itu cukup baik untuk menjaga suasana kondusif di Kota Medan. Namun ini harus dibarengai dengan klarifikasi ke publik terkait kapasitas Satpol PP dalam persoalan ini,” tegasnya lagi.

Dari Jakarta, juru bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko, memastikan Hakim Agung pasti mempelajari setiap kasus sengketa hukum yang masuk ke MA, termasuk terkait sengketa lahan lapangan bumi perkemahan Pramuka Cadika.

Menurutnya, kalau memang MA pernah memutus tanah tersebut aset Pemerintah Kota Medan, maka keputusan tersebut harus segera dilaksanakan dan dijalankan. Diantaranya dengan menerbitkan sertifikat dan jika tanah dikuasai pihak lain, Pemko Medan harus segera mengajukan eksekusi lahan.
Namun begitu Djoko mengaku belum mengetahui persis seperti apa permasalahan yang berkembang. “Tapi kalau memang ada bukti baru dan terjadi kekhilafan hakim dalam memutus perkara tersebut, maka Peninjauan Kembali (PK) bisa dibuka,” katanya kepada koran ini di Jakarta, Rabu (23/1).

Sebagaimana diketahui, sejumlah putusan MA memenangkan Pemko Medan atas kepemilikan lahan yang selama puluhan tahun digunakan menjadi bumi perkemahan Pramuka. Keputusan tersebut antara lain keputusan bernomor 2914 K/Pdt/2000 Tanggal 22 Januari 2003.

Kemudian diteruskan dengan keputusan bernomor 268 PK/Pdt/2004, tertanggal 30 Agustus 2005, No.1461 K/Pdt/2002 Tanggal 13 Maret 2003, No.201 PK/Pdt/2004 Tanggal 18 Mei 2005, No.1462 K/Pdt/2002 Tanggal 13 Maret 2003 dan Nomor 202 PK/Pdt/2004 Tanggal 18 Mei 2005.
Dalam amar putusannya, MA menegaskan sertifikat hak pengelolaan lahan yang berada di Kelurahan Pangkalan Mashyur, seluas 254,293 M2, terletak di Jalan Karya Wisata, Kelurahan Pangkalan Mashyur Kecamatan Medan Johor, terdaftar atas nama Pemko Medan adalah sah hak milik Pemko Medan.
Namun dalam perjalanannya sebagaimana dikemukakan Kepala Bagian Hukum Pemko Medan, Ikhwan Habibi Daulay, Selasa (22/1) kemarin, ternyata pada tahun 2011, Serikat Ginting kembali menggugat Pemko Medan atas objek yang sama ke Pengadilan Negeri Medan. “Masalahnya gugatan di PN Medan sudah putus keperdataannya dan Pemko Medan menang. Tapi mengapa PN Medan kembali menerima gugatan keperdataan untuk subjek yang lain dengan objek yang sama lagi,” katanya yang memastikan gugatan ini tengah diproses di tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI.

Menanggapi kondisi ini, Djoko mengaku belum dapat memberi keterangan lebih lanjut. Karena dirinya harus melihat perkara tersebut secara mendalam terlebih dahulu.

Sementara itu, pertemuan tiga politisi dari fraksi PDIP DPRD Medan Porman Naibaho dan Daniel Pinem, serta Bendahara DPC PDI Perjuangan Medan Hasyim dengan Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang pada Rabu (23/1) sore ditunda.

Kedatangan tiga politisi PDI Perjuangan tersebut untuk mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus penganiayaan yang dialami Porman Naibaho dan Daniel Pinem. Tiga politisi dari fraksi bergambar Banteng itu disambut oleh Wakapolresta Medan AKBP Pranyoto.”Kedatangan kita ke sini (Mapolresta Medan) untuk mempertanyakan sudah sejauh mana pemeriksaan soal kasus yang kita alami,” ujar Porman Naibaho.

“Mereka sudah menyalahi prosedur. Sebelumnya kan sudah ada kesepakatan enggak penggusuran tiga rumah di atas lahan Cadika ini. Kalau masalah penertiban hewan kaki empat, di sini sudah enggak ada lagi hewan kaki empat. Kalau pun mereka (Satpol PP) mau melakukan penertiban kambing, lembu dan sebagainya, mana surat perintahnya dari Wali Kota Medan. Jadi memang mereka sudah menyalahi prosedur,” ujar Porman Naibaho.

Sementara itu Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan Hasyim saat disinggung mengenai pengerusakan kantor Wali Kota Medan dan penganiayaan salah seorang personel Satpol PP Fahmi Ramadhan ia menyebutkan, pengerusakan itu memang dilakukan oleh kader PDIP. Namun pengerusakan dan penganiayaan itu memang di luar komando.

“Kita sendiri enggak ada memerintahkan kader PDI Perjuangan untuk melakukan pelemparan kantor Wali Kota Medan dan penganiayaan kepada personel Satpol PP. Aksi itu merupakan spontanitas dari kader. Namanya juga kader kita di DPRD Medan dianiaya. Spontanitas itu ya wajar saja terjadi. Mungkin itu salah satu bentuk solidaritas dari kader kita,” ucapnya.

Wakapolresta Medan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Pranyoto mengarahkan ketiga politisi PDIP itu untuk kembali datang pada Kamis (24/1) menemui Kasat Reskrim Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) M Yoris Marzuki.

“Besok (hari ini) mereka kita arahkan menemui Kasat Reskrim. Mungkin beliau baru bisa menjelaskan sudah sejauh mana kasus penganiayaan yang dialami pak Porman Naibaho dan Daniel Pinem,” tegas Pranyoto.

Di tempat terpisah, Fraksi PDIP DPRD Kota Medan mendesak Polresta Medan menangkap Kepala Satpol PP Kota Medan M Sofyan dan anggotanya terkait insiden penertiban bangunan liar di lahan Cadika Pramuka Jalan Karya Wisata Medan, yang berujung bentrok.

“Kami minta Kapolresta Medan serius menangani kasus ini dan segera menangkap Kepala Satpol PP Kota Medan M Sofyan karena telah melanggar pasal 170 KUHP yang mengatur tentang sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum,” kata Porman Naibaho selaku juru bicara Fraksi PDIP DPRD Kota Medan yang kala itu didampingi Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Medan Hasyim SE, Wakil Ketua DPRD Kota Medan Augus Napitupulu dan Wakil Ketua Fraksi Daniel Pinem di gedung dewan, kemarin. (ade/mag-19/gir)

Terkait Bentrok di Lahan Cadika dan Balai Kota Medan

MEDAN-Bentrok Satpol PP dan kader PDIP beberapa hari lalu mendapat tanggapan praktisi hukum di Medan. Satpol PP bisa dianggap tidak salah jika yang diamankan adalah aset Pemko Medan karena itu adalah tugasnya. Namun, tindakan semenan-mena adalah tidak dibenarkan. Balasan Kader PDIP dengan menyerang Balai Kota pun tidak bisa dikatakan benar.

PENERTIBAN: Puluhan petugas Satpol PP merubuhkan sebuah rumahdi Lapangan Cadika Jalan karya Wisata Medan, Senin (21/1) lalu.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
PENERTIBAN: Puluhan petugas Satpol PP merubuhkan sebuah rumahdi Lapangan Cadika Jalan karya Wisata Medan, Senin (21/1) lalu.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Hal ini diungkapkan praktisi hukum dari UMSU Abdul Hakim Siagian SH Mhum.

Dia menilai menilai, agar persoalan ini tidak terus berkembang dan menjadi polemik di masyarakat, Pemko Medan harus menjelaskan ke publik terkait kapasitas Satpol PP ke Lapangan Cadika. Apakah untuk melakukan eksekusi atau pengamanan aset milik Pemko.

“Karena jika melakukan ekskusi, itu memang harus melalui putusan pengadilan. Namun jika untuk pengamanan aset, itu memang tugasnya Satpol PP. Namun jangan pula pengamanan aset dilakukan dengan cara-cara yang tidak beradat,” kata Abdul Hakim Siagian, Rabu (23/1).

Mantan anggota DPRD Sumut dari PAN ini juga menilai, kehadiran Satpol PP memang sangat dibutuhkan dalam penegakan perda Kota Medan. Namun begitu, menurut Hakim, cara-cara arogan yang dipertontonkan Satpol PP dan kader PDIP dengan melakukan penyerangan ke kantor Wali Kota Medan harus dihindari. “Cara-cara seperti itu tidak dibenarkan dan dapat melanggar hukum. Apalagi masing-masing bermartabat,” ungkapnya.

Karenanya, lanjut Hakim, personel Satpol PP ini perlu diberikan pelatihan agar mereka dapat bertindak lebih profesional dan tidak arogan. Hakim juga memberi apresiasi kepada Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang secara terang-terangan di media massa meminta maaf dan berjanji akan menindak tegas anggota Satpol PP yang terbukti anarkis. “Langkah itu cukup baik untuk menjaga suasana kondusif di Kota Medan. Namun ini harus dibarengai dengan klarifikasi ke publik terkait kapasitas Satpol PP dalam persoalan ini,” tegasnya lagi.

Dari Jakarta, juru bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko, memastikan Hakim Agung pasti mempelajari setiap kasus sengketa hukum yang masuk ke MA, termasuk terkait sengketa lahan lapangan bumi perkemahan Pramuka Cadika.

Menurutnya, kalau memang MA pernah memutus tanah tersebut aset Pemerintah Kota Medan, maka keputusan tersebut harus segera dilaksanakan dan dijalankan. Diantaranya dengan menerbitkan sertifikat dan jika tanah dikuasai pihak lain, Pemko Medan harus segera mengajukan eksekusi lahan.
Namun begitu Djoko mengaku belum mengetahui persis seperti apa permasalahan yang berkembang. “Tapi kalau memang ada bukti baru dan terjadi kekhilafan hakim dalam memutus perkara tersebut, maka Peninjauan Kembali (PK) bisa dibuka,” katanya kepada koran ini di Jakarta, Rabu (23/1).

Sebagaimana diketahui, sejumlah putusan MA memenangkan Pemko Medan atas kepemilikan lahan yang selama puluhan tahun digunakan menjadi bumi perkemahan Pramuka. Keputusan tersebut antara lain keputusan bernomor 2914 K/Pdt/2000 Tanggal 22 Januari 2003.

Kemudian diteruskan dengan keputusan bernomor 268 PK/Pdt/2004, tertanggal 30 Agustus 2005, No.1461 K/Pdt/2002 Tanggal 13 Maret 2003, No.201 PK/Pdt/2004 Tanggal 18 Mei 2005, No.1462 K/Pdt/2002 Tanggal 13 Maret 2003 dan Nomor 202 PK/Pdt/2004 Tanggal 18 Mei 2005.
Dalam amar putusannya, MA menegaskan sertifikat hak pengelolaan lahan yang berada di Kelurahan Pangkalan Mashyur, seluas 254,293 M2, terletak di Jalan Karya Wisata, Kelurahan Pangkalan Mashyur Kecamatan Medan Johor, terdaftar atas nama Pemko Medan adalah sah hak milik Pemko Medan.
Namun dalam perjalanannya sebagaimana dikemukakan Kepala Bagian Hukum Pemko Medan, Ikhwan Habibi Daulay, Selasa (22/1) kemarin, ternyata pada tahun 2011, Serikat Ginting kembali menggugat Pemko Medan atas objek yang sama ke Pengadilan Negeri Medan. “Masalahnya gugatan di PN Medan sudah putus keperdataannya dan Pemko Medan menang. Tapi mengapa PN Medan kembali menerima gugatan keperdataan untuk subjek yang lain dengan objek yang sama lagi,” katanya yang memastikan gugatan ini tengah diproses di tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI.

Menanggapi kondisi ini, Djoko mengaku belum dapat memberi keterangan lebih lanjut. Karena dirinya harus melihat perkara tersebut secara mendalam terlebih dahulu.

Sementara itu, pertemuan tiga politisi dari fraksi PDIP DPRD Medan Porman Naibaho dan Daniel Pinem, serta Bendahara DPC PDI Perjuangan Medan Hasyim dengan Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang pada Rabu (23/1) sore ditunda.

Kedatangan tiga politisi PDI Perjuangan tersebut untuk mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus penganiayaan yang dialami Porman Naibaho dan Daniel Pinem. Tiga politisi dari fraksi bergambar Banteng itu disambut oleh Wakapolresta Medan AKBP Pranyoto.”Kedatangan kita ke sini (Mapolresta Medan) untuk mempertanyakan sudah sejauh mana pemeriksaan soal kasus yang kita alami,” ujar Porman Naibaho.

“Mereka sudah menyalahi prosedur. Sebelumnya kan sudah ada kesepakatan enggak penggusuran tiga rumah di atas lahan Cadika ini. Kalau masalah penertiban hewan kaki empat, di sini sudah enggak ada lagi hewan kaki empat. Kalau pun mereka (Satpol PP) mau melakukan penertiban kambing, lembu dan sebagainya, mana surat perintahnya dari Wali Kota Medan. Jadi memang mereka sudah menyalahi prosedur,” ujar Porman Naibaho.

Sementara itu Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan Hasyim saat disinggung mengenai pengerusakan kantor Wali Kota Medan dan penganiayaan salah seorang personel Satpol PP Fahmi Ramadhan ia menyebutkan, pengerusakan itu memang dilakukan oleh kader PDIP. Namun pengerusakan dan penganiayaan itu memang di luar komando.

“Kita sendiri enggak ada memerintahkan kader PDI Perjuangan untuk melakukan pelemparan kantor Wali Kota Medan dan penganiayaan kepada personel Satpol PP. Aksi itu merupakan spontanitas dari kader. Namanya juga kader kita di DPRD Medan dianiaya. Spontanitas itu ya wajar saja terjadi. Mungkin itu salah satu bentuk solidaritas dari kader kita,” ucapnya.

Wakapolresta Medan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Pranyoto mengarahkan ketiga politisi PDIP itu untuk kembali datang pada Kamis (24/1) menemui Kasat Reskrim Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) M Yoris Marzuki.

“Besok (hari ini) mereka kita arahkan menemui Kasat Reskrim. Mungkin beliau baru bisa menjelaskan sudah sejauh mana kasus penganiayaan yang dialami pak Porman Naibaho dan Daniel Pinem,” tegas Pranyoto.

Di tempat terpisah, Fraksi PDIP DPRD Kota Medan mendesak Polresta Medan menangkap Kepala Satpol PP Kota Medan M Sofyan dan anggotanya terkait insiden penertiban bangunan liar di lahan Cadika Pramuka Jalan Karya Wisata Medan, yang berujung bentrok.

“Kami minta Kapolresta Medan serius menangani kasus ini dan segera menangkap Kepala Satpol PP Kota Medan M Sofyan karena telah melanggar pasal 170 KUHP yang mengatur tentang sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum,” kata Porman Naibaho selaku juru bicara Fraksi PDIP DPRD Kota Medan yang kala itu didampingi Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Medan Hasyim SE, Wakil Ketua DPRD Kota Medan Augus Napitupulu dan Wakil Ketua Fraksi Daniel Pinem di gedung dewan, kemarin. (ade/mag-19/gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/