JAKARTA-Sektor properti terus menggeliat. Namun, jumlah pertumbuhan rumah di Indonesia masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan yang setiap tahun meningkat pesat. Terobosan besar pun kini tengah disiapkan.
Ketua Komite Tetap Bidang Properti dan Kawasan Industri Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Teguh Satria mengatakan, saat ini pihaknya terus mematangkan skema Tabungan Wajib Perumahan (TWP) yang nantinya akan diusulkan secara resmi kepada pemerintah. “Jika terlaksana, nilainya bisa mencapai Rp19 triliun,” ujarnya saat ditemui usai seminar perbankan akhir pekan lalu.
Apa itu TWP? Menurut Teguh, TWP merupakan kumpulan dana yang berasal dari pemotongan pendapatan seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Sebagai gambaran, jika Jamsostek dipungut untuk keperluan jaminan bagi tenaga kerja, maka dana TWP dipungut untuk kemudian dikelola oleh suatu badan bentukan pemerintah. Dana itulah nantinya disalurkan kepada perbankan untuk memberikan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan bunga rendah, sehingga terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Teguh menyebut, salah satu kendala pembiayaan KPR selama ini adalah missmatch atau ketidakcocokan struktur dana perbankan. Misalnya, bank mendapat dana dari masyarakat berupa tabungan berjangka pendek, namun disalurkan untuk KPR berjangka waktu hingga 20 tahun. Sebagai kompensasi risiko, bank pun menetapkan suku bunga yang cukup tinggi. “Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah sulit menjangkau KPR,” ucapnya.
Lalu, bagaimana kalkulasi dana Rp19 triliun? Teguh mengatakan, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia sebanyak 111,3 juta orang dan pendapatan per kapita sebesar USD 3.600 per tahun. “Asumsinya, pekerja yang dipungut TWP sebanyak separo dari total pekerja atau 55 juta orang dan pungutan TWP sebesar 1 persen dari penghasilan per tahun,” terangnya.
Skema TWP semacam ini sebenarnya bukan barang baru. Di luar negeri, beberapa negara sudah sukses menerapkannya. Misalnya, Singapura, Malaysia, dan Tiongkok. Di Singapura, skema kewajiban menabung untuk pembiayaan perumahan sudah dimulai sejak 1955 dan dikelola oleh Central Provident Fund (CPF). Kini, dana yang terkumpul sudah lebih dari Rp1.500 triliun.
Usulan KADIN terkait TWP mendapat dukungan penuh dari Ciputra. Pengusaha senior yang dijuluki Begawan Properti itu mengakui, dirinya bahkan sudah menyuarakan perlunya dibentuk CPF sejak beberapa tahun lalu. Menurut dia, Indonesia harus punya skema tersebut. “Tapi, sepertinya belum didengar pemerintah. Jadi, ini harus terus didorong,” katanya.
Teguh menambahkan, saat ini, ada 15 juta lebih kepala keluarga di Indonesia yang belum memiliki rumah tinggal yang layak huni, ditambah lagi dengan kebutuhan rumah baru akibat pertumbuhan penduduk yang mencapai 729 ribu unit per tahun.
“Jika dengan cara-cara konvensional seperti selama ini, jutaan rakyat berpenghasilan rendah tidak akan pernah bisa mendapatkan rumah yang layak. Karena itu, kita butuh skema TWP,” ujarnya. (owi)