26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Saleh: Saya Didesak Politisi PDIP

MEDAN- ‘Sesuatu hal’ yang tertuang dalam surat Ketua DPRD Sumut nomor 415/18/Sekr tertanggal 27 Februari 2013 tentang penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur akhirnya terjawab. Ketua DPRD mengaku, dirinya membuat surat penundaan pelantikan setelah mendapat desakan dari elit politik di Sumatera Utara. Salahsatunya dari politisi PDIP, Muhammad Affan.

Saleh Bangun, Ketua DPRD Sumut (kiri),  Muhammad Affan, Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP
Saleh Bangun, Ketua DPRD Sumut (kiri), dan Muhammad Affan, Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP

“Setelah undangan (pelantikan Gatot sebagai Gubernur Sumut, Red) beredar, saya mendapat banyak desakan dari elemen masyarakat, termasuk dari Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP Muhammad Affan. Mereka meminta saya menunda pelantikan itu,” kata Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Senin (4/3).

Menurut Saleh, para elit politik itu beralasan saat itu sedang masa kampanye dan Gatot merupakan salah satu kandidat yang bertarung dalam Pilgubsu tanggal 7 Maret nanti. Apalagi, surat pembatalan cuti Gatot juga belum diteken Mendagri. “Jadi hingga Sabtu (27/2) malam, saya belum tahu apakah surat cuti Gatot sudah direvisi atau belum. Makanya saya mengambil sikap membuat surat ke Mendagri agar pelantikan tersebut ditunda dan ternyata dikabulkan Mendagri. Semua ini saya lakukan agar Sumut sejuk dan kondusif,” ungkap Saleh.

Bentuk desakan itu antara lain melalui SMS (short message service), telepon, dan juga secara lisan. Tapi Saleh menolak menyebutkan detail kata-kata desakan dimaksud.

Ketika dikonfirmasi, Muhammad Affan mengatakan bukan mendesak, tapi hanya menyampaikan keberatan pada Saleh Bangun. “Ya, saya ada menyampaikan keberatan karena pelantikan dilaksanakan di Jakarta itu pemborosan,” kata Affan.

Affan juga mengaku ada menyampaikan keberatannya itu secara lisan kepada Saleh Bangun. “Ya, saya bilang, untuk hal ini (pelantikan di Jakarta, Red) fraksi saya tidak setuju. Tapi semua sudah terjadi. Kalau ditunda lebih awal, ‘kan bisa lebih elegan,” kata Affan yang juga Sekretaris DPD PDIP Sumut ini.
Saat disinggung kembali, apakah dia memang ada mendesak Ketua DPRD Sumut terkait penundaan pelantikan Gatot tersebut, dia merendah. “Kalau dibilang mendesak, apalah si Affan ini. Apalah daya seorang Affan. Saya hanya coba membuka cara berpikir kita bahwa pelantikan yang direncanakan tanggal 28 Februari itu terkesan dipaksakan dan membuang-buang anggaran,” kata Affan.

Selain Affan, Saleh pun sempat mengatakan desakan atau tekanan datang dari elemen masyarakat. Namun ketika didesak, elemen masyarakat mana yang telah ‘mengintervensi’ kebijakannya, Saleh tidak bisa menyebutkannya dan dia mempersilahkan wartawan minta nama-nama elemen masyarakat tersebut kepada stafnya. Namun ketika nama-nama elemen masyarakat tersebut diminta kepada staf Saleh, justru staf tersebut mengatakan nama-nama elemen masyarakat tersebut ada di ponsel Saleh Bangun.

Saleh Bangun juga mengaku, pembatalan tersebut juga telah melalui koordinasi dengan empat pimpinan DPRD Sumut lainnya. “Surat pembatalan pelantikan juga sudah diketahui empat pimpinan dewan lainnya,” ujarnya.

Namun saat pernyataan itu tersebut dikonfirmasi kepada Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga justru membantah pernyataan Saleh Bangun tersebut. “Sumpah demi Allah, kami semua tidak ada yang tahu kalau Ketua DPRD Sumut mengeluarkan dua surat pada hari yang sama,” kata Chaidir.
Menurut Chaidir, surat pembatalan yang dibuat Saleh Bangun tanpa koordinasi. Bahkan, kata Chaidir, hingga kini Saleh Bangun tidak bisa dihubungi. “Saya berulang kali mencoba menelepon Pak Saleh, tapi tidak pernah diangkat,” kata Chaidir Ritonga.

Begitu juga dengan pengakuan Wakil Ketua DPRD Sumut lainnya Kamaluddin Harahap. Menurut politisi PAN ini, Saleh Bangun hanya melakukan kordinasi tentang jadwal pelantikan Gatot Pujo Nugroho menjadi gubernur, sedangkan pembatalannya tidak ada koordinasi. Menurutnya, mereka mengetahui adanya surat pembatalan itu justru pada hari ‘H’ pelantikan.

Sementara itu, Ketua Fraksi Hanura DPRD Sumut Zulkifli Effendi Harahap menyesalkan sikap Ketua DPRD Sumut yang secara mendadak membatalkan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumut defenitif, 28 Februari lalu. “Tindakan ketua DPRD ini benar-benar salah fatal. Dalam hitungan jam, ia keluarkan dua surat yang isinya saling bertolak belakang,” kata Zulkifli Siregar yang juga Ketua DPD Hanura Sumut.

Zulkifli menilai, selain telah menunjukkan bagaimana memprihatikannya kualitas Saleh Bangun sebagai pimpinan dewan, penerbitan kedua surat itu juga telah mempermalukan DPRD Sumut sebagai lembaga dewan terhormat.

“Pak Saleh Bangun itu memang tidak konsisten dengan sikapnya. Mestinya, sebagai pimpinan dewan, harus punya sikap yang jelas dan tegas. Bukan plin-plan. Jangan takut dengan tekanan pihak lain. Jangan terpengaruh dengan bisikan atau tekanan pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu,” kata Zulkifli.

Idealnya Diperiksa BK DPRD Sumut

Zulkifli yakin ini karena ada tekanan dari pihak lain. “Kalau tidak karena ada tekanan, tidak mungkin Saleh Bangun mau menerbitkan surat yang mempermalukan DPRD Sumut,” tegas Zulkifli.

Zulkifli Efendi Siregar sendiri mengaku, sebenarnya ia seperti meludah ke atas mengomentari tindakan Saleh Bangun tersebut. “Tapi, ini harus disikapi. Tindakan Saleh Bangun ini harus diingatkan. Karena bila tidak, bisa terulang kembali ke depan,” katanya.

Koordinator DPP PKS Wilayah Dakwah Sumatera, Iskan Qolba Lubis, menyebut Saleh Bangun tidak paham aturan, tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tatib DPRD.

“Di aturan sudah jelas dinyatakan, keputusan Bamus bersifat kolektif kolegial. Tidak bisa atas nama pribadi,” ujar Iskan Qolba Lubis kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/3).

Seperti diketahui, Saleh Bangun kemarin (4/3) akhirnya membeberkan alasannya minta pelantikan Gatot ditunda. Dia mengaku menerima banyak protes dari kalangan anggota DPRD lainnya, baik melalui sms, teleon, maupun pertemuan, yang minta pelantikan Gatot ditunda.

Alasan lain, untuk menghindari pemborosan jika Gatot dilantik di Jakarta. Soal belum jelasnya cuti Gatot juga dijadikan alasan.

Iskan menilai, alasan Saleh lucu. Jika disebut penghematan sebagai alasan, justru Saleh yang menciptakan pemborosan. Pasalnya, sejumlah anggota DPRD Sumut, para pimpinan SKPD Pemprov Sumut, sejumlah bupati/walikota, dan tokoh masyarakat yang diundang, sudah tiba di lokasi tempat Gatot dijadwalkan dilantik, dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

“Coba berapa kerugian negara yang terjadi? Ini sungguh memalukan. Sudah lah, ini politis. Akui saja bosnya menelepon, kami tahu tapi tak perlu kami sebutkan. Masyarakat sudah cerdas kok, tak usah cari-cari alasan yang tidak masuk akal,” ujar anggota Komisi IX DPR itu.

Lebih lanjut, pria kelahiran Sibuhuan, Padanglawas, itu mengatakan, Saleh Bangun mestinya diperiksa Badan Kehormatan DPRD Sumut, karena telah menabrak aturan dan etika. “Sebagai pimpinan legislator, mestinya dia bisa menjadi contoh mematuhi aturan. Dia bisa dibawa ke Badan Kehormatan,” cetus Iskan.

Bingung Saat Sarapan

Mengapa Saleh Bangun mau menandatangani undangan dan surat permohonan pelantikan itu? Politisi Demokrat ini mengungkapkan kronologis pembatalan pelantikan Gatot tersebut. Menurutnya, pada Selasa (26/2) siang, dia melakukan pertemuan dengan dua Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri dan Chaidir Ritonga di ruang kerja Saleh Bangun.

Dalam pertemuan itu, Saleh mengaku tak bisa memimpin rapat Banmus (Badan Musyawarah) yang akan membahas jadwal pelantikan Gatot sebagai gubernur karena harus menghadiri kampanye salah satu pasangan peserta Pilgubsu di Lapangan Merdeka Medan. Dalam pertemuan itu, Saleh mengaku sudah menyampaikan sikapnya agar pelantikan dilaksanakan setelah Pilgubsu dan dilaksanakan di Medan. “Jadi saya sudah sampaikan sikap saya, alangkah baiknya jika pelantikan itu ditunda,” kata Saleh.

Lantas pada Selasa (26/2) sore, dilaksanakanlah rapat Banmus yang dipimpin Chaidir Ritonga. Hal ini berbeda dari biasanya, karena selama ini rapat Banmus selalu dipimpin wakil ketua DPRD Sumut dari Fraksi PDIP M Affan. Rapat Banmus yang berlangsung sejak pukul 14.00 hingga 17.00 WIB itu, hasilnya memutuskan bahwa jadwal pelantikan Gatot tentatif dengan dua opsi yakni pelantikan dilakukan pada 28 Februari atau 8 Maret.

Usai rapat Banmus, pada malam harinya sekira pukul 22.00 WIB, Chaidir Ritonga menelepon Saleh dan menyatakan bahwa pelantikan Gatot bisa silaksanakan pada Kamis (28/2), asalkan Gatot bersedia dilantik pada tanggal 28 Februari itu.

Lantas, menurut informasi yang diperoleh wartawan koran ini, malam itu juga Chaidir Ritonga melakukan pertemuan dengan Gatot untuk memastikan kesiapan Gatot. Dalam pertemuan itu, Gatot mengaku siap untuk dilantik pada 28 Februari dan akan merevisi surat cutinya.

Usai bertemu Gatot, Chaidir kembali menghubungi Saleh Bangun untuk menyampaikan kesiapan Gatot. Namun saat itu, Saleh sempat menanyakan tentang surat cuti Gatot. Menurut Chaidir, surat pembatalan cuti sementara akan diurus. “Saya bilang sama Chaidir, silakan saja kalau mau dilantik,” tegas Saleh.

Lantas pada Rabu (27/2) pagi, staf Sekretariat DPRD Sumut datang ke rumah Saleh Bangun mengantarkan surat undangan pelantikan untuk ditandatangani. “Waktu itu saya sedang sarapan. Saya bingung, surat undangan diantar ke rumah untuk ditandatangani. Karena alasannya mendesak, jadi saya tak sempat berpikir lagi, saya teken saja,” ungkap Saleh.

Kemudian hingga Rabu (27/2) malam, telepon dan SMS dari elemen masyarakat dan elit politik di Sumut silih berganti masuk ke ponselnya. “Semua isinya meminta agar saya menundapelantikan itu,” tegasnya lagi. Hingga akhirnya ia mengeluarkan surat permintaan penundaan atas pelantikan Gatot menjadi Gubsu.

Sedangkan mengenai tudingan dan penilaian masyarakat yang menyudutkannya atas ditundanya pelantikan tersebut, Saleh mengaku tak ambil pusing. “Apapun penilaian masyarakat, saya tak peduli. Silahkan masyarakat menilai saya, itu hak mereka dan saya tidak merasa tersudutkan. Yang penting bagi saya, kondusifitas Sumut terjaga dan Sumut tetap sejuk,” ungkap Saleh lagi.

Sementara itu, elemen mahasiswa dari Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI) Sumut, Forum Mahasiswa Islam-Sumut, Liga Muslim Indonesia-Sumut dan Majelis Ikatan Mahasiswa Perubahan Indonesia (MIMPI) Sumut, ini mendukung penundaan pelantikan Plt Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho menjadi gubernur definitif. “Kita melihat bahwa ada pembetukan opini terhadap insiden tersebut yang membuat seolah-olah Gatot terzalimi,”ujar Amer selaku Ketua Mahasiswa Islam Sumut, Senin (4/3).

esatuan Mahasiswa Islam ini menyatakan sikap: Mendukung sepenuhnya kebijakan DPRD Sumut yang menunda pelantikan Gatot Pujo Nugroho menjadi Gubernur Sumut. Mendesak DPRD Sumut untuk mengagendakan pelantikan Plt gubernur Sumut menjadi gubernur defintive di Kota Medan. “Kami tidak senang dengan pimpinan dewan yang mengatakan itu. Justru kalau terjadi pelantikan di Jakarta, membuat Sumut tidak menjadi kondusif,” Amer berorasi.

Ketua DPRD Sumut, H Saleh Bangun yang langsung menjumpai masa aksi menyampaikan. Saleh merasa dirinya dijadikan bumper dan menjadi dalang batalnya pelantikan Gatot menjadi gubernur definitive. Padahal sebelumnya, sekretaris DPRD Sumut sudah mengirimkan surat batalnya pelantikan. Namun Gatot tetap bersikeras berangkat ke Jakarta.

Ia juga menyampaikan terimakasih atas dukungan tersebut. Karena ia mendukung alasan dari masyarakat untuk tetap melangsungkan pelantikan dilakukan di Sumatera Utara. Diakhir Saleh Bangun menandatangi kain yang berisi dukungan tanda tangan terhadap tindakan Saleh Bangun untuk menunda pelantikan tersebut. (adz/mag-5/sam)

MEDAN- ‘Sesuatu hal’ yang tertuang dalam surat Ketua DPRD Sumut nomor 415/18/Sekr tertanggal 27 Februari 2013 tentang penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur akhirnya terjawab. Ketua DPRD mengaku, dirinya membuat surat penundaan pelantikan setelah mendapat desakan dari elit politik di Sumatera Utara. Salahsatunya dari politisi PDIP, Muhammad Affan.

Saleh Bangun, Ketua DPRD Sumut (kiri),  Muhammad Affan, Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP
Saleh Bangun, Ketua DPRD Sumut (kiri), dan Muhammad Affan, Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP

“Setelah undangan (pelantikan Gatot sebagai Gubernur Sumut, Red) beredar, saya mendapat banyak desakan dari elemen masyarakat, termasuk dari Wakil Ketua DPRD Sumut dari PDIP Muhammad Affan. Mereka meminta saya menunda pelantikan itu,” kata Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Senin (4/3).

Menurut Saleh, para elit politik itu beralasan saat itu sedang masa kampanye dan Gatot merupakan salah satu kandidat yang bertarung dalam Pilgubsu tanggal 7 Maret nanti. Apalagi, surat pembatalan cuti Gatot juga belum diteken Mendagri. “Jadi hingga Sabtu (27/2) malam, saya belum tahu apakah surat cuti Gatot sudah direvisi atau belum. Makanya saya mengambil sikap membuat surat ke Mendagri agar pelantikan tersebut ditunda dan ternyata dikabulkan Mendagri. Semua ini saya lakukan agar Sumut sejuk dan kondusif,” ungkap Saleh.

Bentuk desakan itu antara lain melalui SMS (short message service), telepon, dan juga secara lisan. Tapi Saleh menolak menyebutkan detail kata-kata desakan dimaksud.

Ketika dikonfirmasi, Muhammad Affan mengatakan bukan mendesak, tapi hanya menyampaikan keberatan pada Saleh Bangun. “Ya, saya ada menyampaikan keberatan karena pelantikan dilaksanakan di Jakarta itu pemborosan,” kata Affan.

Affan juga mengaku ada menyampaikan keberatannya itu secara lisan kepada Saleh Bangun. “Ya, saya bilang, untuk hal ini (pelantikan di Jakarta, Red) fraksi saya tidak setuju. Tapi semua sudah terjadi. Kalau ditunda lebih awal, ‘kan bisa lebih elegan,” kata Affan yang juga Sekretaris DPD PDIP Sumut ini.
Saat disinggung kembali, apakah dia memang ada mendesak Ketua DPRD Sumut terkait penundaan pelantikan Gatot tersebut, dia merendah. “Kalau dibilang mendesak, apalah si Affan ini. Apalah daya seorang Affan. Saya hanya coba membuka cara berpikir kita bahwa pelantikan yang direncanakan tanggal 28 Februari itu terkesan dipaksakan dan membuang-buang anggaran,” kata Affan.

Selain Affan, Saleh pun sempat mengatakan desakan atau tekanan datang dari elemen masyarakat. Namun ketika didesak, elemen masyarakat mana yang telah ‘mengintervensi’ kebijakannya, Saleh tidak bisa menyebutkannya dan dia mempersilahkan wartawan minta nama-nama elemen masyarakat tersebut kepada stafnya. Namun ketika nama-nama elemen masyarakat tersebut diminta kepada staf Saleh, justru staf tersebut mengatakan nama-nama elemen masyarakat tersebut ada di ponsel Saleh Bangun.

Saleh Bangun juga mengaku, pembatalan tersebut juga telah melalui koordinasi dengan empat pimpinan DPRD Sumut lainnya. “Surat pembatalan pelantikan juga sudah diketahui empat pimpinan dewan lainnya,” ujarnya.

Namun saat pernyataan itu tersebut dikonfirmasi kepada Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga justru membantah pernyataan Saleh Bangun tersebut. “Sumpah demi Allah, kami semua tidak ada yang tahu kalau Ketua DPRD Sumut mengeluarkan dua surat pada hari yang sama,” kata Chaidir.
Menurut Chaidir, surat pembatalan yang dibuat Saleh Bangun tanpa koordinasi. Bahkan, kata Chaidir, hingga kini Saleh Bangun tidak bisa dihubungi. “Saya berulang kali mencoba menelepon Pak Saleh, tapi tidak pernah diangkat,” kata Chaidir Ritonga.

Begitu juga dengan pengakuan Wakil Ketua DPRD Sumut lainnya Kamaluddin Harahap. Menurut politisi PAN ini, Saleh Bangun hanya melakukan kordinasi tentang jadwal pelantikan Gatot Pujo Nugroho menjadi gubernur, sedangkan pembatalannya tidak ada koordinasi. Menurutnya, mereka mengetahui adanya surat pembatalan itu justru pada hari ‘H’ pelantikan.

Sementara itu, Ketua Fraksi Hanura DPRD Sumut Zulkifli Effendi Harahap menyesalkan sikap Ketua DPRD Sumut yang secara mendadak membatalkan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumut defenitif, 28 Februari lalu. “Tindakan ketua DPRD ini benar-benar salah fatal. Dalam hitungan jam, ia keluarkan dua surat yang isinya saling bertolak belakang,” kata Zulkifli Siregar yang juga Ketua DPD Hanura Sumut.

Zulkifli menilai, selain telah menunjukkan bagaimana memprihatikannya kualitas Saleh Bangun sebagai pimpinan dewan, penerbitan kedua surat itu juga telah mempermalukan DPRD Sumut sebagai lembaga dewan terhormat.

“Pak Saleh Bangun itu memang tidak konsisten dengan sikapnya. Mestinya, sebagai pimpinan dewan, harus punya sikap yang jelas dan tegas. Bukan plin-plan. Jangan takut dengan tekanan pihak lain. Jangan terpengaruh dengan bisikan atau tekanan pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu,” kata Zulkifli.

Idealnya Diperiksa BK DPRD Sumut

Zulkifli yakin ini karena ada tekanan dari pihak lain. “Kalau tidak karena ada tekanan, tidak mungkin Saleh Bangun mau menerbitkan surat yang mempermalukan DPRD Sumut,” tegas Zulkifli.

Zulkifli Efendi Siregar sendiri mengaku, sebenarnya ia seperti meludah ke atas mengomentari tindakan Saleh Bangun tersebut. “Tapi, ini harus disikapi. Tindakan Saleh Bangun ini harus diingatkan. Karena bila tidak, bisa terulang kembali ke depan,” katanya.

Koordinator DPP PKS Wilayah Dakwah Sumatera, Iskan Qolba Lubis, menyebut Saleh Bangun tidak paham aturan, tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tatib DPRD.

“Di aturan sudah jelas dinyatakan, keputusan Bamus bersifat kolektif kolegial. Tidak bisa atas nama pribadi,” ujar Iskan Qolba Lubis kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/3).

Seperti diketahui, Saleh Bangun kemarin (4/3) akhirnya membeberkan alasannya minta pelantikan Gatot ditunda. Dia mengaku menerima banyak protes dari kalangan anggota DPRD lainnya, baik melalui sms, teleon, maupun pertemuan, yang minta pelantikan Gatot ditunda.

Alasan lain, untuk menghindari pemborosan jika Gatot dilantik di Jakarta. Soal belum jelasnya cuti Gatot juga dijadikan alasan.

Iskan menilai, alasan Saleh lucu. Jika disebut penghematan sebagai alasan, justru Saleh yang menciptakan pemborosan. Pasalnya, sejumlah anggota DPRD Sumut, para pimpinan SKPD Pemprov Sumut, sejumlah bupati/walikota, dan tokoh masyarakat yang diundang, sudah tiba di lokasi tempat Gatot dijadwalkan dilantik, dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

“Coba berapa kerugian negara yang terjadi? Ini sungguh memalukan. Sudah lah, ini politis. Akui saja bosnya menelepon, kami tahu tapi tak perlu kami sebutkan. Masyarakat sudah cerdas kok, tak usah cari-cari alasan yang tidak masuk akal,” ujar anggota Komisi IX DPR itu.

Lebih lanjut, pria kelahiran Sibuhuan, Padanglawas, itu mengatakan, Saleh Bangun mestinya diperiksa Badan Kehormatan DPRD Sumut, karena telah menabrak aturan dan etika. “Sebagai pimpinan legislator, mestinya dia bisa menjadi contoh mematuhi aturan. Dia bisa dibawa ke Badan Kehormatan,” cetus Iskan.

Bingung Saat Sarapan

Mengapa Saleh Bangun mau menandatangani undangan dan surat permohonan pelantikan itu? Politisi Demokrat ini mengungkapkan kronologis pembatalan pelantikan Gatot tersebut. Menurutnya, pada Selasa (26/2) siang, dia melakukan pertemuan dengan dua Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri dan Chaidir Ritonga di ruang kerja Saleh Bangun.

Dalam pertemuan itu, Saleh mengaku tak bisa memimpin rapat Banmus (Badan Musyawarah) yang akan membahas jadwal pelantikan Gatot sebagai gubernur karena harus menghadiri kampanye salah satu pasangan peserta Pilgubsu di Lapangan Merdeka Medan. Dalam pertemuan itu, Saleh mengaku sudah menyampaikan sikapnya agar pelantikan dilaksanakan setelah Pilgubsu dan dilaksanakan di Medan. “Jadi saya sudah sampaikan sikap saya, alangkah baiknya jika pelantikan itu ditunda,” kata Saleh.

Lantas pada Selasa (26/2) sore, dilaksanakanlah rapat Banmus yang dipimpin Chaidir Ritonga. Hal ini berbeda dari biasanya, karena selama ini rapat Banmus selalu dipimpin wakil ketua DPRD Sumut dari Fraksi PDIP M Affan. Rapat Banmus yang berlangsung sejak pukul 14.00 hingga 17.00 WIB itu, hasilnya memutuskan bahwa jadwal pelantikan Gatot tentatif dengan dua opsi yakni pelantikan dilakukan pada 28 Februari atau 8 Maret.

Usai rapat Banmus, pada malam harinya sekira pukul 22.00 WIB, Chaidir Ritonga menelepon Saleh dan menyatakan bahwa pelantikan Gatot bisa silaksanakan pada Kamis (28/2), asalkan Gatot bersedia dilantik pada tanggal 28 Februari itu.

Lantas, menurut informasi yang diperoleh wartawan koran ini, malam itu juga Chaidir Ritonga melakukan pertemuan dengan Gatot untuk memastikan kesiapan Gatot. Dalam pertemuan itu, Gatot mengaku siap untuk dilantik pada 28 Februari dan akan merevisi surat cutinya.

Usai bertemu Gatot, Chaidir kembali menghubungi Saleh Bangun untuk menyampaikan kesiapan Gatot. Namun saat itu, Saleh sempat menanyakan tentang surat cuti Gatot. Menurut Chaidir, surat pembatalan cuti sementara akan diurus. “Saya bilang sama Chaidir, silakan saja kalau mau dilantik,” tegas Saleh.

Lantas pada Rabu (27/2) pagi, staf Sekretariat DPRD Sumut datang ke rumah Saleh Bangun mengantarkan surat undangan pelantikan untuk ditandatangani. “Waktu itu saya sedang sarapan. Saya bingung, surat undangan diantar ke rumah untuk ditandatangani. Karena alasannya mendesak, jadi saya tak sempat berpikir lagi, saya teken saja,” ungkap Saleh.

Kemudian hingga Rabu (27/2) malam, telepon dan SMS dari elemen masyarakat dan elit politik di Sumut silih berganti masuk ke ponselnya. “Semua isinya meminta agar saya menundapelantikan itu,” tegasnya lagi. Hingga akhirnya ia mengeluarkan surat permintaan penundaan atas pelantikan Gatot menjadi Gubsu.

Sedangkan mengenai tudingan dan penilaian masyarakat yang menyudutkannya atas ditundanya pelantikan tersebut, Saleh mengaku tak ambil pusing. “Apapun penilaian masyarakat, saya tak peduli. Silahkan masyarakat menilai saya, itu hak mereka dan saya tidak merasa tersudutkan. Yang penting bagi saya, kondusifitas Sumut terjaga dan Sumut tetap sejuk,” ungkap Saleh lagi.

Sementara itu, elemen mahasiswa dari Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI) Sumut, Forum Mahasiswa Islam-Sumut, Liga Muslim Indonesia-Sumut dan Majelis Ikatan Mahasiswa Perubahan Indonesia (MIMPI) Sumut, ini mendukung penundaan pelantikan Plt Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho menjadi gubernur definitif. “Kita melihat bahwa ada pembetukan opini terhadap insiden tersebut yang membuat seolah-olah Gatot terzalimi,”ujar Amer selaku Ketua Mahasiswa Islam Sumut, Senin (4/3).

esatuan Mahasiswa Islam ini menyatakan sikap: Mendukung sepenuhnya kebijakan DPRD Sumut yang menunda pelantikan Gatot Pujo Nugroho menjadi Gubernur Sumut. Mendesak DPRD Sumut untuk mengagendakan pelantikan Plt gubernur Sumut menjadi gubernur defintive di Kota Medan. “Kami tidak senang dengan pimpinan dewan yang mengatakan itu. Justru kalau terjadi pelantikan di Jakarta, membuat Sumut tidak menjadi kondusif,” Amer berorasi.

Ketua DPRD Sumut, H Saleh Bangun yang langsung menjumpai masa aksi menyampaikan. Saleh merasa dirinya dijadikan bumper dan menjadi dalang batalnya pelantikan Gatot menjadi gubernur definitive. Padahal sebelumnya, sekretaris DPRD Sumut sudah mengirimkan surat batalnya pelantikan. Namun Gatot tetap bersikeras berangkat ke Jakarta.

Ia juga menyampaikan terimakasih atas dukungan tersebut. Karena ia mendukung alasan dari masyarakat untuk tetap melangsungkan pelantikan dilakukan di Sumatera Utara. Diakhir Saleh Bangun menandatangi kain yang berisi dukungan tanda tangan terhadap tindakan Saleh Bangun untuk menunda pelantikan tersebut. (adz/mag-5/sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/