JAKARTA-Dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP), ada pasal khusus yang mengatur pelarangan berbuat zina.
Bagi laki-laki yang sudah beristri dan perempuan yang sudah bersuami, jika kepergok bersetubuh dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, diancam pidana penjara maksimal lima tahun.
Nah, rupanya, ancaman hukuman yang sama juga diterapkan bagi laki-laki maupun perempuan yang sama-sama masih lajang, yang melakukan perbuatan terlarang itu.
Dibandingkan dengan KUHP yang selama ini berlaku, materi di RUU KUHP ini lebih keras. Pasalnya, di pasal 284 ayat (1) KUHP, ancaman hukuman bagi yang terbukti berbuat zina, ancaman hukumannya maksimal hanya sembilan bulan.
Di KUHP yang lama, juga tidak diatur mengenai perzinaan antara laki-laki dan perempuan, yang kedua-duanya masing lajang.
Wakil Ketua Komnas HAM, M Imdadun Rahmat, menyatakan, boleh-boleh saja RUU KUHP mengatur sanksi yang lebih keras kepada pelaku zina, termasuk bagi yang masih lajang.
Yang terpenting, katanya, pasal perzinaan itu dibahas secara demokratis. “Bukan atas kehendak satu kelompok, salah satu agama, atau salah satu etnis tertentu. Kalau pasal perzinaan itu muncul berdasarkan atas kehendak satu kelompok saja, itu tidak dibenarkan,” ujar Imdadun Rahmat, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (21/3).
Dijelaskan, memang setiap individu manusia, bebas untuk berbuat sesuatu. Namun, katanya, kebebasan itu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain. Kebebasan individu dibatasi agar terjadi tertib sosial, tidak mengganggu kesehatan publik, dan tidak menabrak norma masyarakat.
Seperti diketahui, selain soal pasal santet yang jadi kontroversi, sejumlah hal baru dirumuskan di RUU KUHP. Pasal yang melarang perzinaan diatur Pasal 483 ayat (1), yang bunyinya, “Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.” . Mereka adalah (a), laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya.
Huruf (b) perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya.
Selanjutnya, masih ayat 1, huruf (c), laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan. Huruf (d), perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau Huruf (e), laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. RUU KUHP juga menjerat penari telanjang ancaman maksimal 10 tahun penjara.(sam)