JAKARTA- Usul pemerintah dalam pembahasan RUU pilkada berubah dalam sesi lobi di tingkat panja. Jika sebelumnya gubernur diusulkan dipilih DPRD, kini posisi bupati/wali kota yang akan dipilih anggota dewan.
Sementara itu, gubernur tetap dipilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Fraksi-fraksi di DPR masih pikir-pikir atas usul mekanisme pemilihan kepala daerah dari pemerintah. Pembahasan RUU pilkada akan dilanjutkan tim perumus.
Pengamat politik LIPI Syarif Hidayat menilai, usul untuk memilih gubernur secara langsung dan bupati/wali kota oleh DPRD merupakan bentuk penerapan dualisme sistem pemerintah. Begitu juga jika gubernur yang dipilih DPRD, sedangkan bupati/wali kota dipilih langsung.
“Dalam sejarah politik dunia, tidak akan maksimal kalau menerapkan dualisme seperti itu,” kata Syarif kemarin (31/3).
Menurut dia, jika usulnya diterapkan, harus ada perubahan struktur, apakah kabupaten/kota sebagai daerah otonom atau administratif. “Kalau memang mengambil pola gubernur dipilih lewat pilkada, harus ada perubahan struktur, seperti DKI Jakarta,” katanya.
Dia menerangkan, otonomi diletakkan pada provinsi, sedangkan kabupaten/kota sebagai daerah administratif. Bahkan, pemilihan bupati/wali kota tidak melalui DPRD lagi, tapi oleh presiden melalui gubernur.
“Itu berarti kita tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Tentunya akan lebih maksimal,” jelasnya.
Kewenangan juga akan lebih dititik beratkan pada provinsi. Selanjutnya, pemprov yang akan membaginya ke kabupaten/kota. “Dengan begitu, bupati/wali kota akan lebih loyal dan fokus dalam melayani publik,” sambung Syarif.
Secara finansial, pola seperti itu akan lebih menghemat anggaran. Pasalnya, jumlah pilkada tingkat kabupaten/kota yang hampir mencapai 500 ditiadakan.
Syarif menyatakan, usul baru dari pemerintah dengan gubernur dipilih langsung dan bupati/wali kota dipilih DPRD merupakan usul win-win solution. Seperti diketahui, pembahasan RUU pilkada akan berlanjut di tim perumus. (fal/c7/agm/jpnn)