MEDAN-Pemerintah Kota Medan harus mengeluarkan Rp120 Juta lebih untuk mengurusi 8 mayat warga Myanmar yang tewas dalam bentrok di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).
Biaya dihitung sejak 8 mayat itu masuk RS dr Pirngadi Medan Hal ini diketahui sehubungan dengan surat dari Kedutaan Republik Persatuan Myanmar yang ditujuhkan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menyampaikan bahwa pihak Kedutaan Myanmar setuju dengan proses kremasi oleh 8 mayat tersebut. Pihak Imigrasi memohon bantuan biaya otopsi dan penyimpanan mayat kepada pihak Pemko Medan dalam hal ini RSU Dr Pirngadi.
Hal ini disampaikan oleh Kabid Intelijen Penindakan dan Sistem Informasi Keimigrasian, Sabarita Ginting, Rabu (10/4). “Pihak Kedutaan Myanmar sudah memberi persetujuan untuk proses kremasi kedelapan mayat ini dilakukan di sini. Untuk itu, kita juga memohon penggratisan biaya kedelapan jenazah yang telah diotopsi dan disimpan di sini dan sudah disetujui,” katanya.
Menanggapi hal ini, Direktur RS dr Pirngadi Amran Lubis mengatakan bahwa masalah Myanmar, menyangkut dengan masalah internasional sehingga diambilalih oleh pemerintah kota, dalam hal ini Sekda. Dan, melalui Sekda sudah diperintahkan kepada RSU Pirngadi untuk proses selanjutnya.
“Ini adalah satu situasi yang berbeda, kebetulan negara Myanmar adalah negara yang juga menjunjung tinggi hak-hak manusia, begitu juga negara Indonesia yang mencintai perdamaian dan karena hal ini adalah masalah kenegaraan, internasional maka statusnya memang harus diprioritaskan,” katanya.
Lanjutnya, tarif yang diberikan sesuai dengan Perda dan akan ditanggung oleh Pemko dan RSU Pirngadi sebagai pelaksananya juga telah melakukan sesuai standar. “Tidak gratis, tapi ini semua ini ditanggung oleh pemerintah Kota Medan, jadi Pemko Medanlah yang akan membayarnya,” ujarnya.
Menambahkan hal ini, Kabag Humas RSU Dr Pirngadi menjelaskan bahwa tarif untuk mayat Warga Negara Asing (WNA) sesuai Perda, untuk surat keterangan visum sebesar Rp30 ribu, otopsi sebesar Rp3 juta dan penyimpanan mayat di kamar pendingin sebesar Rp2 juta/hari. Jika dijumlahkan total sebesar Rp 120.240.000 untuk 6 hari.
“Sehingga semua Rp15.030.000 dikalikan 8 orang, sehingga jumlahnya Rp120.240.000,” ujarnya.
Lanjutnya, surat permohonan ini diserahkan langsung oleh pihak Menkumham untuk didisposisikan kepada pihak RSU Dr Pirngadi. “Sehingga ini semua yang harus dibayar oleh Pemko Medan,” katanya.
Sementara itu, saat serah terima jenazah dari pihak kepolisian ke pihak imigrasi tidak ada seorang pun perwakilan Myanmar yang datang dan hadir di ruang instalasi kamar mayat RS dr Pirngadi Medan.
Padahal, sebelumnya pihak imigrasi sudah menghubungi dan meminta Kedubes Myanmar untuk menyaksikan proses serah terima sekaligus pengkremasian kedelapan jenazah korban. “Tadi saya sudah menghubungi mereka (Kedubes Myanmar, red) untuk meminta hadir disini, tapi hingga sekarang tidak ada yang muncul.
Mereka sudah mengirim surat, yang didalam isi surat tersebut mereka menyerahkan sepenuhnya pemakaman para korban ke pihak Imigrasi,” sesal Pelaksana Harian (Plh) Karudenim Belawan, Yusuf Umardani melihat sikap Kedubes Myanmar yang terkesan tidak peduli dengan nasib warga negaranya sendiri.
Dikatakannya, mereka menggandeng pihak Walubi Sumut dalam pelaksanaan kremasi terhadap kedelapan jenazah korban di Krematorium Tie Cang Tien di Jalan Medan-Tanjung Morawa (Tamora). “Pelaksanaannya bekerja sama dengan perwakilan umat Buddha Indonesia (Walubi) Sumut,” sebut Yusuf.
Sabarita Ginting menambahkan, untuk biaya pesemayaman, baik itu peti dan ambulans dibiayai oleh Daftar Isi Penggunaan Anggaran (Diva) Rudenim. “Untuk peti itu harganya Rp600 ribu dan ambulans Rp300 ribu untuk seorang berarti Rp900 ribu. Itu semua dibiayai dari Diva. Dan untuk semua biaya di RSU Pirngadi dan krematorium dibiayai oleh Pemko Medan,” katanya.
Lanjutnya, untuk abu jenazah yang dikreamsi akan diletakkan di krematorium dan akan dibawa ke Myanmar. Tidak hanya abu, 3 warga Myanmar juga telah dikirim ke Jakarta untuk dipulangkan ke negaranya demi alasan keamanan. “Abunya akan disimpan dan nanti akan dikirim kesana. Untuk 3 kawanan dari jenazah ini, yang bernama Win Thike, Soe Paing dan Kyew-Kyew akan dipulangkan ke negaranya demi alasan keamanan. Paspor sudah diurus oleh pihak konsulat Myanmar,” ujarnya.
Per Mayat Dikremasi Selama 2 Jam
Kemarin, selayaknya, kremasi pada umat Buddha, saat pembakaran mayat inipun dilakukan dengan terlebih dahulu pembacaan doa oleh para suhu di depan ke 8 jenazah yang pada saat itu sudah berada didalam peti. Pembacaan doa berlangsung khidmat, walau tidak terdengar isak tangis didalam ruang kremasi tersebut.
Wangi khas bunga melati dan dupa juga mengiringin pembakaran mayat yang dilakukan dengan menggunakan gas tersebut. Di krematorium ini, ada 8 ruangan untuk kremasi. 2 yang menggunakan tenaga listrik, 1 untuk menggunakan kayu bakar, dan sisanya pembakaran yang menggunakan gas.
Karena ruangan yang menggunakan gas hanya 5. Pembakaran ini dilakukan secara 2 tahap. Dimana, tahap pertama dilakukan untuk 5 orang yang pertama. Kemudian, dilanjutkan dengan 3 orang yang sisanya. Untuk menjadikan tubuh manusia ini menjadi abu, setidaknya dibutuhkan waktu minimal 2 jam.
Ketua Walubi Sumut, Indra Wahidin menyatakan mengambil alih sebagai rasa kebersamaan sesama umat Buddha. Karena walau bagaimanapun, hidup harus dipenuhi dengan cinta kasih. “Kita hanya berpikir. Bahwa, sesama manusia harus saling berbagi dan saling menolong,” ujarnya.
Indra juga menambahkan kremasi terhadap 8 jenazah digratiskan. “Kita meminta langsung kepada imigrasi agar dapat mengkremasi dengan biaya dari yayasan. Karena disetujui, kita langsung bergerak dan membawa ke krematorium ini,” ujarnya.
Dijelaskannya, setidaknya dana yang dikeluarkan minimal Rp8 juta untuk keseluruhan jenazah. “Dan itu sudah termasuk dengan guci untuk menyimpan abu,” ungkapnya.
Sementara itu, pascabentrokan di Rudenim Belawan, pihak imigrasi kembali memindahkan 31 imigran ke penampungan di Jalan Pasar 3 Padang Bulan, Medan. Upaya pemindahan dimaksud guna menghindari kembali terjadinya bentrokan.
“Para imigran dipindahkan ke penampungan di Padang Bulan setelah berkoordinasi dengan IOM (International Organizaition Migran),” ujar, Rida Agustian SE, Kasi Registrasi dan Pelaporan Rudenim Belawan, Rabu (10/4) kemarin.
Selain mengantisipasi keributan terulang sambung dia, rumah dentensi yang terdiri dari dua lantai tidak mampu menampung banyak imigran yang tiap saat terus bertambah. Dari kapasitasnya hanya mampu menampung sekitar 120, namun kenyataannya jumlah para imigran yang menghuni sebelumnya 280 orang.
“Sebelumnya ada sekira 50 imigran yang dipindahkan lebih dulu, dan ini merupakan tahapan kedua. Sedangkan jumlah imigran yang ada di Rudenim Belawan saat ini sekitar 150 orang lagi,” terangnya. (mag-13/ram/rul/gus/btr)