25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Seluruh Bacaleg Terancam Gagal

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus membaca kembali secara teliti Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilu, terkait persyaratan Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg). Sebab pada pasal tersebut sangat jelas disebutkan Bacaleg harus memenuhi syarat terdaftar sebagai pemilih.

“Jadi untuk mengetahui pemaknaan frasa tersebut, maka perlu kita merujuk kepada UU Pemilu pada Bab VI tentang Penyusunan Daftar Pemilih dan Bab X tentang Pemungutan Suara. Sejumlah pasal yang ada di kedua bab itu menjelaskan hal tersebut,” ungkap Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, di Jakarta, Kamis (11/4) malam.

Menurut Said, seorang pemilih baru bisa dikategorikan terdaftar, jika namanya tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) atau daftar Pemilih Tetap (DPT). Karena itu, semua Bacaleg yang didaftarkan partai politik peserta Pemilu pada 9-22 April mendatang terancam tidak memenuhi syarat. Sebab untuk Pemilu 2014, tahapan penyusunan DPS/DPT belum dilaksanakan.

“Jadi klausul terdaftar itu rujukannya ya, DPS atau DPT dan bukan berdasarkan surat keterangan terdaftar seperti versi KPU itu,” katanya.

Atas kondisi ini, Said menduga  KPU kemungkinan akan mencoba mengganti DPS atau DPT dengan Surat Keterangan terdaftar dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau KPU Kabupaten/Kota. “Ini karena mereka belum mampu membentuk DPS apalagi DPT pada saat tahapan Pemilu sudah memasuki tahap pencalonan. Jadi surat keterangan terdaftar bagi calon ala KPU itu sifatnya penyiasatan saja,” katanya.

Jika dugaan ini benar, tentu sangat mengecewakan. Karena mestinya Pemilu, menurut Said, seharusnya dilaksanakan berdasarkan hukum dan bukan siasat dengan cara berakrobat.

“Kalau UU sudah memerintahkan suatu hal, ya KPU tinggal melaksanakan saja perintah itu. Dalam hal aturan itu ternyata keliru atau tidak dapat dilaksanakan oleh KPU, maka mestinya pasal tersebut dimintakan kepada DPR untuk diubah. Itu kan demi kebaikan parpol-parpol yang ada di DPR juga,” katanya.

Jika DPR nantinya malu mengubah aturan yang dibuatnya tersebut,  Said menilai KPU-lah yang seharusnya berinisiatif mengajukan uji materi (judicial review) Pasal 51 ayat (1) huruf i itu ke MK. “Jadi bukan malah menyiasati aturan yang menimbulkan ketidakpastian hukum,”  tegasnya. (gir/jpnn)

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus membaca kembali secara teliti Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilu, terkait persyaratan Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg). Sebab pada pasal tersebut sangat jelas disebutkan Bacaleg harus memenuhi syarat terdaftar sebagai pemilih.

“Jadi untuk mengetahui pemaknaan frasa tersebut, maka perlu kita merujuk kepada UU Pemilu pada Bab VI tentang Penyusunan Daftar Pemilih dan Bab X tentang Pemungutan Suara. Sejumlah pasal yang ada di kedua bab itu menjelaskan hal tersebut,” ungkap Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, di Jakarta, Kamis (11/4) malam.

Menurut Said, seorang pemilih baru bisa dikategorikan terdaftar, jika namanya tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) atau daftar Pemilih Tetap (DPT). Karena itu, semua Bacaleg yang didaftarkan partai politik peserta Pemilu pada 9-22 April mendatang terancam tidak memenuhi syarat. Sebab untuk Pemilu 2014, tahapan penyusunan DPS/DPT belum dilaksanakan.

“Jadi klausul terdaftar itu rujukannya ya, DPS atau DPT dan bukan berdasarkan surat keterangan terdaftar seperti versi KPU itu,” katanya.

Atas kondisi ini, Said menduga  KPU kemungkinan akan mencoba mengganti DPS atau DPT dengan Surat Keterangan terdaftar dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau KPU Kabupaten/Kota. “Ini karena mereka belum mampu membentuk DPS apalagi DPT pada saat tahapan Pemilu sudah memasuki tahap pencalonan. Jadi surat keterangan terdaftar bagi calon ala KPU itu sifatnya penyiasatan saja,” katanya.

Jika dugaan ini benar, tentu sangat mengecewakan. Karena mestinya Pemilu, menurut Said, seharusnya dilaksanakan berdasarkan hukum dan bukan siasat dengan cara berakrobat.

“Kalau UU sudah memerintahkan suatu hal, ya KPU tinggal melaksanakan saja perintah itu. Dalam hal aturan itu ternyata keliru atau tidak dapat dilaksanakan oleh KPU, maka mestinya pasal tersebut dimintakan kepada DPR untuk diubah. Itu kan demi kebaikan parpol-parpol yang ada di DPR juga,” katanya.

Jika DPR nantinya malu mengubah aturan yang dibuatnya tersebut,  Said menilai KPU-lah yang seharusnya berinisiatif mengajukan uji materi (judicial review) Pasal 51 ayat (1) huruf i itu ke MK. “Jadi bukan malah menyiasati aturan yang menimbulkan ketidakpastian hukum,”  tegasnya. (gir/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/