Pemimpin di Indonesia masih sedikit, namun mencari bos di negara ini gampang sekali. Bagi Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Eka Sari Lorena, cukup 10 menit untuk membedakan antara bos dan pemimpin.
“Coba tanya staf Anda tentang kehebatan Anda. Kalau dia ah eh ah eh sampai 10 menit belum bisa mendeskripsikan kehebatan Anda, itu berarti Anda bukan pemimpin. Kalau kurang dari 10 menit dia sudah bisa menceritakan dengan baik, itu berarti Anda seorang pemimpin,” ujar Eka beberapa waktu lalu.
Kalau staf tersebut harus berpikir lama untuk menceritakan kehebatan atasannya, dia lebih tepat disebut bos.”Bos itu orang yang berada di posisi atas, tapi berdiri di belakang stafnya. Suka nyuruh-nyuruh dan nunjuk-nunjuk. Maunya menerima sudah jadi dan cenderung mengabaikan bagaimana proses berjalan,” ungkapnya.
Menurut dia, seorang atasan harus mau memberikan kepercayaan kepada staf untuk melakukan sesuatu yang dianggap benar. Juga, harus memiliki empati untuk menjadi motivator bagi stafnya. “Empati juga penting. Misalnya, menghadapi sopir yang bermasalah, saya tanya dulu sudah makan atau belum supaya suasana cair, baru ngobrol,” jelasnya (kim/jpnn)
Pemimpin di Indonesia masih sedikit, namun mencari bos di negara ini gampang sekali. Bagi Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Eka Sari Lorena, cukup 10 menit untuk membedakan antara bos dan pemimpin.
“Coba tanya staf Anda tentang kehebatan Anda. Kalau dia ah eh ah eh sampai 10 menit belum bisa mendeskripsikan kehebatan Anda, itu berarti Anda bukan pemimpin. Kalau kurang dari 10 menit dia sudah bisa menceritakan dengan baik, itu berarti Anda seorang pemimpin,” ujar Eka beberapa waktu lalu.
Kalau staf tersebut harus berpikir lama untuk menceritakan kehebatan atasannya, dia lebih tepat disebut bos.”Bos itu orang yang berada di posisi atas, tapi berdiri di belakang stafnya. Suka nyuruh-nyuruh dan nunjuk-nunjuk. Maunya menerima sudah jadi dan cenderung mengabaikan bagaimana proses berjalan,” ungkapnya.
Menurut dia, seorang atasan harus mau memberikan kepercayaan kepada staf untuk melakukan sesuatu yang dianggap benar. Juga, harus memiliki empati untuk menjadi motivator bagi stafnya. “Empati juga penting. Misalnya, menghadapi sopir yang bermasalah, saya tanya dulu sudah makan atau belum supaya suasana cair, baru ngobrol,” jelasnya (kim/jpnn)