26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Malaysia Airlines Nyasar ke Kualanamu

MEDAN-Malaysia Airlines (MAS) hampir saja mencetak sejarah baru sebagai pesawat pertama yang mendarat di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA). Namun hal itu tak terjadi karena begitu mendekati runway KNIA sang pilot sadar kalau landasan tersebut bukan bandara yang dituju. Pesawat pun kembali mengudara menuju Bandara Polonia.

Ilustrasi//sumut pos
Ilustrasi//sumut pos

Diduga, radar Bandara KNIA yang sudah berfungsi terbaca sebagai Bandara Polonia, Medan. Peristiwa Malaysia Airlines itu salah arah untuk pendaratan itu terjadi, Sabtu (18/5) pukul 15.30 WIB. Pada saat itu, MAS berangkat dari Kuala Lumpur menuju Bandara Polonia Medan, tapi arah pendaratannya ke Bandara KNIA.

Kepala Otoritas Bandara Udara Wilayah II Abdul Hani membenarkan kejadian tersebut, walaupun dirinya belum mengetahui dengan pasti apa penyebab terjadinya kesalahan pendaratan tersebut. “Nanti saya kasih tahu lebih lanjut bila saya sudah dapat hasil dari penyelidikan,” ujarnya kepada Sumut Pos, Senin (20/5).

Dia menerangkan, pesawat MAS tidak sempat mendarat, hanya mendekati approch atau situasi saat pesawat memutar di atas runway bandaran
Kondisi itu yang dialami pesawat MAS di atas landasan pacu Bandara KNIA. “Pilot pesawat Malaysia Airlines tersebut terbang kemungkinan dari Kuala Lumpur (Malaysia). Mengetahui ada kesalahan, pilot  segera melapor ke Air Traffic Control (ATC) Bandara Polonia,” ujarnya.

Ada kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut, dikarenakan antara Kualanamu dan Polonia berada dalam satu jalur dan koordinatnya hampir sama. “Jaraknya juga sangat dekat, sekitar 5 nautical mile. Dan kedua radar ini sama-sama aktif. Tapi, saya tegaskan, saya tidak dapat berspekulasi,” tambahnya.

Bila melalui jarak tempuh, dari Kuala Lumpur menuju Polonia, maka Kualanamu akan duluan yang dapat. Karena itu, tidak diherankan bila hal ini terjadi. “Karena koordinatnya hampir sama, diharapkan perhatian yang sangat baik bagi pilot. Dan, ini bukan kesalahan kita,” ujarnya.

Pekerja Proyek Heboh

Sementara itu, Kepala Project Implementation Unit (PIU) Kualanamu Joko Wasito menyatakan bahwa dirinya juga terkejut dengan kejadian pada Sabtu sore tersebut. “Ada suara mesin pesawat yang bersiap mendarat. Tepatnya di ujung landasan. Semua yang di Kualanamu terkejut. Tapi cuma sebentar, karena pesawat langsung terbang lagi,” ujarnya.

Senada dengan Abdul Hani, dirinya pun tidak berani berspekulasi apa penyebab kejadian miss landing ini.

Kejadian hampir salah mendarat ini, bukan yang pertama kali di bandara yang terletak di Kabupaten Deliserdang itu. Beberapa pesawat sudah pernah melakukannya, terutama yang datang dari luar negeri, dan sekitar Sumatera. Dari informasi yang dihimpun, sebelumnya, Lion Air sudah pernah melakukan, hanya saja tidak sedekat seperti yang terjadi pada MAS yang sudah mencapai landasan. Kalau Lion Air, masih berada di udara, hanya saja sudah mulai menurunkan frekwensi kecepatan. Sebelum Lion, juga sudah ada beberapa pesawat yang hampir melakukan hal tersebut. Tetapi, tidak terdata jenis dan nama pesawat.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Herry Bhakti, mengaku belum tahu-menahu ada pesawat MAS yang nyaris salah mendarat di KNIA. “Wah, saya belum tahu,” ujar Herry Bhakti.

Apakah ada kemungkinan kejadian ini disebabkan radar di Bandara Kualanamu sudah dipasang, sementara radar di Bandara Polonia juga masih aktif? Herry tidak berani berspekulasi. “Saya belum berani komentar karena belum ada laporan,” kilahnya.

Pilot Tak Paham?

Di sisi lain, pilot senior Garuda Indonesia, Capt Darwis Panjaitan, menilai ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk mengetahui mengapa pesawat MAS nyaris mendarat di Bandara KNIA. Padahal bandara tersebut belum resmi beroperasi.

Menurutnya, dalam melakukan pendaratan pilot biasanya mengacu pada tiga instrumen. Salah satunya berdasarkan navigasi instrumen. “Navigasi instrumen ini merupakan alat yang dipasang di sebuah bandara. Dia akan memancarkan frekwensi signal. Dan tiap pesawat akan menangkap signal tersebut,” katanya kepada koran ini di Jakarta, Senin (20/5) malam.

Namun dalam hal ini, kalau pun di Bandara Kualanamu sudah terpasang navigasi instrumen, sebelum penggunaan bandara diresmikan, alat tersebut menurut Darwis belum boleh dipakai. “Saya kira alat ini belum ada di Bandara Kualanamu. Karena biasanya dari semua fasilitas yang ada di bandara, alat ini dipasang paling akhir. Tapi bisa saja jangan-jangan alat ini sudah dipublish. Nah kalau itu terjadi, berarti kesalahan ada di Departemen Perhubungan,” katanya.

Hal yang kedua, seorang pilot akan melakukan pendaratan berdasarkan penglihatan (full visual). “Biasanya, pilot-pilot internasional jarang melakukan ini. Tapi kalau pesawat-pesawat kecil dengan medan seperti di pedalaman, biasa digunakan,” katanya. Model pendaratan dengan menggunakan metode ini menurut Darwis, juga harusnya tidak terjadi. Karena hanya dipakai jika seorang pilot telah benar-benar menguasai suatu daerah. “Jadi tidak turun begitu saja. Kalau ini yang terjadi (terhadap nyaris mendaratnya MAS, red), maka murni kesalahan pilot,” katanya.

Sementara terkait hal ketiga, seorang pilot akan mendaratkan pesawatnya dengan tuntunan pengatur radar atau yang disebut Air Traffic Control (ATC). Biasanya jika metode ini berjalan dengan baik, Darwis memastikan tidak akan terjadi kesalahan. Karena pesawat benar-benar dipandu mendarat di bandara yang tepat. “Kalau ini yang terjadi, berarti kesalahan ada di otorisasi. Artinya tidak memandu dengan benar. Tapi bisa juga yang terjadi itu sang pilot saat itu dipandu, dan pada saat itu posisi pesawat berada tidak jauh dari Bandara Kualanamu. Sehingga ia berpikir bandara tersebut Polonia,” katanya.

Namun begitu Darwis tidak ingin berandai-andai lebih jauh. Ia hanya menyatakan dari pengalamannya selama puluhan tahun sebagai pilot, belum pernah sekali pun sampai nyaris di bandara yang salah. Demikian juga di dunia, peristiwa seperti ini menurutnya hampir tidak pernah terjadi. Karena itu untuk memastikannya, tentu dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga tidak lagi terulang. “Tapi yang kita bicarakan ini kalau dalam keadaan normal. Artinya kalau pesawat dalam keadaan darurat, di laut pun tidak masalah untuk mendarat. Apalagi di sebuah bandara,” katanya. (ram/sam/gir)

MEDAN-Malaysia Airlines (MAS) hampir saja mencetak sejarah baru sebagai pesawat pertama yang mendarat di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA). Namun hal itu tak terjadi karena begitu mendekati runway KNIA sang pilot sadar kalau landasan tersebut bukan bandara yang dituju. Pesawat pun kembali mengudara menuju Bandara Polonia.

Ilustrasi//sumut pos
Ilustrasi//sumut pos

Diduga, radar Bandara KNIA yang sudah berfungsi terbaca sebagai Bandara Polonia, Medan. Peristiwa Malaysia Airlines itu salah arah untuk pendaratan itu terjadi, Sabtu (18/5) pukul 15.30 WIB. Pada saat itu, MAS berangkat dari Kuala Lumpur menuju Bandara Polonia Medan, tapi arah pendaratannya ke Bandara KNIA.

Kepala Otoritas Bandara Udara Wilayah II Abdul Hani membenarkan kejadian tersebut, walaupun dirinya belum mengetahui dengan pasti apa penyebab terjadinya kesalahan pendaratan tersebut. “Nanti saya kasih tahu lebih lanjut bila saya sudah dapat hasil dari penyelidikan,” ujarnya kepada Sumut Pos, Senin (20/5).

Dia menerangkan, pesawat MAS tidak sempat mendarat, hanya mendekati approch atau situasi saat pesawat memutar di atas runway bandaran
Kondisi itu yang dialami pesawat MAS di atas landasan pacu Bandara KNIA. “Pilot pesawat Malaysia Airlines tersebut terbang kemungkinan dari Kuala Lumpur (Malaysia). Mengetahui ada kesalahan, pilot  segera melapor ke Air Traffic Control (ATC) Bandara Polonia,” ujarnya.

Ada kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut, dikarenakan antara Kualanamu dan Polonia berada dalam satu jalur dan koordinatnya hampir sama. “Jaraknya juga sangat dekat, sekitar 5 nautical mile. Dan kedua radar ini sama-sama aktif. Tapi, saya tegaskan, saya tidak dapat berspekulasi,” tambahnya.

Bila melalui jarak tempuh, dari Kuala Lumpur menuju Polonia, maka Kualanamu akan duluan yang dapat. Karena itu, tidak diherankan bila hal ini terjadi. “Karena koordinatnya hampir sama, diharapkan perhatian yang sangat baik bagi pilot. Dan, ini bukan kesalahan kita,” ujarnya.

Pekerja Proyek Heboh

Sementara itu, Kepala Project Implementation Unit (PIU) Kualanamu Joko Wasito menyatakan bahwa dirinya juga terkejut dengan kejadian pada Sabtu sore tersebut. “Ada suara mesin pesawat yang bersiap mendarat. Tepatnya di ujung landasan. Semua yang di Kualanamu terkejut. Tapi cuma sebentar, karena pesawat langsung terbang lagi,” ujarnya.

Senada dengan Abdul Hani, dirinya pun tidak berani berspekulasi apa penyebab kejadian miss landing ini.

Kejadian hampir salah mendarat ini, bukan yang pertama kali di bandara yang terletak di Kabupaten Deliserdang itu. Beberapa pesawat sudah pernah melakukannya, terutama yang datang dari luar negeri, dan sekitar Sumatera. Dari informasi yang dihimpun, sebelumnya, Lion Air sudah pernah melakukan, hanya saja tidak sedekat seperti yang terjadi pada MAS yang sudah mencapai landasan. Kalau Lion Air, masih berada di udara, hanya saja sudah mulai menurunkan frekwensi kecepatan. Sebelum Lion, juga sudah ada beberapa pesawat yang hampir melakukan hal tersebut. Tetapi, tidak terdata jenis dan nama pesawat.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Herry Bhakti, mengaku belum tahu-menahu ada pesawat MAS yang nyaris salah mendarat di KNIA. “Wah, saya belum tahu,” ujar Herry Bhakti.

Apakah ada kemungkinan kejadian ini disebabkan radar di Bandara Kualanamu sudah dipasang, sementara radar di Bandara Polonia juga masih aktif? Herry tidak berani berspekulasi. “Saya belum berani komentar karena belum ada laporan,” kilahnya.

Pilot Tak Paham?

Di sisi lain, pilot senior Garuda Indonesia, Capt Darwis Panjaitan, menilai ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk mengetahui mengapa pesawat MAS nyaris mendarat di Bandara KNIA. Padahal bandara tersebut belum resmi beroperasi.

Menurutnya, dalam melakukan pendaratan pilot biasanya mengacu pada tiga instrumen. Salah satunya berdasarkan navigasi instrumen. “Navigasi instrumen ini merupakan alat yang dipasang di sebuah bandara. Dia akan memancarkan frekwensi signal. Dan tiap pesawat akan menangkap signal tersebut,” katanya kepada koran ini di Jakarta, Senin (20/5) malam.

Namun dalam hal ini, kalau pun di Bandara Kualanamu sudah terpasang navigasi instrumen, sebelum penggunaan bandara diresmikan, alat tersebut menurut Darwis belum boleh dipakai. “Saya kira alat ini belum ada di Bandara Kualanamu. Karena biasanya dari semua fasilitas yang ada di bandara, alat ini dipasang paling akhir. Tapi bisa saja jangan-jangan alat ini sudah dipublish. Nah kalau itu terjadi, berarti kesalahan ada di Departemen Perhubungan,” katanya.

Hal yang kedua, seorang pilot akan melakukan pendaratan berdasarkan penglihatan (full visual). “Biasanya, pilot-pilot internasional jarang melakukan ini. Tapi kalau pesawat-pesawat kecil dengan medan seperti di pedalaman, biasa digunakan,” katanya. Model pendaratan dengan menggunakan metode ini menurut Darwis, juga harusnya tidak terjadi. Karena hanya dipakai jika seorang pilot telah benar-benar menguasai suatu daerah. “Jadi tidak turun begitu saja. Kalau ini yang terjadi (terhadap nyaris mendaratnya MAS, red), maka murni kesalahan pilot,” katanya.

Sementara terkait hal ketiga, seorang pilot akan mendaratkan pesawatnya dengan tuntunan pengatur radar atau yang disebut Air Traffic Control (ATC). Biasanya jika metode ini berjalan dengan baik, Darwis memastikan tidak akan terjadi kesalahan. Karena pesawat benar-benar dipandu mendarat di bandara yang tepat. “Kalau ini yang terjadi, berarti kesalahan ada di otorisasi. Artinya tidak memandu dengan benar. Tapi bisa juga yang terjadi itu sang pilot saat itu dipandu, dan pada saat itu posisi pesawat berada tidak jauh dari Bandara Kualanamu. Sehingga ia berpikir bandara tersebut Polonia,” katanya.

Namun begitu Darwis tidak ingin berandai-andai lebih jauh. Ia hanya menyatakan dari pengalamannya selama puluhan tahun sebagai pilot, belum pernah sekali pun sampai nyaris di bandara yang salah. Demikian juga di dunia, peristiwa seperti ini menurutnya hampir tidak pernah terjadi. Karena itu untuk memastikannya, tentu dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga tidak lagi terulang. “Tapi yang kita bicarakan ini kalau dalam keadaan normal. Artinya kalau pesawat dalam keadaan darurat, di laut pun tidak masalah untuk mendarat. Apalagi di sebuah bandara,” katanya. (ram/sam/gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/