JAKARTA- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini dalam posisi dilema. Antara berada di barisan koalisi atau justru berada di luar kekuasaan. Isu yang telah lama mengendap itu kini menemukan momentumnya saat bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dijerat kasus hukum.
Wacana keluar atau tetap bertahan di koalisi bukanlah wacana baru bagi PKS. Wacana ini muncul sejak kasus hak angket century mencuat di parlemen akhir 2009 dan awal 2010.
Begitu pula saat usulan hak angket pajak mencuat di parlemen, wacana serupa juga muncul. PKS mendukung usulan hak konstitusional ini, berseberangan dengan partai koalisi lainnya. Saat voting APBN Perubahan Tahun 2012 lalu, PKS menolak penaikan harga BBM, lagi-lagi sikap PKS ini berbeda dengan partai koalisi pada umumnya.
Namun wacana keluar dari koalisi ini tidak hanya monopoli bersumber dari PKS. Karena wacana mengevaluasi keanggotaan PKS dari koalisi juga pernah mencuat dari partai koalisi lainnya khususnya dari Partai Demokrat.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKS Fahri Hamzah mengatakan secara pribadi ingin agar PKS keluar dari barisan koalisi. Menurut Fahri, kebijakan pemerinttahan SBY dinilai Fahri tidak tepat. “Saya termasuk yang memprotes kebijakan Presiden SBY. Tapi kewenangan itu ada di lembaga tinggi. Saya pribadi tidak tahan,” kata Fahri.
Anggota Majelis Syura PKS Tifatul Sembiring yang juga Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan tidak mempersoalkan pernyataan Fahri Hamzah tentang desakan agar PKS keluar dari barisan koalisi. Menurut dia, pernyatan Fahri merupakan pendapat pribadi. Ia sendiri akan mengikuti sikap Majelis Syura.
“Saya ikut Majelis Syura saja,” sebut Tifatul di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (23/5).
Sumber di internal elit PKS mengungkapkan wacana soal keluar atau bertahan di koalisi ini memang sempat menjadi topik bahasan pembicaraan saat partai ini menggelar rapat tak lama sebelum munculnya kisruh rencana penyitaan mobil milik Luthfi Hasan Ishaaq.
Rapat yang digelar maraton 11-12 Mei 2013, dua pekan lalu itu langsung dipimpin oleh Hilmi Aminuddin dan Anis Matta. “Dalam rapat memang sempat mengemuka soal apakah bertahan di koalisi atau keluar koalisi. Saat itu Tifatul yang secara tersirat menginginkan agar PKS tetap di koalisi,” sebut sumber tersebut.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mempersilakan jika PKS ingin keluar dari koalisi. Hanya saja, kata Nurhayati, jika PKS benar-benar ingin keluar dari koalisi agar menarik para menteri dari PKS.
“Silakan saja. Saya yakin SBBY punya orang-orang yang lebih baik,” ketus Nurhayati di se la-sela Sidang Paripurna DPR, Kamis (23/5).
Wacana keluar koalisi sebenarnya telah mengemuka sejak lama di internal PKS. Namun, wacana ini menemukan momentumnya seiring kasus Luthfi Hasan Ishaaq mencuat. Apalagi, persepsi yang muncul di internal PKS, kasus Luthfi Hasan Ishaaq tidak murni kasus hukum melainkan ada upaya politisasi terhadap kasus ini.
Pendapat senada juga disampaikan politisi kontroversial Ruhut Sitompul. Menanggapi ancaman kader PKS Fahri Hamzah, Ruhut mengatakan, Partai Demokrat disebut sudah kebal atas ancaman PKS keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab) partai koalisi pendukung Pemerintahan SBY .
“Mereka hanya gertak sambal, sudah ribuan kali selalu begitu, kita tidak takut,” ujar Ruhut, kemarin.
Menurutnya, PKS harus siap menerima realitas politik jika memutuskan keluar dari koalisi. Sebab, para menteri di kabinet yang berasal dari PKS akan diganti oleh yang lain.
Seperti diketahui, ada dua menteri di kabinet SBY yang berasal dari PKS. Mereka adalah Tiffatul Sembiring selaku Menteri Komunikasi dan Informatika dan Suswono selaku Menteri Pertanian. (bbs/jpnn)