Jakarta-Hakim Roziyanti yang mengadili DY, bocah 11 tahun, di Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, Sumatera Utara, dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Hakim Roziyanti memberikan vonis penjara 66 hari kepada DYS dengan tuduhan pencurian handphone. Sementara Mahkamah Agung (MA) bersikukuh kesalahan bukan murni dari hakim sendiri tetapi melibatkan polisi dan jaksa.
Laporan kepada KY dilakukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ke gedung KY, kemarin. Laporan disertakan dengan bukti salinan putusan. Di luar Roziyanti sebagai terlapor utama, pelapor yang diwakili Direktor Advokasi YLBHI, Bahrain, juga menyertakan pihak terlapor lainnya. “Kita melaporkan yang memvonis, ketua PN Pematangsiantar, dan Mahkamah Agung,” ujarnya.
Semua pihak disebutkan dinilai Bahrain harus turut bertanggungjawab sehingga lahirnya penahanan dan vonis terhadap DY. Padahal, anak di bawah usia 12 tahun, menurut undang undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak boleh diproses secara hukum layaknya orang dewasa.
Selain melaporkan tiga pihak dari lembaga peradilan itu, kata Bahrain, pihaknya juga berencana melaporkan pihak kepolisian dan kejaksaan yang telah mendorong sejak awal sehingga DY duduk di kursi sidang.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, mengatakan sebenarnya saat sidang hakim mengeluarkan putusan sesuai dengan lamanya proses tahanan yang sudah dijalani DY sebelum sampai persidangan yaitu dua bulan dan enam hari.
“Karena anak itu sudah ditahan sejak penyidik, sejak di polisi dia ditahan, sama penuntut umum juga ditahan, kemudian hakim ketika memutus itu pas hari tahanan itu habis. Dipaskan dua bulan enam hari. Itu pas tahanan habis jadi anak itu mestinya langsung pulang,” ungkapnya ditemui usai pelantikan ketua kamar Tata Usaha Negara (TUN) dan ketua pengadilan tingkat banding di gedung MA, kemarin.
Semestinya, kata Ridwan, jika memang aturan tentang pengadilan anak itu dijalankan dengan baik sejak di penyidik sudah tidak diberlakukan penahanan terhadap DY. “Semestinya perkara itu kalau memang anak-anak seharusnya sejak penyidik dong (tidak dipenjara). Pengadilan kan hanya menerima dan memeriksa perkara,” kata dia.
Meski begitu, MA menurutnya tetap akan bertanggungjawab karena tim Badan Pengawas (Bawas) MA segera diturunkan untuk memeriksa hakim Roziyanti. Dikhawatirkan ada tindakan keliru dari hakimnya. “Tetapi terhadap perkaranya sendiri MA tidak bisa ikut campur, harus melalui upaya hukum, itu prosedur hukum acara pidana kita. Artinya upaya hukumnya ya banding,” terusnya.
Sebelumnya, DY, telah melapor ke YLBHI Jakarta, Sabtu (8/6). Bocah tersebut mendatangi kantor YLBHI sekira pukul 13.30 WIB. Dengan mengenakan topeng, bocah itu memasuki gedung YLBHI. Tak lama berselang, Seto Mulyadi, Dewan Pembina Perlindungan Anak, dan Sekjen KPAI, Muhamad Ichsan juga terlihat datang, beserta para komisioner YLBHI.
Upaya hukum ini dilakukan, karena proses putusan terhadap bocah tersebut diduga terjadi pelanggaran. “Artinya anak yang belum berumur 12 tahun itu tidak dipidana, tapi polisi bisa mengembalikan ke orangtua, kalau orangtua tidak mampu, bisa diserahkan ke Dinas Sosial,” kata Kak Seto di kantor YLBHI, Jakarta Pusat.
Selain itu, sambung Kak Seto, proses penahanan terhadap DY juga bermasalah karena dia dicampur dengan 23 orang narapidana dewasa lainnya. “Adik ini memang mencuri handphone, tapi dipenjara bersama 23 orang dewasa, di dalam dia mendapat intimidasi, diperintah untuk melakukan berbagai hal, intinya di dalam diperbudak disuruh-suruh,” tukasnya.
Untuk itu, melalui YLBHI, pihaknya berharap bantuan untuk melakukan langkah hukum agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sementara itu, ditambahkan Komisioner KPAI, Muhamad Ichsan, melalui bantuan YLBHI dia berharap vonis yang diberikan kepada DY bisa batal demi hukum. “Mesti dibatalkan demi hukum, mudah-mudahan teman-teman media bisa mengawal kasus ini, “ tuturnya. (gen/bbs/jpnn)