JAKARTA-Pendidik yang seharusnya memberi contoh baik ternyata malah menjadi tersangka korupsi. Itu terjadi pada Tafsir Nurhamid, wakil rektor Universitas Indonesia (UI), yang diduga melakukan tindak pidana di proyek senilai Rp21 miliar. Diduga masih ada pihak lain yang ikut bermain dalam proyek pembangunan instalasi IT dan perpustakaan itu.
Status tersebut disematkan setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua alat bukti. Itulah kenapa, instansi pimpinan Abraham Samad itu berani menetapkan wakil rektor bidang SDM dan Keuangan tersebut sebagai tersangka. “TN dianggap punya tanggung jawab dalam proyek itu,” kata Jubir KPK Johan Budi S.P.
Oleh KPK, dia diduga melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana. Dugaannya, Tafsir melakukan penggelembungan dan sehingga muncul kerugian negara. Meski demikian, Johan belum tahu pasti berapa kerugiannya karena masih dalam penghitungan.
Yang pasti, dengan penerapan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana yang menyebut pelaku, penyuruh, dan turut serta bisa dipidana, berarti bakal ada tersangka lain dalam kasus itu. Johan mengatakan bisa saja ada tersangka baru asalkan ditemukan dua alat bukti. “Kasus ini masih dikembangkan,” janji Johan di gedung KPK kemarin.
Dari informasi yang dikumpulkan, Tafsir adalah dosen di jurusan administrasi FISIP UI. Situs UI menyebut Tafsir memperoleh gelar doktor dan master bidang administrasi pajak dari Pascasarjana UI. Dia juga pernah menjabat sebagai wakil kepala program diploma dan wakil dekan untuk urusan nonakademik FISIP UI.
Kasus UI mulai ramai sejak Maret 2012. Saat itu, pengajar dan guru besar UI yang menamakan diri SAVE UI mendatangi KPK untuk melaporkan dugaan korupsi. Sasarannya saat itu adalah Rektor Gumilar Somantri yang menurut pemeriksaan BPK di pengadaan barang dan jasa tahun 2008, 2009, 2010, dan 2011 ditemukan beberapa kejanggalan.
Salah satu anggota Save UI, Effendi Ghazali geram ketika meminta data kepada pihak kampus tidak pernah diberi. Padahal, rektor mengaku transparan. Saat itu, dia sampai meminta ke Indonesia Corruption Watch (ICW). “Padahal data yang kami minta biasa saja. Sumber dananya darimana,” katanya.
Beberapa hal yang dipermasalahkan Save UI diantaranya: proyek boulevard yang serba tertutup dan tidak diaudit oleh KAP Kanaka. Kecurigaan muncul karena proyek telah mengubah masterplan pembangunan RS Pendidikan UI dan gedung Fakultas Ilmu Kesehatan. Rektor juga diduga menerima gratifikasi seperti tiket dan atau akomodasi perjalanan. (dim/wan/agm/jpnn)