Masjid Jami Nurul Jannah berlokasi di pinggiran Jalinsum, Lingkungan Tengah Sigambal, Kelurahan Pardamean, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu.
Bangunan masjid nan megah dan dipadu dengan corak kekuningan ditambah satu menara itu, memiliki luas sekitar 30 X 25 meter persegi dengan jumlah areal mencapai 40 X 50 meter.
Ternyata, masjid yang memiliki ornamen tiang bulat dengan lantai tinggi sekitar 1 meter itu memiliki kenangan di dalam perjalanannya. Ya, dari bangunan berbahan papan hingga menjadi sebuah bangunan serba mewah.
Iqbal Ritonga, selaku Penjaga Waktu masuknya jam untuk menunaikan ibadah wajib lima waktu, saat ditemui Sumut Pos, Kamis (13/6) mencoba mengisahkan perjalanan masjid tersebut. Lahan masjid itu bilang Iqbal adalah infaq dari keluarga almarhum Alam Musa Hasibuan. Berjalan beberapa tahun, bangunan ala kadarnya itu masih terbuat dari papan.
“Saya lupa tahun berapa bangunan pertamanya, tapi sejak saya sudah bisa mengingat, masjid ini sudah ada. Kalau 70-an tahun saya kira adalah usia masjid ini,” ujarnya.
Ditambah bapak anak tiga itu lagi, sejalan dengan waktu, warga serta beberapa tokoh pemuda kembali melakukan renovasi dihampir semua bangunan masjid yang pernah mendapat juara 4 sebagai masjid terindah tingkat Provinsi Sumut tersebut. “Kalau bangunan kedua sekitar tahun 1995 dan semua sudah batu,” ujarnya.
Namun ditahun 2001-2004, warga kembali bekerjasama dengan Remaja Masjid berniat melakukan perbaikan. Selain bantuan yang diperoleh dari donatur, kumpulan muda-mudi disanapun mengambil langkah mencari dana di pinggiran jalan utama tersebut. Barulah sekitar tahun 2005, Masjid Jami Nurul Jannah diresmikan oleh Bupati HT Milwan kala itu.
Selain menyimpan perjalanan kisah yang panjang, masjid yang kini sebagai masjid terbesar disana ternyata memiliki kisah unik, seperti halnya jika sebelum berubah menjadi Masjid Jami, rumah ibadah tersebut ternyata belum mempunyai nama.
Tetapi setelah Kenaziran dipanggil ke Medan guna membicarakan perubahan status masjid, muncullah nama manjadi Nurul Jannah.
Diakui Iqbal, nama masjid sempat jadi pembicaraan warga sekitar termasuk pengurus masjid lainnya. “Mungkin itulah petunjuk, karena memang dulunya nama masjid ini tidak ada dan mengapa mesti Nurul Jannah kami juga tidak ngerti. Tapi kalau diartikan, nama itu adalah Kampung Surga,” tambah Iqbal Ritonga.
Walau sudah memiliki bangunan indah, tetapi masjid yang dinobatkan sebagai Masjid Jami sekitar tahun 2006-2007 tersebut tetap menggunakan satu buah beduk terbuat dari kayu yang digunakan saat bulan Ramadhan, khususnya untuk berbuka puasa.
Di penghujung perbincangan dengan awak media ini, Penjaga Waktu Salat tersebut menerangkan, pihak pemerintah kerap menjadikan masjid tersebut sebagai salahsatu tempat Safari Ramadhan tim pemerintah.
“Ya, asal datang mereka bawa macam-macam bantuan,” sebutnya sembari berharap masjid tersebut dapat terus berbenah disisi bangunan serta berdoa agar selalu terus dipadati para jemaah. (jok)