PDAM Tirtanadi dibangun oleh Pemerintahan Kolonial Belanda pada tanggal 8 September 1905 yang diberi nama NV Waterleiding Maatschappij Ajer Beresih. Pembangunan ini dilakukan oleh Hendrik Cornelius Van Den Honert selaku Direktur Deli Maatschappij, Pieter Kolff selaku Direktur Deli Steenkolen Maatschappij dan Charles Marie Hernkenrath selaku Direktur Deli Spoorweg Maatschappij. Kantor Pusat dari perusahaan air bersih ini berada di Amsterdam Belanda.
Pada saat itu air yang diambil dari sumber utama mata air Rumah Sumbul di Sibolangit dengan kapasitas 3000 m3/hari. Air tersebut ditransmisikan ke Reservoir Menara yang memiliki kapasitas 1200 m3 yang terletak di JalanKapitan (sekarang kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara).
Reservoir ini memiliki ketinggian 42 m dari permukaan tanah. Reservoir ini dibuat dari besi dengan diameter 14 m. Setelah kemerdekaan Indonesia, perusahaan ini diserahkan kepada Pemprovsu.
Catatan dari PDAM Tirtanadi Sumut pertama sekali berdirinya ini tak semua masyarakat yang mengonsumsi air ini. Hanya kerajaan dan kantor Belanda yang dapat air bersih ini, sedangkan masyarakat biasanya memakai air sungai maupun sumur .
Sejak 3 Februari 1903 perusahaan Deli Maatshappij untuk membangun fasilitas air minum Medan dengan mengeluarkan keputusan pemerintah pada 14 Mei 1904 dan atas permintaan Deli Maatshappij konsesi diperpanjang dengan keputusan pemerintah pada 26 Juni.
Pada saat itulah Deli Maatshappij banyak menangani permasalahaan air bersih. Ahli pengairan J. Schotel di Rotterdam mengetuskan F.Boshuyer ke Medan meninjau dan membuat rencana air bersih di kota ini.
Pada pertama sekali pembangunan ‘PDAM Tirtandi ini’, pelanggan hanya masyarakat yang dikatakan bangsawan atau Pemerintahan Belanda saja. Seperti Tjong A Fie atau Tjong Fung Nam seorang pebisnis yang berhasil di perantauan. Bangunan Tjong A Fie terletak di kawasan Kesawan dengan nomor pelanggan NPA 017370016 atas nama Chong Fun Kiun.
awasan Kesawan adalah kawasan tua dengan karakter yang kuat, terletak dipusat Kota Medan. Kawasan ini mampu menceritakan sejarah masa lalunya yang merupakan bagian dari sejarah terbentuknya Kota Medan. Struktur tempat, ruang dan karakter
Kesawan dapat dilihat melalui susunan massa dan ruangannya yang membentuk jaringan kompleks, bagaikan sebuah teks dibaca apabila bagian-bagian pembentuknya diuraikan satu persatu secara detail, yang menyimpan jiwa dari arsitektur kawasan ini.
Dikawasan ini sekitar tahun 1929 untuk pertama kali ‘PDAM Tirtanadi’ menerapkan sistem meter loop, air, masuk, keluar dan pemakaian pelanggan dapat dikontrol dengan baik dengan tujuan menekan losis.
Karena lokasinya yang strategis sebagai jalur yang ramai, didukung dengan letaknya yang berdampingan dengan Esplanade yang sekarang disebut Lapangan Merdeka merupakan pusat orientasi urban, dan kantor pos dan giro pusat serta stasiun kereta api Medan, Belawan.
Kawasan Kesawan berkembang menjadi sebuah kawasan tersendiri. Tak jauh dari rumah Tjong A Fie, Restauran Tip Top juga merupakan pelanggan dari ‘PDAM Tirtanadi’ sejak 1929 dengan nomor pelanggan NPA 0107010125.
Berdasarkan Perda Sumatera Utara No 11 tahun 1979, status perusahaan diubah menjadi PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Sejak tahun 1991 PDAM Tirtanadi ditunjuk sebagai operator sistem pengelolaan air limbah Kota Medan.
Ditemui di kantornya, Kepala Divisi publik relations PDAM Tirtanadi, Ir Amru menjelaskan, pada saat Belanda membangun PDAM yang ada di Medan sangat menguntungkan bagi mereka dan tak terlepas dari alam yang ada di Sumut. “Karena dari alamnya mempunyai gravitasi yang kuat,” ucapnya.
Dengan adanya gaya gravitas yang kuat tersebut, kata Amru Belanda membangun pipa yang panjangnya 45 Km dari Sibolangit, Deli Serdang sampai Ke Medan tidak memakai alat penyedot air lagi. “Jadinya, Belanda hanya memasang pipa sejauh itu,” ucapnya. (ban)