28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kisah Bahagia Tahiti dan Robot Spanyol

Walau hancur lebur di Piala Konfederasi 2013, skuad Tahiti ternyata bangga. Mengetahui kisah perjalanan mereka ke Brasil saja sudah mengumbar senyum lebar. Tahukah Anda, salah satu skuad Tahiti ada yang hanya berprofesi sebagai tukang panjat kelapa? Walau terdiri dari amatiran, mereka bangga bisa bertemu Fernanto Torres, Edinson Cavani, Luis Suarez, hingga
Jhon Obi Mikel.

Usahlah kita berandai-andai seandainya bangsa ini Tahiti. Skuad Timnas Indonesia tampaknya jauh lebih oke. Seluruh skuad terdiri dari pemain profesional, tak hanya di dalam negeri, bahkan ada yang main di Eropa. Tapi di lingkup Asia Tenggara saja tak berdaya.
Timnas Tahiti itu hanya diisi skuad amatiran. Profesi pemainnya di luar sepak bola cukup ‘aneh-aneh’. Ada yang tukang panjat kelapa, pemandu tur wisata, guru, bahkan ada pula yang hanya penjaga sekolah. Tak heran, ketika bertemu Timnas Spanyol yang reputasinya sebagai juara dunia dan Eropa, seluruh skuad dan bahkan juga staff sangat bahagia.
Sebelum laga penyisihan Grup B, skuad Tahiti dengan wajah sumringah membawa kalung bunga khas Tahiti. Berkarung-karung kalung bunga itu sengaja didatangkan dari negaranya. Setiap hendak turun merumput, sebelum laga kalung-kalung itu dilingkarkan di leher pemain lawan dan staffnya. Sungguh itu adalah pemandangan saling respect di sepak bola. Ya walau akhirnya usai laga, Spanyol sungguh tega menghabisi mereka 10-0!
Untunglah sepanjang laga para pemain Spanyol tak ada yang terlalu gembira bisa membobol gawang Tahiti. Statistik yang dibawa pulang Tahiti pun menyedihkan. Untunglah federasi sepak bola mereka tak mempersoalkan. Rakyat Tahiti pun tak berharap banyak. Bisa mencetak 1 gol di turnamen sudah bagus. Selebihnya, Tahiti kebobolan 24 gol! Sebuah rekor.
Uniknya, kiper kedua Tahiti yang diturunkan melawan Spanyol, ikael Roche bangga setengah mati karena dia sukses tak kebobolan saat Fernando Torres mengeksekusi penalti ke gawangnya. Padahal saat itu dia sudah kebobolan delapan gol. Ironisnya, sontekan Torres bukan ditepisnya melainkan tak masuk lantaran melambung di atas mistar. Roche lantas selebrasi dan mengacungkan tangan ke langit cukup lama seolah baru menyelamatkan penalti.
Bukan itu, menurut pelatih Tahiti Eddy Etaeta, dukungan fans tuan rumah sepanjang laga di Piala Konfederasi sangat menyentuh hati rakyat Tahiti. Ungkapan selanjutnya dari Etaeta menggelikan sekaligus mengharukan. Begini katanya: “Apapun yang terjadi, kita tidak boleh lupa, kami memiliki prestasi yang bisa dikenang di Maracana. Roche bisa memberitahu cucu-cucunya bahwa striker kelas dunia seperti Fernando Torres tidak mampu mengkonversi penalti melawan kakeknya,” kata Etaeta seperti ditulis situs berita Brasil2014. Hehehehe.
Setelah Tahiti pulang dengan kepala tegak, maka kita baru saja disuguhi kejutan di final antara tuan rumah Brasil versus Spanyol. Tanpa ampun sang juara dunia takluk tiga gol tak berbalas. Ironisnya, bursa antar teman sedikit menyepelekan sang tuan rumah. Mendapati bursa itu hanya tinggal busa di pagi harinya para teman menulis status di media sosial bahwa Spanyol yang juara dunia itu tak berkutik. Tak hanya teman, wakil kapten Spanyol, Sergio Ramos pun ampun-ampun dibantai media dunia.
Ramos benar-benar kalap, sebab seolah tumpuan kesalahan dialamatkan kepadanya. Wajar sebab dia sempat tak gol ketika diberi kesempatan eksekusi penalti.
“Kami bukan robot. Ada saatnya Anda tidak menang. Tapi kami sudah melakukan yang terbaik dan sudah banyak meraih pencapaian penting,” koar Ramos dilansir Soccerway.
Well, begitulah sepak bola. Ada yang kecewa walau sudah masuk final tapi gagal, ada pula yang bangga walau sudah kebobolan 24 gol. Hehehehe. (*)

Walau hancur lebur di Piala Konfederasi 2013, skuad Tahiti ternyata bangga. Mengetahui kisah perjalanan mereka ke Brasil saja sudah mengumbar senyum lebar. Tahukah Anda, salah satu skuad Tahiti ada yang hanya berprofesi sebagai tukang panjat kelapa? Walau terdiri dari amatiran, mereka bangga bisa bertemu Fernanto Torres, Edinson Cavani, Luis Suarez, hingga
Jhon Obi Mikel.

Usahlah kita berandai-andai seandainya bangsa ini Tahiti. Skuad Timnas Indonesia tampaknya jauh lebih oke. Seluruh skuad terdiri dari pemain profesional, tak hanya di dalam negeri, bahkan ada yang main di Eropa. Tapi di lingkup Asia Tenggara saja tak berdaya.
Timnas Tahiti itu hanya diisi skuad amatiran. Profesi pemainnya di luar sepak bola cukup ‘aneh-aneh’. Ada yang tukang panjat kelapa, pemandu tur wisata, guru, bahkan ada pula yang hanya penjaga sekolah. Tak heran, ketika bertemu Timnas Spanyol yang reputasinya sebagai juara dunia dan Eropa, seluruh skuad dan bahkan juga staff sangat bahagia.
Sebelum laga penyisihan Grup B, skuad Tahiti dengan wajah sumringah membawa kalung bunga khas Tahiti. Berkarung-karung kalung bunga itu sengaja didatangkan dari negaranya. Setiap hendak turun merumput, sebelum laga kalung-kalung itu dilingkarkan di leher pemain lawan dan staffnya. Sungguh itu adalah pemandangan saling respect di sepak bola. Ya walau akhirnya usai laga, Spanyol sungguh tega menghabisi mereka 10-0!
Untunglah sepanjang laga para pemain Spanyol tak ada yang terlalu gembira bisa membobol gawang Tahiti. Statistik yang dibawa pulang Tahiti pun menyedihkan. Untunglah federasi sepak bola mereka tak mempersoalkan. Rakyat Tahiti pun tak berharap banyak. Bisa mencetak 1 gol di turnamen sudah bagus. Selebihnya, Tahiti kebobolan 24 gol! Sebuah rekor.
Uniknya, kiper kedua Tahiti yang diturunkan melawan Spanyol, ikael Roche bangga setengah mati karena dia sukses tak kebobolan saat Fernando Torres mengeksekusi penalti ke gawangnya. Padahal saat itu dia sudah kebobolan delapan gol. Ironisnya, sontekan Torres bukan ditepisnya melainkan tak masuk lantaran melambung di atas mistar. Roche lantas selebrasi dan mengacungkan tangan ke langit cukup lama seolah baru menyelamatkan penalti.
Bukan itu, menurut pelatih Tahiti Eddy Etaeta, dukungan fans tuan rumah sepanjang laga di Piala Konfederasi sangat menyentuh hati rakyat Tahiti. Ungkapan selanjutnya dari Etaeta menggelikan sekaligus mengharukan. Begini katanya: “Apapun yang terjadi, kita tidak boleh lupa, kami memiliki prestasi yang bisa dikenang di Maracana. Roche bisa memberitahu cucu-cucunya bahwa striker kelas dunia seperti Fernando Torres tidak mampu mengkonversi penalti melawan kakeknya,” kata Etaeta seperti ditulis situs berita Brasil2014. Hehehehe.
Setelah Tahiti pulang dengan kepala tegak, maka kita baru saja disuguhi kejutan di final antara tuan rumah Brasil versus Spanyol. Tanpa ampun sang juara dunia takluk tiga gol tak berbalas. Ironisnya, bursa antar teman sedikit menyepelekan sang tuan rumah. Mendapati bursa itu hanya tinggal busa di pagi harinya para teman menulis status di media sosial bahwa Spanyol yang juara dunia itu tak berkutik. Tak hanya teman, wakil kapten Spanyol, Sergio Ramos pun ampun-ampun dibantai media dunia.
Ramos benar-benar kalap, sebab seolah tumpuan kesalahan dialamatkan kepadanya. Wajar sebab dia sempat tak gol ketika diberi kesempatan eksekusi penalti.
“Kami bukan robot. Ada saatnya Anda tidak menang. Tapi kami sudah melakukan yang terbaik dan sudah banyak meraih pencapaian penting,” koar Ramos dilansir Soccerway.
Well, begitulah sepak bola. Ada yang kecewa walau sudah masuk final tapi gagal, ada pula yang bangga walau sudah kebobolan 24 gol. Hehehehe. (*)

Artikel Terkait

Die Werkself Lolos dengan Agregat 4-1

Sevilla ke Perempat Final Liga Europa

Bayern Munchen di Atas Angin

The Red Devils Lolos Mudah

Nerazzurri ke 8 Besar Liga Europa

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/