Oleh: Ramadhan Batubara
Sebut saja anak Adam dan Hawa yang murtad, apa yang dia lakukan ketika menghadapi amarah bapak dan ibunya serta saudara lainnya. Lalu, apa yang dilakukan oleh manusia purba ketika mengejar binatang buruannya atau juga ketika jadi buruan binatang buas di jamannya. Lari bukan?
Lari, sepertinya sesuatu yang biasa saja jika kita tidak sedang di posisi terdesak. Maksudnya, posisi ketika harus lari, jika tidak kita akan menghadapi sebuah kerugian. Ketika di posisi tersebut, tidak ada yang terpikirkan lagi keculi lari. Bukankah begitu? Ada sebuah pertanyaan yang asyik, apa sebenarnya lari itu?
Lari merupakan sebuah tindakan yang dilakukan secara sadar atau tidak untuk meninggalkan sesuatu, berpindah tempat dengan cepat, bahasa lainnya. Kenapa dikatakan cepat? Jawabnya jika pelan berarti jalan, gampang kan? Hehe.
Dalam olahraga, lari dimasukan dalam cabang atletik dan dibagi atas beberapa kelas seperti lari jarak jauh atau maraton, lari jarak menengah, dan lari jarak pendek. Ini pembagian yang diambil dari jaraknya, ada juga varian lain seperti lari rintang, estafet, dan sebagainya. Dan sebagai pengingat, lari jarak jauh atau maraton termasuk olahraga tertua di dunia. Coba lihat olimpiade pertama, maraton adalah salah satu olahraga yang bergengsi bukan? Selain itu, sebelum ada ajang olimpiade, lari juga telah dilakukan sejak zaman dahulu kala. Bisa dikatakan, tidak ada yang tahu siapa yang menemukan lari pertama kali. Untuk gampangnya, lari berumur sama dengan umur manusia pertama di dunia ini, juga binatang pertama di dunia. Selesai.
Hm, di atas kita melihat lari sebagai sebuah kegiatan fisik – berpindah tempat dengan cepat itu – lalu bagaimana jika kita melihat dari sudut lainnya. Maksudnya tidak seperti dalam olahraga atau menghindari bahaya yang terlalu mengandalkan kekuatan kaki melesat di atas tanah. Mari kita coba lihat lari yang dilakukan tanpa menggunakan kaki, tapi lebih kepada lari sebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh otak dan hati. Mungkin secara fisik, ia tetap berpindah tempat, tapi bukan itu yang kita cari. Menghindar pintar atau menghindar bodoh, kata tepatnya.
Begini, jika dalam olahraga, lari merupakan perlombaan untuk mencapai sebuah titik tertentu, siapa yang lebih dulu maka ia yang menang; di sini kekuatan fisik menjadi taruhannya. Untuk lari dalam artian lain (baca: menghindar) tentunya tidak seperti itu. Dibutuhkan sebuah kemampuan otak berpikir dan pilihan hati dalam mengambil sikap. Contoh, jika ada warga negara yang minta perlindungan dari sesuatu yang tak bisa disebutkan namanya (hehehehe, mencontek sebutan untuk musuhnya Harry Potter) berarti lari juga kan?
Untuk kasus ini, di mana letak pikiran otak dan pilihan hati dia yang minta perlindungan? Baiklah kita coba menjawab kasus ini. Kita mulai dengan sebuah pertanyaan, mengapa dia menghindar dengan minta perlindungan? Untuk gampangnya, dia menghindar karena merasa ada yang mengejar.
Nah, sehebat apakah kejaran itu hingga ia harus menghindar? Begini,yang kita bicarakan ini bukan masalah fisik; kekuatan kaki dan stamina menjadi taruhan. Namun, ini adalah kejaran dari sesuatu yang berotak dan sesuatu yang menjerat. Seandainya saja ini masih berkaitan dengan olahraga, tentunya warga tadi akan lebih sportif; dia akan menerima kekalahan dan mengakui kalau kecepatan larinya masih kalah dengan sang lawan. Ayolah, bukankah olahraga menuhankan sportivitas? Sekali lagi, kasus lari di masalah ini berbeda. Sang warga harus lari dari sesuatu yang bisa membuatnya takluk hingga dia harus menghindar dengan meminta perlindungan.
Sayangnya, lari di kasus ini tak mengenal garis finish. Pelarian akan berhenti jika sang pengejar memang kalah dalam menggunakan otak. Sejatinya, sang pelindung tak begitu penting di sini. Mungkin, bagi sang warga, dengan berlindung pada sesuatu yang tak bisa disebutkan namanya adalah garis finish. Namun jangan salah, itu belum selesai. Sebesar apakah kekuatan yang dimiliki sesuatu yang tak bisa disebutkan namanya itu? Untuk pertanyaan terakhir hanya bisa dijawab pada kemampuan otak dan keteguhan hati sang warga bukan? Ya, sebelum meminta perlindungan, dia memang harus tahu lebih dulu siapa yang dia minta perlindungan itu. Salah pilihan, maka yang ada hanya kerugian, begitu juga sebaliknya.
Begini, kasus ini adalah sesuatu yang mengawang-awang. Pasalnya, dia bermain di pikiran; tidak fisik yang nyata-nyata terlihat. Nah, karena dia mengawang, maka kekuatan perlindungan dari si sesuatu yang tak bisa disebutkan namanya tadi pun tak membumi. Sekali selip, maka sang warga dan sesuatu yang tak bisa disebutkan namanya pun bisa terjerat. Apalagi, jika sesuatu yang mengejar adalah sebuah kekuatan yang tak terhingga. Bah…, memusingkan lantun kali ini ya?
Tapi sudahlah, intinya ini hanya soal lari. Artinya, lari secara fisik dan juga nonfisik, itu saja. Pertanyaan sederhana yang mengilhami lantun ini pun hanya: kenapa orang harus lari? Ya, kenapa harus menghindar jika berani berbuat?
Hm, bagaimana jika terdesak karena sesuatu terjadi di luar perkiraan? Lho! Kok masih tanya? Lari sajalah….(*)
6 Mei 2011