29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Golkar Berpeluang Main Dua Kaki

JAKARTA- Dinamika internal Partai Golkar kembali terlihat setelah muncul usul untuk mengevaluasi kinerja partai berlambang pohon beringin itu dalam forum rapimnas Oktober mendatang. Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menilai, hal tersebut tidak lepas dari pengalaman Golkar dalam tiga penyelenggaraan pemilu terakhir.

Golkar kalah telak dalam pemilu pertama di era reformasi pada 1999. Kemudian, pada pemilu 2004 Golkar memang unggul dalam Pemilu legislatif, namun calon presiden yang diusung gagal. Kala itu Golkar mengusung Wiranto sebagai capres setelah melalui mekanisme konvensi di kalangan internal.
Kendati begitu, Golkar bisa menempatkan kadernya, Jusuf Kalla, sebagai wakil presiden yang berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu, pada Pemilu 2009 Golkar kembali tidak menang, baik dalam Pemilu maupun pilpres. “Tentu sebagai partai yang merasa besar sejak Orde Baru, trauma patut dirasakan oleh Partai Golkar,” kata Siti Zuhro, kemarin (18/8).

Dalam pandangannya, ada keinginan dari kalangan internal Golkar agar pengalaman-pengalaman tersebut tidak terulang pada Pemilu 2014. “Golkar bukan tidak percaya tidak mendapatkan suara, tapi yang dikhawatirkan tidak dapat memenangkan pertarungan,” sambungnya.
Dengan elektabilitas Ketum Golkar Aburizal Bakrie sebagai capres yang belum terlalu tinggi, kekhawatiran tersebut wajar. “Kalau animo dan elektabilitas masih rendah, berarti publik masih sangsi,” kata Siti.

Jika kondisi itu berlarut, lanjut dia, bisa saja pengalaman 2004 terulang. Yakni, Golkar mengusung capres sendiri, namun ada kadernya yang menjadi pasangan capres dari partai lain. “Karena sudah ada pengalaman, bisa saja. Makanya, di internal Golkar harus final dulu soal pencapresan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies (Intrans) Saiful Haq juga mengatakan terbukanya peluang Golkar bermain di dua kaki jika pencapresan Ical tidak sepenuhnya didukung kalangan internal. “Apakah itu menjadi kebijakan partai atau secara faksional yang ada di internal, terbuka kemungkinan itu,” ucapnya.

Berdasar survei yang dilakukan Intrans, ada beberapa nama senior Golkar yang memiliki kans cukup tinggi. Yakni, Jusuf Kalla dan Ginandjar Kartasasmita. “Dalam survei pasangan muda tua untuk capres dan cawapres, dua nama itu cukup tinggi keterpilihannya,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung menilai bahwa persiapan partainya untuk menghadapi pemilu mendatang belum memuaskan. Ada sejumlah penghambat dari sisi internal dan eksternal yang membuat elektabilitas tak kunjung merangkak naik. (flo/jpnn)

JAKARTA- Dinamika internal Partai Golkar kembali terlihat setelah muncul usul untuk mengevaluasi kinerja partai berlambang pohon beringin itu dalam forum rapimnas Oktober mendatang. Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menilai, hal tersebut tidak lepas dari pengalaman Golkar dalam tiga penyelenggaraan pemilu terakhir.

Golkar kalah telak dalam pemilu pertama di era reformasi pada 1999. Kemudian, pada pemilu 2004 Golkar memang unggul dalam Pemilu legislatif, namun calon presiden yang diusung gagal. Kala itu Golkar mengusung Wiranto sebagai capres setelah melalui mekanisme konvensi di kalangan internal.
Kendati begitu, Golkar bisa menempatkan kadernya, Jusuf Kalla, sebagai wakil presiden yang berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu, pada Pemilu 2009 Golkar kembali tidak menang, baik dalam Pemilu maupun pilpres. “Tentu sebagai partai yang merasa besar sejak Orde Baru, trauma patut dirasakan oleh Partai Golkar,” kata Siti Zuhro, kemarin (18/8).

Dalam pandangannya, ada keinginan dari kalangan internal Golkar agar pengalaman-pengalaman tersebut tidak terulang pada Pemilu 2014. “Golkar bukan tidak percaya tidak mendapatkan suara, tapi yang dikhawatirkan tidak dapat memenangkan pertarungan,” sambungnya.
Dengan elektabilitas Ketum Golkar Aburizal Bakrie sebagai capres yang belum terlalu tinggi, kekhawatiran tersebut wajar. “Kalau animo dan elektabilitas masih rendah, berarti publik masih sangsi,” kata Siti.

Jika kondisi itu berlarut, lanjut dia, bisa saja pengalaman 2004 terulang. Yakni, Golkar mengusung capres sendiri, namun ada kadernya yang menjadi pasangan capres dari partai lain. “Karena sudah ada pengalaman, bisa saja. Makanya, di internal Golkar harus final dulu soal pencapresan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies (Intrans) Saiful Haq juga mengatakan terbukanya peluang Golkar bermain di dua kaki jika pencapresan Ical tidak sepenuhnya didukung kalangan internal. “Apakah itu menjadi kebijakan partai atau secara faksional yang ada di internal, terbuka kemungkinan itu,” ucapnya.

Berdasar survei yang dilakukan Intrans, ada beberapa nama senior Golkar yang memiliki kans cukup tinggi. Yakni, Jusuf Kalla dan Ginandjar Kartasasmita. “Dalam survei pasangan muda tua untuk capres dan cawapres, dua nama itu cukup tinggi keterpilihannya,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung menilai bahwa persiapan partainya untuk menghadapi pemilu mendatang belum memuaskan. Ada sejumlah penghambat dari sisi internal dan eksternal yang membuat elektabilitas tak kunjung merangkak naik. (flo/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/