31 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Napi Diusulkan Relokasi ke Nias

JAKARTA- Pemindahan sekitar 500 napi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Labuhanruku, Batubara, ke ke 13 Lapas/Rutan di Sumut, mendapat sorotan dari Indonesia Police Watch (IPW).

Langkah pemindahan itu menunjukkan manajemen di jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan (PAS) dan jajarannya di daerah masih amburadul.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, Ditjen PAS hanya cari enaknya saja, yakni memindahkan napi ke rutan-rutan yang berada di kota-kota besar di Sumut yang sudah jelas over kapasitas, tanpa mempertimbangkan potensi rusuh akibat bertemunya napi limpahan dari Lapas Tanjungusta dengan napi dari Lapas Labuhanruku.

Padahal, potensi rusuh di lapas-lapas yang dijadikan lokasi pemindahan bisa dihindari. Yakni, menurut Neta dipindahkan saja ke lapas-lapas yang ada di Kepulauan Nias.

“Jangan hanya dipindahkan ke kota-kota besar saja. Mestinya pindahkan ke Nias. Kalau di sana belum ada lapas, ya bangun dong. Tempatkan napi di wilayah-wilayah terpencil. Bisa juga di Tapsel atau perbatasan Madina,” ujar Neta S Pane kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (21/8).

Terpisah, Jubir Ditjen PAS, Akbar Hadi Prabowo, mengatakan, langkah pemindahan yang dilakukan saat ini merupakan upaya langkah cepat dalam rangka evakuasi. “Kalau ke Nias, itu jauh, sementara kita perlu waktu cepat. Lagipula setahu saya di Nias tak ada lapas,” kata Akbar kepada koran ini.
Sementara kalau pun harus dibangun lapas di Nias, hal itu membutuhkan waktu. “Sedangkan kita harus gerak cepat,” imbuhnya.

Seperti diketahui, sedikitnya tiga lapas dan satu rutan di Sumut memiliki ‘status’ rawan rusuh. Kekhawatiran itu muncul lantaran Lapas Kelas II B Tebingtinggi, Lapas Kelas II A Pematangsiantar, Lapas Kelas II B Siborong-borong, dan Rutan Kelas II B Sidikalang yang mengalami over kapasitas kembali mendapat limpahan napi asal Labuhanruku. Sebelumnya, pada Juli lalu, napi asal Lapas Kelas I A Tanjunggusta yang lebih dulu melakukan pembakaran dan kerusuhan sudah dipindahkan ke empat lokasi tersebut.

Kembali ke Neta. Menurut aktivis yang juga ‘anak Medan’ ini, sebenarnya pemicu utama rusuh di lapas karena perlakuan diskriminatif yang ditunjukkan para petugas lapas.

Selama ini, kata Neta, napi-napi berkantong tebal bisa memilih untuk ditempatkan di lapas-lapas yang ada di perkotaan. Fasilitasnya pun berlimpah. Berbeda dengan napi kere, yang dibuang di lapas-lapas non perkotaan, dengan fasilitas minim.

“Napi tak punya uang, untuk mendapatkan air saja susah. Sementara napi berkantong tebal, air melimpah ruah. Ini menimbulkan kesenjangan, yang memicu emosi dan terjadilah kerusuhan,” kritik Neta.

Karenanya, Neta menantang jajaran Ditjen PAS dan Kanwil-kanwil, untuk berani melakukan perombakan besar-besaran. “Napi berkantong tebal juga harus disebar di lapas-lapas terpencil,” ujarnya.

Untuk pengamanan, Neta menyarankan, pihak Ditjen PAS juga harus menjalin kerjasama dengan aparat kepolisian secara berjenjang, mulai Polsek dan Polres. “Sehingga polisi punya kewenangan untuk melakukan patroli di lapas-lapas. Ketika ada kerawanan, bisa langsung diantisipasi,” tukasnya.
Jika pihak kepolisian merasa kewalahan saat menghadapi napi, barulah kepolisian minta bantuan TNI.

Jangan sampai, kata dia, pengamanan oleh TNI atas permintaan napi, bukan atas permintaan polisi. “Napi itu orang yang sudah melakukan kejahatan dan sedang dihukum. Jangan permintaan-permintaan mereka dituruti. Jangan petugas lapas diatur-atur napi,” pungkasnya.

Di lain pihak, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) masih melakukan pengejaran terhadap narapidana yang melarikan, saat terjadi kerusahan dan pembakaran di Lapas Klas II, Labuhan Ruku, di Desa Pahang, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Minggu (18/8) sore, kini polisi berhasil meringkus 39 orang, dari 84 orang yang berhasil melarikan diri.

“Sudah ditangkap 39 napi. Masih dalam pengejaran 45 orang lagi,” ungkap Kabid Humas Poldasu, Kombes Heru Prakoso, Rabu (21/8). Teknis pencarian napi masih dilakukan dengan operasi terbuka dan pengejaran tertutup.

Ditambahkan mantan Wadir Lantas Poldasu ini, hingga kemarin, napi yang direlokasi ke sejumlah lapas di Sumut ada sebanyak 442 orang.”Di dalam Lapas ada 343 napi dan akan bertambah dengan napi yang berhasil ditangkap kembali,” jelasnya.

Terkait penyebab kerusahan dan pembakaran Lapas, Heru mengaku, kepolisian masih melakukan penyelidikan di lokasi kejadian dengan meminta keterangan saksi-saksi.

‘’Polisi menerjunkan tim Labotorium Forensik Mabes Polri cabang Medan untuk melakukan olah TKP, termasuk identifikasi dan mencari barang bukti penyebab kebakaran,” tukasnya.

Sementara itu, seorang napi seumur hidup penghuni Lapas Kelas I A Tanjunggusta, Medan, yang dititipkan di ruang tahanan sementara Sat Reskrim Polresta Medan, Rabu (21/8), mengamuk di selnya lantara polisi merampas Handphone miliknya. Napi kasus narkoba yang belakangan diketahui bernama Fajar tersebut diboyong ke Sat Reskrim Polresta Medan  sebagai tersangka kepemilikan barang bukti narkoba itu. (sam/gus)

JAKARTA- Pemindahan sekitar 500 napi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Labuhanruku, Batubara, ke ke 13 Lapas/Rutan di Sumut, mendapat sorotan dari Indonesia Police Watch (IPW).

Langkah pemindahan itu menunjukkan manajemen di jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan (PAS) dan jajarannya di daerah masih amburadul.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, Ditjen PAS hanya cari enaknya saja, yakni memindahkan napi ke rutan-rutan yang berada di kota-kota besar di Sumut yang sudah jelas over kapasitas, tanpa mempertimbangkan potensi rusuh akibat bertemunya napi limpahan dari Lapas Tanjungusta dengan napi dari Lapas Labuhanruku.

Padahal, potensi rusuh di lapas-lapas yang dijadikan lokasi pemindahan bisa dihindari. Yakni, menurut Neta dipindahkan saja ke lapas-lapas yang ada di Kepulauan Nias.

“Jangan hanya dipindahkan ke kota-kota besar saja. Mestinya pindahkan ke Nias. Kalau di sana belum ada lapas, ya bangun dong. Tempatkan napi di wilayah-wilayah terpencil. Bisa juga di Tapsel atau perbatasan Madina,” ujar Neta S Pane kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (21/8).

Terpisah, Jubir Ditjen PAS, Akbar Hadi Prabowo, mengatakan, langkah pemindahan yang dilakukan saat ini merupakan upaya langkah cepat dalam rangka evakuasi. “Kalau ke Nias, itu jauh, sementara kita perlu waktu cepat. Lagipula setahu saya di Nias tak ada lapas,” kata Akbar kepada koran ini.
Sementara kalau pun harus dibangun lapas di Nias, hal itu membutuhkan waktu. “Sedangkan kita harus gerak cepat,” imbuhnya.

Seperti diketahui, sedikitnya tiga lapas dan satu rutan di Sumut memiliki ‘status’ rawan rusuh. Kekhawatiran itu muncul lantaran Lapas Kelas II B Tebingtinggi, Lapas Kelas II A Pematangsiantar, Lapas Kelas II B Siborong-borong, dan Rutan Kelas II B Sidikalang yang mengalami over kapasitas kembali mendapat limpahan napi asal Labuhanruku. Sebelumnya, pada Juli lalu, napi asal Lapas Kelas I A Tanjunggusta yang lebih dulu melakukan pembakaran dan kerusuhan sudah dipindahkan ke empat lokasi tersebut.

Kembali ke Neta. Menurut aktivis yang juga ‘anak Medan’ ini, sebenarnya pemicu utama rusuh di lapas karena perlakuan diskriminatif yang ditunjukkan para petugas lapas.

Selama ini, kata Neta, napi-napi berkantong tebal bisa memilih untuk ditempatkan di lapas-lapas yang ada di perkotaan. Fasilitasnya pun berlimpah. Berbeda dengan napi kere, yang dibuang di lapas-lapas non perkotaan, dengan fasilitas minim.

“Napi tak punya uang, untuk mendapatkan air saja susah. Sementara napi berkantong tebal, air melimpah ruah. Ini menimbulkan kesenjangan, yang memicu emosi dan terjadilah kerusuhan,” kritik Neta.

Karenanya, Neta menantang jajaran Ditjen PAS dan Kanwil-kanwil, untuk berani melakukan perombakan besar-besaran. “Napi berkantong tebal juga harus disebar di lapas-lapas terpencil,” ujarnya.

Untuk pengamanan, Neta menyarankan, pihak Ditjen PAS juga harus menjalin kerjasama dengan aparat kepolisian secara berjenjang, mulai Polsek dan Polres. “Sehingga polisi punya kewenangan untuk melakukan patroli di lapas-lapas. Ketika ada kerawanan, bisa langsung diantisipasi,” tukasnya.
Jika pihak kepolisian merasa kewalahan saat menghadapi napi, barulah kepolisian minta bantuan TNI.

Jangan sampai, kata dia, pengamanan oleh TNI atas permintaan napi, bukan atas permintaan polisi. “Napi itu orang yang sudah melakukan kejahatan dan sedang dihukum. Jangan permintaan-permintaan mereka dituruti. Jangan petugas lapas diatur-atur napi,” pungkasnya.

Di lain pihak, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) masih melakukan pengejaran terhadap narapidana yang melarikan, saat terjadi kerusahan dan pembakaran di Lapas Klas II, Labuhan Ruku, di Desa Pahang, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Minggu (18/8) sore, kini polisi berhasil meringkus 39 orang, dari 84 orang yang berhasil melarikan diri.

“Sudah ditangkap 39 napi. Masih dalam pengejaran 45 orang lagi,” ungkap Kabid Humas Poldasu, Kombes Heru Prakoso, Rabu (21/8). Teknis pencarian napi masih dilakukan dengan operasi terbuka dan pengejaran tertutup.

Ditambahkan mantan Wadir Lantas Poldasu ini, hingga kemarin, napi yang direlokasi ke sejumlah lapas di Sumut ada sebanyak 442 orang.”Di dalam Lapas ada 343 napi dan akan bertambah dengan napi yang berhasil ditangkap kembali,” jelasnya.

Terkait penyebab kerusahan dan pembakaran Lapas, Heru mengaku, kepolisian masih melakukan penyelidikan di lokasi kejadian dengan meminta keterangan saksi-saksi.

‘’Polisi menerjunkan tim Labotorium Forensik Mabes Polri cabang Medan untuk melakukan olah TKP, termasuk identifikasi dan mencari barang bukti penyebab kebakaran,” tukasnya.

Sementara itu, seorang napi seumur hidup penghuni Lapas Kelas I A Tanjunggusta, Medan, yang dititipkan di ruang tahanan sementara Sat Reskrim Polresta Medan, Rabu (21/8), mengamuk di selnya lantara polisi merampas Handphone miliknya. Napi kasus narkoba yang belakangan diketahui bernama Fajar tersebut diboyong ke Sat Reskrim Polresta Medan  sebagai tersangka kepemilikan barang bukti narkoba itu. (sam/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/