Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Eddy Ganefo berharap, permintaan Apersi supaya subsidi uang muka KPR FLPP bisa diwujudkan.
Selama ini, kata Eddy, yang disubsidi itu berupa PPN dan PPH hanya sebesar 1 persen dari Dirjen Pajak. Adapun bantuan subsidi dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) berupa bunga murah sebanyak 7,25 persen. Selain itu, pengembang yang memenuhi syarat juga mendapatkan PSU berkisar Rp4 jutaan per unit.
“Saat ini, yang kami harapkan adalah tambahan subsidi subsidi uang muka. Memang, banyak MBR mampu mencicil, tapi mereka tidak mampu menyediakan uang muka. Di sisi lain bank sendiri belum bisa memberikan KPR tanpa uang muka, walaupun di aturan Permenpera itu dibolehkan tanpa uang muka bagi pemohon KPR FLPP,” ujar Eddy Jumat (30/8).
Ia akui, masyarakat Indonesia saat ini belum disiplin menabung untuk kebutuhan uang muka rumah. Apabila bisa diberikan subsidi oleh pemerintah, semakin banyak MBR bisa memiliki rumah dan persoalan backlog perumahan nasional bisa teratasi.
“Sejauh ini kami masih menunggu usulan kami soal kenaikan harga rumah subsidi dari pemerintah. Seandainya kenaikan ini tidak juga digolkan, kami khawatir, pengembang akan beralih ke perumahan komersil,” kata Eddy.
Menanggapi hal itu, Nanan Diana, Presiden Direktur PT Duta Pratama Propertindo, salah satu pengembang rumah bersubsidi, menyatakan, imbas kenaikan BBM dan kenaikan dollar AS sangat signifikan dari segi material. Namun, karena KPR FLPP merupakan kebutuhan rumah yang mendasar bagi MBR, secara pasar hal itu tidak terlalu berpengaruh.
“Selain membeli cadangan tanah jauh-jauh hari, kami juga membangun rumah dengan strategi harga di atas harga rumah subsidi namun di bawah harga komersil. Ternyata di beberapa daerah ini berhasil,” ujar Nanan.
Belum dimanfaatkan
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil survei Bank Indonesia memperlihatkan sebagian besar konsumen (75,45 persen) memanfaatkan fasilitas KPR dan atau KPA untuk membeli rumah. Pemanfaatan KPR oleh konsumen dari pengembang-pengembang tersebut membuat penyaluran KPR selama triwulan II 2013 mencapai Rp259,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,33 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total kredit perbankan sebesar 7,10 persen.
Berdasarkan data tersebut, dari total KPR yang dikucurkan oleh bank sejak Januari hingga Juni 2013, sebanyak 4,13 persen memanfaatkan FLPP dari pemerintah dan selebihnya (95,87 persen) melalui KPR biasa non FLPP.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan target pencairan, KPR bersubsidi FLPP untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mengalami percepatan pemanfaatan selama kuartal II 2013. Ada pun pencairan FLPP sampai dengan kuartal II 2013 sebesar 67,33 persen dari Rp2,7 triliun total dana yang ditargetkan selama tahun ini. (net)