26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Soal CPNS Daerah Lebih Mudah

JAKARTA- Materi soal tes CPNS baik pelamar umum maupun honorer kategori dua (K2) yang disusun perguruan tinggi negeri (PTN), tidak dipukul rata. Artinya, tingkat kesulitannya disesuaikan dengan standar pendidikan maupun daerah masing-masing, terutama untuk honorer K2.

“Untuk pelamar umum, paling rendah pendidikannya SMA. Berbeda dengan honorer K2, ada yang SD sehingga materinya kita kelompokkan menjadi tiga,” kata Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja di kantornya, Senin (2/9)

Untuk Tes Kompetensi Dasar (TKD) honorer K2, Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) Seleksi CPNS menyiapkan tiga tipe/kelompok soal tes, yakni tipe A (SLTP, SD), tipe B (SLTA, D1, D2 – D3/sarjana muda), dan tipe C, yakni untuk jenjang pendidikan D4, S1, S2, dan S3.
Sedangkan soal Tes Kompetensi Bidang (TKB), disusun instansi pembina masing-masing. Untuk bidang kependidikan oleh Kemendikbud, untuk kesehatan oleh Kemenkes, bidang administrasi umum oleh BKN, dan seterusnya.

“Untuk pelamar umum kita sesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing daerah. Misalnya, pelamar di Pulau Jawa, tingkat kesulitan soalnya lebih tinggi beberapa poin dibandingkan di Maluku dan Papua. Metodenya mirip UN,” paparnya.

Mengapa harus dibedakan? Dia menjawab, ini disesuaikan dengan kemampuan penyerapan pendidikan di masing-masing daerah berbeda. Di Pulau Jawa, standar pendidikannya lebih tinggi ketimbang di luar Jawa. Wajar saja kalau konsorsium PTN memberikan soal dengan tingkat kesukaran lebih tinggi.

“Kalau kita paksakan soalnya sama semua, nanti di Jawa banyak yang lulus. Sedangkan di luar Jawa sebaliknya,” tandasnya.
Terkait ini, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) Azwar Abubakar juga memastikan materi soal untuk tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2013 tak sesulit tes masuk perguruan tinggi negeri.

“Soalnya satu klik di bawah UMPTN untuk S1. Untuk tingkat SMA atau SMP beda. (Soalnya) cocok untuk anak Indonesia, asal rajin,” kata Azwar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan, Senin (2/9).

Menurutnya tes CPNS tahun ini ada tiga golongan, yakni golongan pelamar umum sebanyak 65 ribu, dan 600 ribu honor tipe K2 yang akan mengambil posisi, sekitar 200 ribu formasi untuk honorer.

Tes utama yang harus diikuti pelamar ketiga golongan itu. Di antaranya, tes Kemampuan Dasar (TKD), tes kepribadian, tes potensi akademik, dan tes wawasan kebangsaan. Setiap peserta ujian diwajibkan untuk lolos tes tersebut agar dapat diterima sebagai CPNS.
“Jadi kalau pun ada Doktor yang ikut tes ini, tapi tidak punya wawasan kebangsaan tidak akan diterima,” tegas Azwar.
Dalam mempersiapkan tes CPNS tersebut, Kemenpan telah menghimpun sekitar 30 ribu bank soal. Dia menjamin tidak akan ada kecurangan dalam proses seleksi yang selama ini terjadi lantaran pihak Kemenpan & RB telah menggandeng pihak keamanan baik dari polisi, BIN, TNI, dan instansi terkait.

Karena itu dia melihat ada dua keuntungan minimal dalam penerimaan CPNS tahun ini. Pertama memberi kesempatan pada putra putri terbaik bangsa untuk mengabdikan diri sebagai PNS dan birokrat.

“Kedua, menghapus imej adanya calo seperti tahun-tahun lalu yang menyatakan menjadi PNS itu bisa dibayar, bisa nitip ke PNS atau BKN dan Kemenpan & RB. Negeri ini harus bersih,” pungkasnya.

Terkait ini, pemerintah menjamin tidak ada pelamar ganda yang akan mengikuti tes CPNS dengan sistem lembar jawaban komputer (LJK) pada 3 November mendatang. Pasalnya, tesnya dilakukan serentak sehingga tidak memungkinkan ada satu pelamar yang mengikuti tes di lokasi berbeda.

“Insya Allah tidak ada yang double,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja kepada koran ini, Senin (2/9).

Dia mengakui, peran joki saat tes CPNS tidak bisa dihadang sepenuhnya. Terlebih modus operandinya tiap tahun makin canggih. Setiap aturan pemerintah yang diperketat, mendorong para calo CPNS mencari terobosan lain agar bisa tembus.
Ada juga pelamar yang memanfaatkan joki untuk mengikuti tes di beberapa lokasi. Alhasil, satu nama bisa terdaftar di instansi berbeda.
“Cara-cara itu sudah kami pikirkan dan tengah dibuat antisipasinya. Yang pasti satu pelamar hanya melamar dan mengikuti tes di satu instansi saja,” tegasnya.

Ditambahkan Karo Hukum dan Humas Muhammad Imanuddin, untuk mencegah joki CPNS dengan memperketat pengawasan dan mengundang ICW guna mengawasi pelaksanaan tes. Selain itu masyarakat juga diminta berpartisipasi dalam hal pelaporan atau pengaduan bila ditemukan ada pelamar double.

“ICW telah membuka posko-posko pengaduan CPNS, jadi bisa dimanfaatkan masyarakat,” tandasnya.

Rawan Curang

Sementara itu, Konsorsium LSM Pemantau Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (KLPC) membeberkan titik rawan kecurangan seleksi CPNS. Hal ini berdasarkan pengalaman rekrutmen CPNS tahun-tahun sebelumnya.

Anggota KLPC, Siti Juliantari Rachman menyatakan, setidaknya ada sembilan titik rawan seleksi CPNS. Pertama kata dia, pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2. Peserta honorer K2 merupakan pegawai honorer yang bekerja pada instansi pemerintah pusat dan daerah yang telah bekerja minimal satu tahun sebelum 31 Desember 2005.

“Untuk K2 yang rawan adalah data tenaga honorer dimanipulasi. Misalnya saja, baru jadi honorer 2008. Dia sebenarnya tidak bisa ikut seleksi, namun dimanipulasi agar bisa ikut,” kata Tari dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, kemarin.
Selanjutnya, untuk memperkecil pesaing dalam seleksi CPNS, seringkalo dilakukan diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamat tertentu terkait dengan nomor ujian dan lokasi ujian. Selain itu, pada proses seleksi administrasi rawan pungutan liar oleh pihak-pihak tertentu.

“Pada tingkat pendaftaran masih ditemukan ditemukan manipulasi. Calo-calo mendatangi untuk membantu meluluskan dengan meminta uang Rp80-120 juta supaya bisa menjadi PNS,” kata Tari.

Saling menitip pelamar oleh pejabat atau pihak tertentu, lanjut dia, juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. Tari mencontohkan, kepala daerah atau pejabat instansi A menitipkan kerabat atau temannya pada rekrutmen CPNS di suatu daerah.

Kemudian kata Tari, titik rawan selanjutnya mengenai adanya kebocoran soal tes. Kebocoran ini terkait penggandaan dan distribusi soal dari perusahaan sampai pada lokasi ujian. Beberapa motif kebocoran antara lain, adanya perilaku kolektif tim panitia di daerah atau pusat untuk meloloskan orang tertentu atau menjual kunci jawaban.

“Kerawanan ini juga terjadi pada saat kasus Ujian Nasional. Ada kunci jawaban beredar ketika test dan soal bocor,” kata peneliti ICW ini.

Praktek perjokian lanjut Tari, juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. Joki biasanya menggantikan pelamar sebenarnya pada saat tes. Mereka juga bisa hanya mendampingi dalam ruang ujian.

Titik rawan seleksi CPNS selanjutnya menurut Tari, yaitu pengisian kembali lembar jawaban kerja pelamar tertentu oleh pihak lain setelah pelaksanaan tes. Hal ini bisa terjadi apabila kunci jawaban itu belum disegel.
“Setelah tes berlangsung juga bisa terjadi masalah. Misalnya saja kunci jawaban LJK yang dikirim ke pusat ternyata belum disegel sehingga jawaban bisa diubah,” kata Tari.

Titik rawan seleksi CPNS selanjutnya menurut dia, yakni ada pemerasan atau praktek suap oleh pejabat atau pihak tertentu untuk meloloskan seseorang atau sejumlah pelamar. Sehingga bisa dikatakan seleksi CPNS juga sarat politis. “Pegawai yang direkrut dekat dengan bupati,” kata Tari.

Adanya penambahan pelamar yang lolos tes pada pengumuman resmi di pemerintah daerah juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. “Ada orang yang dinyatakan lulus oleh pemerintah pusat. Nama-namanya ditampilkan di website. Namun pada saat di daerah berubah. Misalnya ada 200 orang lulus tapi 90 orang namanya diganti. Itu kerap terjadi,” katanya.

Terakhir menurut Tari, adanya CPNS yang mendapatkan nomor induk pegawai meski tidak mengikuti proses seleksi. “Ketika CPNS sudah lulus masih terjadi permainan untuk mendapat NIP,” katanya.

KLPC kata Tari, yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah, Malang Corruption Watch, POKJA 30 Samarinda, Masyarakat Transparansi Banten, dan Sentra Advokasi Untuk Hak Pendidikan Rakyat juga meminta masyarakat ikut memantau proses seleksi.

“Selain kami yang memantau proses seleksi, kami mengimbau masyarakat ikut memantau. Kalau ada kecurangan masyarakat bisa menghubungi kami,” kata Tari. Publik bisa melaporkan kecurangan pada situs http://pantaucpns.net dan http://siduta.menpan.go.I’d. (sam/fat/esy/gil/jpnn)

JAKARTA- Materi soal tes CPNS baik pelamar umum maupun honorer kategori dua (K2) yang disusun perguruan tinggi negeri (PTN), tidak dipukul rata. Artinya, tingkat kesulitannya disesuaikan dengan standar pendidikan maupun daerah masing-masing, terutama untuk honorer K2.

“Untuk pelamar umum, paling rendah pendidikannya SMA. Berbeda dengan honorer K2, ada yang SD sehingga materinya kita kelompokkan menjadi tiga,” kata Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja di kantornya, Senin (2/9)

Untuk Tes Kompetensi Dasar (TKD) honorer K2, Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) Seleksi CPNS menyiapkan tiga tipe/kelompok soal tes, yakni tipe A (SLTP, SD), tipe B (SLTA, D1, D2 – D3/sarjana muda), dan tipe C, yakni untuk jenjang pendidikan D4, S1, S2, dan S3.
Sedangkan soal Tes Kompetensi Bidang (TKB), disusun instansi pembina masing-masing. Untuk bidang kependidikan oleh Kemendikbud, untuk kesehatan oleh Kemenkes, bidang administrasi umum oleh BKN, dan seterusnya.

“Untuk pelamar umum kita sesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing daerah. Misalnya, pelamar di Pulau Jawa, tingkat kesulitan soalnya lebih tinggi beberapa poin dibandingkan di Maluku dan Papua. Metodenya mirip UN,” paparnya.

Mengapa harus dibedakan? Dia menjawab, ini disesuaikan dengan kemampuan penyerapan pendidikan di masing-masing daerah berbeda. Di Pulau Jawa, standar pendidikannya lebih tinggi ketimbang di luar Jawa. Wajar saja kalau konsorsium PTN memberikan soal dengan tingkat kesukaran lebih tinggi.

“Kalau kita paksakan soalnya sama semua, nanti di Jawa banyak yang lulus. Sedangkan di luar Jawa sebaliknya,” tandasnya.
Terkait ini, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) Azwar Abubakar juga memastikan materi soal untuk tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2013 tak sesulit tes masuk perguruan tinggi negeri.

“Soalnya satu klik di bawah UMPTN untuk S1. Untuk tingkat SMA atau SMP beda. (Soalnya) cocok untuk anak Indonesia, asal rajin,” kata Azwar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan, Senin (2/9).

Menurutnya tes CPNS tahun ini ada tiga golongan, yakni golongan pelamar umum sebanyak 65 ribu, dan 600 ribu honor tipe K2 yang akan mengambil posisi, sekitar 200 ribu formasi untuk honorer.

Tes utama yang harus diikuti pelamar ketiga golongan itu. Di antaranya, tes Kemampuan Dasar (TKD), tes kepribadian, tes potensi akademik, dan tes wawasan kebangsaan. Setiap peserta ujian diwajibkan untuk lolos tes tersebut agar dapat diterima sebagai CPNS.
“Jadi kalau pun ada Doktor yang ikut tes ini, tapi tidak punya wawasan kebangsaan tidak akan diterima,” tegas Azwar.
Dalam mempersiapkan tes CPNS tersebut, Kemenpan telah menghimpun sekitar 30 ribu bank soal. Dia menjamin tidak akan ada kecurangan dalam proses seleksi yang selama ini terjadi lantaran pihak Kemenpan & RB telah menggandeng pihak keamanan baik dari polisi, BIN, TNI, dan instansi terkait.

Karena itu dia melihat ada dua keuntungan minimal dalam penerimaan CPNS tahun ini. Pertama memberi kesempatan pada putra putri terbaik bangsa untuk mengabdikan diri sebagai PNS dan birokrat.

“Kedua, menghapus imej adanya calo seperti tahun-tahun lalu yang menyatakan menjadi PNS itu bisa dibayar, bisa nitip ke PNS atau BKN dan Kemenpan & RB. Negeri ini harus bersih,” pungkasnya.

Terkait ini, pemerintah menjamin tidak ada pelamar ganda yang akan mengikuti tes CPNS dengan sistem lembar jawaban komputer (LJK) pada 3 November mendatang. Pasalnya, tesnya dilakukan serentak sehingga tidak memungkinkan ada satu pelamar yang mengikuti tes di lokasi berbeda.

“Insya Allah tidak ada yang double,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja kepada koran ini, Senin (2/9).

Dia mengakui, peran joki saat tes CPNS tidak bisa dihadang sepenuhnya. Terlebih modus operandinya tiap tahun makin canggih. Setiap aturan pemerintah yang diperketat, mendorong para calo CPNS mencari terobosan lain agar bisa tembus.
Ada juga pelamar yang memanfaatkan joki untuk mengikuti tes di beberapa lokasi. Alhasil, satu nama bisa terdaftar di instansi berbeda.
“Cara-cara itu sudah kami pikirkan dan tengah dibuat antisipasinya. Yang pasti satu pelamar hanya melamar dan mengikuti tes di satu instansi saja,” tegasnya.

Ditambahkan Karo Hukum dan Humas Muhammad Imanuddin, untuk mencegah joki CPNS dengan memperketat pengawasan dan mengundang ICW guna mengawasi pelaksanaan tes. Selain itu masyarakat juga diminta berpartisipasi dalam hal pelaporan atau pengaduan bila ditemukan ada pelamar double.

“ICW telah membuka posko-posko pengaduan CPNS, jadi bisa dimanfaatkan masyarakat,” tandasnya.

Rawan Curang

Sementara itu, Konsorsium LSM Pemantau Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (KLPC) membeberkan titik rawan kecurangan seleksi CPNS. Hal ini berdasarkan pengalaman rekrutmen CPNS tahun-tahun sebelumnya.

Anggota KLPC, Siti Juliantari Rachman menyatakan, setidaknya ada sembilan titik rawan seleksi CPNS. Pertama kata dia, pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2. Peserta honorer K2 merupakan pegawai honorer yang bekerja pada instansi pemerintah pusat dan daerah yang telah bekerja minimal satu tahun sebelum 31 Desember 2005.

“Untuk K2 yang rawan adalah data tenaga honorer dimanipulasi. Misalnya saja, baru jadi honorer 2008. Dia sebenarnya tidak bisa ikut seleksi, namun dimanipulasi agar bisa ikut,” kata Tari dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, kemarin.
Selanjutnya, untuk memperkecil pesaing dalam seleksi CPNS, seringkalo dilakukan diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamat tertentu terkait dengan nomor ujian dan lokasi ujian. Selain itu, pada proses seleksi administrasi rawan pungutan liar oleh pihak-pihak tertentu.

“Pada tingkat pendaftaran masih ditemukan ditemukan manipulasi. Calo-calo mendatangi untuk membantu meluluskan dengan meminta uang Rp80-120 juta supaya bisa menjadi PNS,” kata Tari.

Saling menitip pelamar oleh pejabat atau pihak tertentu, lanjut dia, juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. Tari mencontohkan, kepala daerah atau pejabat instansi A menitipkan kerabat atau temannya pada rekrutmen CPNS di suatu daerah.

Kemudian kata Tari, titik rawan selanjutnya mengenai adanya kebocoran soal tes. Kebocoran ini terkait penggandaan dan distribusi soal dari perusahaan sampai pada lokasi ujian. Beberapa motif kebocoran antara lain, adanya perilaku kolektif tim panitia di daerah atau pusat untuk meloloskan orang tertentu atau menjual kunci jawaban.

“Kerawanan ini juga terjadi pada saat kasus Ujian Nasional. Ada kunci jawaban beredar ketika test dan soal bocor,” kata peneliti ICW ini.

Praktek perjokian lanjut Tari, juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. Joki biasanya menggantikan pelamar sebenarnya pada saat tes. Mereka juga bisa hanya mendampingi dalam ruang ujian.

Titik rawan seleksi CPNS selanjutnya menurut Tari, yaitu pengisian kembali lembar jawaban kerja pelamar tertentu oleh pihak lain setelah pelaksanaan tes. Hal ini bisa terjadi apabila kunci jawaban itu belum disegel.
“Setelah tes berlangsung juga bisa terjadi masalah. Misalnya saja kunci jawaban LJK yang dikirim ke pusat ternyata belum disegel sehingga jawaban bisa diubah,” kata Tari.

Titik rawan seleksi CPNS selanjutnya menurut dia, yakni ada pemerasan atau praktek suap oleh pejabat atau pihak tertentu untuk meloloskan seseorang atau sejumlah pelamar. Sehingga bisa dikatakan seleksi CPNS juga sarat politis. “Pegawai yang direkrut dekat dengan bupati,” kata Tari.

Adanya penambahan pelamar yang lolos tes pada pengumuman resmi di pemerintah daerah juga menjadi titik rawan seleksi CPNS. “Ada orang yang dinyatakan lulus oleh pemerintah pusat. Nama-namanya ditampilkan di website. Namun pada saat di daerah berubah. Misalnya ada 200 orang lulus tapi 90 orang namanya diganti. Itu kerap terjadi,” katanya.

Terakhir menurut Tari, adanya CPNS yang mendapatkan nomor induk pegawai meski tidak mengikuti proses seleksi. “Ketika CPNS sudah lulus masih terjadi permainan untuk mendapat NIP,” katanya.

KLPC kata Tari, yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah, Malang Corruption Watch, POKJA 30 Samarinda, Masyarakat Transparansi Banten, dan Sentra Advokasi Untuk Hak Pendidikan Rakyat juga meminta masyarakat ikut memantau proses seleksi.

“Selain kami yang memantau proses seleksi, kami mengimbau masyarakat ikut memantau. Kalau ada kecurangan masyarakat bisa menghubungi kami,” kata Tari. Publik bisa melaporkan kecurangan pada situs http://pantaucpns.net dan http://siduta.menpan.go.I’d. (sam/fat/esy/gil/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/